Pendidikan Islam Atasi Learning Loss
Oleh : Puji Ariyanti
(Pegiat Literasi untuk Peradaban)
Lensa Media News – Pandemi belum juga ada tanda-tanda berlalu. Padahal telah mencapai hampir 2 tahun. Bahkan kini muncul varian baru yang konon lebih ganas dari varian sebelumnya.
Banyak hal mengalami kemunduran atas pandemi ini. Ekonomi, kesehatan, bahkan taraf hidup masyarakat semakin terpuruk karena kehilangan pekerjaan. Pemerintah harus kerja keras pada persoalan bangsa ini. Apalagi dalam bidang pendidikan. Pemerintah mengambil langkah mengambil keputusan ini berdasarkan aturan Surat Keputusan Bersama (SKB) empat Menteri tentang Panduan Penyelenggaraan Pendidikan Pembelajaran di masa pandemi untuk tahun ajaran 2022. Dalam SKB ini menyatakan bahwa pembelajaran dilaksanakan berdasarkan status Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PPKM). Dengan ketentuan tertentu, PTM dapat dilaksanakan 100 persen (Haibunda, 12/1/ 2022).
Abetnego Tarigan Deputi II Kepala Staf Kepresidenan RI mengungkapkan alasan lain pemerintah memberlakukan Pembelajaran Tatap Muka (PTM) dengan kapasitas 100 persen, yakni untuk mencegah terjadinya “loss learning” (kehilangan belajar) akibat Pembelajaran Jarak Jauh (PJJ) yang sudah berjalan hampir dua tahun.
“Selama pandemi kondisi pendidikan di Indonesia bisa dikatakan tertinggal dibanding dengan negara-negara lain, ini yang harus kita kejar,” sambung Abetnego Tarigan.
Tentu saja dengan Sebaran kasus penularan _lOmicron yang terus mengalami peningkatan di Indonesia hal ini sangat mengkhawatirkan anak-anak.
Berdasarkan data New All Record Kementerian Kesehatan tanggal 1-22 Januari 2022 Jumlah kasus konfirmasi nasional terus meningkat dalam 4 minggu terakhir. Proporsi kasus didominasi transmisi lokal, tidak lagi oleh pelaku perjalanan luar negeri (PPLN). Jika demikian PTM 100% bukanlah sebuah solusi Learning loss, apalagi hal ini jika sangat berisiko bagi kesehatan.
Jika dikaji lebih dalam penyebab Learning loss bukan semata karena terjadinya pandemi. Jauh sebelum pandemi pun memang sistem pendidikan di Indonesia dari waktu ke waktu butuh pengkajian ulang. Pendidikan yang tidak terjangkau rakyat miskin, kurikulum yang sering diubah, kesenjangan fasilitas sekolah antara pusat dan daerah. Bahkan yang lebih memprihatinkan moral pelajar yang suul adab. Tentu saja hal ini sangat berpengaruh atas kualitas pendidikan bangsa.
Apalagi Pembelajaran Jarak Jauh (PJJ), pemerintah tidak serius dalam membantu kesulitan pelajar yang belum memilik perangkat PJJ yang harus ditempuh. Masyarakat banyak yang mengeluh akan hal ini. Belum lagi, pelajar yang memiliki daya tangkap lambat PJJ adalah momok dan membosankan.
Benarkah PTM 100% sebuah solusi? Jika benar, tugas negara haruslah mengawal dan menjaga pelaksanaannya di seluruh wilayah Indonesia. Dengan menyediakan sarana dan prasarana guna mendukung terlaksananya proses belajar mengajar. Tidak menyerahkan begitu saja pada pihak daerah, apalagi kepada masyarakat yang sudah lelah akibat badai pandemi. Memberikan kebutuhan biaya pada dinas terkait atau pihak-pihak sekolah yang bersangkutan. Tugas sebuah negara menjadi pelindung dan pengayom rakyat, sehingga tidak mencukupkan diri sebagai alat pengatur semata. Masyarakat harus di pastikan memiliki kesiapan bukan sekedar instruksi bahkan tuntutan yang memberatkan.
Paling tidak ada 2 hal yang harus dilakukan negara dalam memutus mata rantai penyebaran Covid-19 dan hal ini merupakan solusi prefentif.
Pertama: memutus penyebaran lokal yaitu dengan 3T. Upaya 3T atau tindakan melakukan tes covid-19 (testing), penelusuran kontak erat (tracing), dan tindak lanjut berupa perawatan pada pasien covid-19 (treatment)._
Kedua: memberlakukan pelarangan terhadap Warga Negara Asing (WNA) yang menjadi sumber virus, untuk masuk di wilayah Indonesia demi mencegah meluasnya penyebaran virus.
Lalu bagaimana cara Islam dalam menyelesaikan persoalan pendidikan di masa pandemi? Sistem Islam terbukti telah menjadikan generasi gemilang pada masa peradaban terbaik yakni Khilafah. Dengan begitu pendidikan yang diberikan selama ini terbukti gagal dalam menghadapi guncangan pandemi.
Jika selama ini kurikulum selalu berubah-ubah, karena sistem pendidikan sekuler tidak memiliki akar. Sedangkan kurikulum Islam bersumber dari Allah SWT, tentu saja yang menjadi landasannya adalah akidah Islam. Hal inilah yang menjadi landasan penentuan dan tujuan kurikulum hingga menjadi sebuah metode. Walaupun menuntut ilmu tidak harus di sekolah, belajar mengajar tetap berjalan sesuai dengan akidah Islam.
Pendidikan Islam bersifat sederhana namun memiliki hasil yang luar biasa. Tidak perlu teori yang bertele-tele seperti pendidikan saat ini. Namun mengedepankan praktik. Karena standar yang diraih bukan hasil akademik, namun pembentukan perilaku. Maka pendidikan dengan metode PJJ pun bisa berjalan.
Menempuh pendidikan tujuannya adalah membentuk kepribadian Islam dan membekali siswa dengan ilmu (tsaqafah) Islam serta pengetahuan yang berhubungan dengan masalah kehidupan. Jadi akan membentuk pribadi yang bertakwa secara hakiki. Hal inilah yang tidak ada pada pendidikan sekuler. Sehingga, pada saat siswa menghadapi krisis keguncangan pun terjadi pada mereka. Materi yang teoritis akan menjadi beban. Sehingga banyak siswa yang merasa jenuh dengan belajar daring.
Kurikulum pendidikan Islam mendorong siswa untuk terus tumbuh belajar dan produktif dengan metode Talqiyan Fikriyan sebagai metode pembelajaran. Semua ilmu yang diajarkan pada siswa didik diarahkan untuk membangun pemahamannya tentang kehidupan sekaligus menjadi landasan sikap dan perilaku. Semua ilmu diajarkan untuk mencerdaskan akal dan meningkatkan taraf berpikir sehingga siswa mampu menggunakan ilmu tersebut untuk menyelesaikan masalah kehidupan.
Demikianlah, sistem pendidikan dalam Islam. Negara wajib menjamin serta mengawal penuh. Negara pun bertanggung jawab baik dalam memberikan anggaran pendidikan ataupun memberi gaji guru. Inilah sistem pendidikan terbaik, sistem inilah satu-satunya harapan dalam menghadapi ancaman learning loss.
Wallahu’alam Bissawab.
[LM]