Kasus Jembatan Putus, Bukti Peran Negara Kian Pupus
Oleh: Yuke Octavianty
(Komunitas Pejuang Pena Dakwah)
Lensamedianews.com– Warga dan pelajar Kabupaten Cianjur dan Garut, Jawa Barat, terpaksa harus menggadai nyawa saat akan melakukan aktivitas sehari-hari. Pasalnya jembatan yang menghubungkan wilayah keduanya, hanya dihubungkan dua bilah bambu (detiknews.com, 31/1/2022). Miris.
Jembatan yang dulu dibangun tak kunjung diperbaiki karena terjangan banjir. Jembatan ini menghubungkan Desa Cimaragang, Kabupaten Cianjur dan Desa Cikarang, Kecamatan Sewu, Kabupaten Garut. Jembatan penghubung biasanya digunakan sebagai perlintasan para pelajar SMU, SMP, SD bahkan PAUD. Tak hanya itu, jembatan ini pun digunakan untuk menyalurkan hasil bumi ke desa tetangga.
Meskipun ekstrem, jembatan penghubung ini merupakan jalan penghubung “hemat waktu”. Karena sangat efektif dan efisien. Meskipun kerap memakan korban, tetap saja jembatan “ekstrem” ini menjadi primadona.
Pihak desa berjanji akan segera membangun jembatan penghubung. Namun, karena tersendat biaya dari pemerintah pusat. Dan Dana desa sangat minim, tentu perbaikan tak dapat dilakukan optimal dan maksimal.
Di Cianjur saja, dilaporkan ada 13 jembatan putus (detiknews.com, 7/1/2022). Tak hanya di Garut dan Cianjur. Daerah-daerah lain pun, mengalami kasus serupa. Seperti di Trenggalek, Brebes, Kediri, Bondowoso, Mataram-Lombok, dan masih banyak lagi (detiknews.com, 21/1/2022).
Prasarana yang dimiliki tiap daerah sangat minim. Sehingga mempersulit warga dalam beraktivitas. Tentu faktor tersebut akan memampatkan potensi yang dimiliki warga dan potensi suatu wilayah. Sangat berbeda dengan pembangunan sarana dan prasarana di kota-kota besar tertentu. Sebut saja kota Jakarta, atau kota-kota lain yang dipandang memiliki nilai ekonomi tinggi. Bahkan ada kota yang memiliki bandara pribadi demi kelancaran lalu lintas sektor ekonominya.
Inilah yang tampak saat ini. Membuat rakyat pun banyak bertanya. “Mengapa untuk pembangunan desa, anggaran sangat sulit? Sementara untuk infrastruktur kota-kota elite yang megah, dana begitu mudah meluncur?” Seolah negara “pilih kasih” dalam mengurusi rakyatnya.
Wajar saja. Saat negara berpijak pada sistem hedonis kapitalistik, tujuan-tujuan pembangunan diarahkan pada wilayah yang memiliki potensi ekonomi bagi negara. Wilayah yang memiliki potensi yang “memikat” investor swasta dan asing, semakin dipercantik dengan infrastruktur megah luar biasa. Untuk mempermudah penjualan aset yang dimiliki wilayah tersebut.
Sementara wilayah pedesaan, semakin terpuruk dan tertinggal karena negara tak mengurus infrastrukturnya. Artinya, negara “menjual” segala potensi wilayah yang “kaya” untuk swasta dan asing yang mengincar kekayaan sumber daya alam negeri. Ngeri luar biasa. Tujuan utamanya untuk kepentingan para investor dan oligarki pemilik modal. Negara bersikap tak peduli dengan nasib rakyatnya. Karena tak menghasilkan untung secara materi. Tak bisa dipungkiri, akhirnya kekayaan negeri pun habis tak tersisa. Padahal segala kekayaan alam yang ada wajib digunakan untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat. Namun dalam sistem yang cacat, peran negara pupus. Nihil dalam pengurusan umatnya.
Allah Subhanahu Wa Ta’ala berfirman, yang artinya, “Dan janganlah kamu berbuat kerusakan di bumi setelah (diciptakan) dengan baik. Berdoalah kepada-Nya dengan rasa takut dan penuh harap. Sesungguhnya rahmat Allah sangat dekat kepada orang yang berbuat kebaikan.” (QS. Al-A’raf: 56)
Islam sangat memperhatikan segala kebutuhan rakyatnya. Mulai sandang, pangan, papan hingga kebutuhan hidup lain, seperti kebutuhan akan fasilitas umum.
Seperti yang tertera dalam sepenggal kisah Khalifah Umar bin Khattab ra. Suatu hari khalifah Umar bin Khatab ra. melihat kondisi jalan yang rusak lalu Beliau berkata, yang artinya, “Aku akan segera perbaiki jalan itu, sebab Aku takut diminta pertanggungjawaban di hadapan Allah SWT hanya karena ada seekor unta yang terjungkal.”
Sistem yang amanah, tentu melahirkan para pemimpin yang jujur dan mengutamakan umat. Tak menghitung untung rugi dalam bentuk materi. Karena iman dan takwa telah tertancap dan menjadi pondasi dalam menjalankan tugas negara. Negara pun menjamin segala kebutuhan seluruh rakyatnya. Alhasil, sejahtera dari langit dan bumi pun tercurah melimpah. Inilah yang terlahir dari sistem Islam, satu-satunya sistem sahih, yang diterapkan secara menyeluruh. Wallahu a’lam bisshowwab. (RA/LM)