Masyarakat menjerit, harga minyak goreng melambung tinggi hingga mencapai Rp 28.000 per liter. Sebuah ironi bagi Indonesia yang menyandang sebutan Raja Sawit. Akhirnya pemerintah mensubsidi dan memberlakukan kebijakan minyak goreng dengan satu harga di seluruh Indonesia sebesar Rp 14.000 per liter selama 6 bulan ke depan. Warga menyerbu supermarket untuk mendapatkan minyak goreng murah.

Faktanya, subsidi yang bersifat terbuka rentan salah sasaran, sebab semua bisa mengakses dengan mudah, potensi munculnya panic buying yang di lakukan oleh konsumen dengan kemampuan finansial baik akan sangat besar, bahkan mungkin saja akan terjadi penimbunan oleh oknum untuk keuntungan pribadi.

Maka seharusnya pemerintah melakukan pengawasan yang ketat dan memastikan bahwa subsidi yang diberikan tepat sasaran. Selama ini fokus pemerintah hanya pada seberapa banyak subsidi yang telah digelontorkan, minus pengawasan dan pemastian apakah subsidi tersebut sampai ke tengah masyarakat yang membutuhkan atau tidak.

Hal yang tak kalah penting adalah segera menyelesaikan akar masalah mahalnya minyak goreng. Subsidi bukan solusi. Ibarat rumah yang bocor, solusinya adalah mengganti genteng yang bolong, bukan membeli banyak ember untuk menampung air agar rumah tak kebanjiran.

 

Widya Aliffianisha Latif,

(Bandung) 

[hw/LM]

Please follow and like us:

Tentang Penulis