Melansir dari tirto.id (13/01/2022), bahwa Herry Wirawan (36) dituntut oleh Kejaksaan Tinggi (Kejati) Jawa Barat dengan hukuman mati. Herry dituntut atas perbuatan keji yang telah memperkosa 13 santriwati di Madani Boarding School, Bandung, Jawa Barat selama 2016 hingga 2021. Herry merupakan pemilik dan pengasuh Madani Boarding School itu sendiri. Jaksa memberikan sanksi kepada Herry berupa membayar denda Rp500 juta dan membayar biaya restitusi kepada para korban Rp331 juta. Selain itu, Jaksa juga memberikan sanksi non material berupa pengumuman identitas, identitas terdakwa disebarkan, dan hukuman kebiri kimia.

Namun, hukuman mati tersebut banyak penolakan dari berbagai pihak. Seperti Peneliti Institute for Criminal and Justice Reform (ICJR) Maidina Rahmawati menilai sanksi hukuman mati bagi pelaku kekerasan seksual seperti Herry Wirawan tidak selaras dengan Pasal 67 KUHP. Selain itu Komnas HAM (Hak Asasi Manusia) juga tidak setuju karena hal itu melanggar hak asasi manusia itu sendiri, yaitu hak untuk hidup.

Polemik seperti ini niscaya terjadi dalam sistem sekuler saat ini sebab agama dipisahkan dalam kehidupan. Baik-buruknya ditetapkan oleh akal manusia yang lemah. Hukuman yang ada tidak mampu membuat efek jera, justru semakin banyaknya kejahatan. Kurangnya pemahaman agama pada masyarakat pun menambah rumit sistem sosial hari ini.

Padahal hukuman dalam Islam itu sangatlah adil sebab lahir dari aturan yang Maha Adil. Sebagai peraturan dari Allah untuk menyelamatkan manusia. Salah satunya melindungi keturunan dan memberantas kejahatan seksual. Dalam Islam, jika pelakunya muhshan (sudah menikah) sanksinya adalah had zina, yaitu rajam (dilempari batu) hingga mati. Jika pelakunya ghairu muhshan (belum menikah), sanksinya berupa jilid (cambuk) 100 kali dan diasingkan setahun. Semua dilakukan di khalayak umum, dalam artian tidak di tempat tertutup. Sehingga dapat menimbulkan efek jera, dan dengan izin Allah sebagai penebus dosa (jawabir). Semua itu hanya bisa diterapkan dalam sistem Islam yakni Khilafah ala minhaj an-nubuwwah._

Wallahu a’lam .

Edah Purnama, Bogor

[if/LM]

Please follow and like us:

Tentang Penulis