Korupsi Makin Menjadi di Negeri Demokrasi, Islam-lah Satu-satunya Solusi

Oleh: Yuke Octavianty

(Komunitas Pejuang Pena Dakwah)

 

Lensa Media News – Korupsi bak budaya yang terus membahana. Tak pernah berhenti menjadi sorotan negeri. Belum lama wakil DPR RI, Azis Syamsuddin, menjadi tersangka dalam kasus yang menyuap penyidik KPK yang tengah menyelidiki kasusnya di Lampung Tengah (kumparan.com, 24/9/2021). Nama lain yang juga menjadi pelaku korupsi adalah Andi Merya, Bupati Kolaka Timur, Propinsi Sulawesi Tenggara. Baru 3 bulan menjabat, langsung ditangkap KPK terkait kasus penyelewengan dana BPNB (Badan Penanggulangan Bencana Daerah) (geloranews.com, 22/9/2021). Dan masih banyak deretan pelaku korupsi yang lahir di dalam negeri demokrasi ini.

Ketua KPK, Firli Bahuri mengatakan “Dengan semangat dan roh antikorupsi, bersama kita ganyang dan hancurkan laten korupsi seperti laten komunis yang menjadi catatan kelam sejarah Indonesia,” demikian ungkapnya dalam peringatan G30S PKI yang jatuh pada tanggal 30 September 2021, hari ini (detiknews.com, 30/9/2021). Firli juga menyebutkan bahwa laten komunis akan merusak nilai kebangsaan, agama, budaya, moral dan etika namun dianggap sebagai kultur atau budaya bangsa sehingga menjadi hal yang biasa dan menjadi kebiasaan dalam kehidupan bermasyarakat.

Jika dibiarkan, perilaku koruptif lambat laun menjadi kelaziman yang zalim, karena bukan hanya merusak sendi-sendi perekonomian semata, namun dapat merusak hingga menghancurkan tatanan kehidupan berbangsa dan bernegara. Tidak ada kata lain, laten korupsi yang telah berurat akar di republik ini harus dibasmi tumpas mulai jantung hingga akar-akarnya sampai tuntas dan tidak berbekas,” demikian sambung Firli.

Korupsi inilah contoh nyata bahaya laten. Awalnya dilakukan secara sembunyi-sembunyi lama kelamaan menjadi sesuatu yang dianggap biasa dan membudaya. Dan tak dianggap sebagai dosa karena banyaknya pelaku korupsi.

Sungguh sangat disayangkan. Negeri ini digadang-gadang sebagai negara demokrasi yang memiliki nafas kemanusiaan yang adil dan beradab. Namun, justru fakta yang terjadi tak seindah teori yang dipaparkan. Kasus korupsi yang tak pernah mati menjadi tamparan keras bagi negara demokrasi. Dari sinilah kita seharusnya bisa bercermin. Bahwa sistem yang dianut saat ini adalah sistem yang gagal mewujudkan keadilan bagi seluruh rakyat Indonesia.

Kepentingan para elite politik selalu menjadi prioritas dalam sistem demokrasi kapitalistik. Asas manfaat dan materi dijadikan hal yang utama dalam setiap pengambilan keputusan. Wajar saja, kepentingan rakyat hanya dipandang sebelah mata. Pemandangan korupsi pun menjadi hal yang biasa. Karena setiap pemimpin tak peduli lagi terhadap nasib rakyat yang dipimpinnya.

Penggembosan lembaga antikorupsi pun makin tampak dari revisi UU KPK, pembentuk Dewan Pengawas KPK serta tes wawasan kebangsaan yang tak sesuai dengan prioritas utama pemberantasan korupsi. Ditambah lagi pengalihan pegawai KPK menjadi ASN (Aparatur Sipil Negara). Sangat tampak bahwa ada pihak-pihak tertentu yang menghendaki lemahnya pemberantasan korupsi.

Cacatnya sistem ini tak bisa terus di biarkan. Karena akan mengakibatkan rusaknya kehidupan seluruh umat. Sistem yang rusak ditambah minimnya akidah Islam menjadi sumber kerusakan kehidupan bernegara. Wajar saja jika gelombang kerusakannya tak bisa dibendung jika sistem yang diadopsi adalah sistem cacat yang gagal.

Para pemimpin dituntut untuk dapat menjaga harta rakyat dan dapat mengatur seluruh kebutuhan rakyat dengan adil dan bijaksana. Dengan pengelolaan sumberdaya alam yang ada untuk seluas-luasnya kebutuhan umat.

Dalam Kitab Tanbih Al Ghafiilin yang ditulis oleh Abu Laits al Samarkandi dikisahkan bahwa Khalifah Umar ra. pernah mengejar unta yang lepas, kemudian ditegur oleh Imam Ali ra. Lalu Umar menjawab, “Jangan engkau mencelaku, wahai Abul Hasan. Demi Tuhan yang telah mengutus Muhammad SAW. dengan kenabian, andaikan ada anak domba (zakat) hilang di tepi sungai Eufrat, pasti Umar akan dihukum karena hal tersebut di hari kiamat, sebab tiada kehormatan bagi seorang penguasa yang menghilangkan hak kaum Muslim”.

Luar biasa potret pemimpin masa Kekhilafahan. Sangat mengutamakan hak umat. Demi kehidupan sejahtera dengan rahmat Allah. Agar selamat dunia dan akhirat.

Solusi hakiki pemberantasan korupsi tak bisa dengan sistem lain selain Islam. Sistem Islam dengan dasar akidah Islam melahirkan para pemimpin yang amanah dengan penuh keimanan dan ketakwaan. Ditambah dengan sifat zuhud yang luar biasa. Pemimpin yang menjadikan umat sebagai prioritas utama dalam penyelenggaraan politik negeri. Sistem Islam dalam wadah yang dicontohkan Rasulullah Saw., Khilafah manhaj An Nubuwwah. Satu-satunya sistem sahih yang dijamin memberikan kesejahteraan bagi umat.

Wallahu a’lam bisshowwab.

 

[ra/LM]

Please follow and like us:

Tentang Penulis