Anomali Lonjakan Ekonomi ala Kapitalisme

Oleh: Uswatun al-Maghfirah

 

Lensa Media News – Lonjakan angka positif covid-19 masih terus terjadi diiringi perpanjangan masa PPKM Darurat level 4 oleh pemerintah pusat. Hal ini membuat masyarakat semakin khawatir akan terpuruknya perekonomian keluarga. Seolah menjawab itu, pemerintah mengumumkan kenaikan pertumbuhan ekonomi Indonesia pada kuartal 2 tahun 2021 yang mencapai angka 7,07% (cnbcindonesia.com, 7/8/21).

Perhitungan pertumbuhan ekonomi dilakukan dengan membandingkan Produk Domestik Bruto (PDB) tahun sebelumnya dan tahun ini pada kuartal yang sama. Satu tahun lalu, pertumbuhan ekonomi pada kuartal 2 terjun bebas di angka -5,32% (bps.go.id, 5/8/20).

Penggunaan metode perbandingan ini dipertanyakan oleh para pakar ekonomi. Mereka mengaitkan dengan kondisi lapangan dalam negeri yang jauh dari deskripsi mengalami pertumbuhan ekonomi. Rakyat masih merasakan kekurangan serta kesulitan dalam memenuhi kebutuhan pribadi. Angka pengangguran masih tinggi dan utang negara kian menggunung. Demikian pendapat Wakil Ketua Umum Himpunan Pengusaha Muda Indonesia, Anggawira (bisnis.com, 7/8/21).

Ekonom dari Institute for Development of Economic Finance (INDEF) menyebutkan bahwa pertumbuhan yang terjadi saat ini hanyalah kesemuan belaka. Hal ini berangkat dari sangat rendahnya angka pembanding pada tahun 2020 sehingga menghasilkan selisih yang tinggi. Hal semacam ini juga terjadi pada negara lain yang ada di dunia seperti Amerika, Singapura dan Cina (cnbcindonesia.com, 7/8/21).

Adanya keganjilan ini mengantar pada pertanyaan besar, yaitu apakah data pertumbuhan ekonomi benar-benar menginterpretasikan kondisi perekonomian negara? Dilihat dari perhitungan pertumbuhan ekonomi yang terjadi, PDB merupakan faktor kunci karena orientasi penghitungan ekonomi berasal dari sini. Data menunjukkan bahwa PDB yang ada merupakan PDB akumulatif. PDB dengan karakteristik semacam ini pada dasarnya tidak akan mendeskripsikan keadaan ekonomi masyarakat secara riil. Hal ini dikarenakan bagian masyarakat dengan kemampuan ekonomi rendah akan tertutupi oleh para konglomerat yang memiliki harta melimpah ruah. Padahal jumlah konglomerat sangat sedikit, hanya satu persen dari jumlah penduduk.

Pertumbuhan ekonomi semacam inilah yang diadopsi oleh sistem kapitalisme sehingga pertumbuhan ekonomi akan diikuti banyaknya pengangguran, kemiskinan, bahkan kelaparan. Pahit memang, tetapi inilah sistem yang saat ini mendominasi dunia. Maka tidak heran perekonomian dunia terus mengalami goncangan tanpa memeratakan kesejahteraan. Masihkah dipertahankan?

[lnr/LM]

Please follow and like us:

Tentang Penulis