Tren Ikoy-Ikoyan dalam Perspektif Islam

Oleh : Novi Sekar Sari

 

Lensamedianews.com-Akhir-akhir ini di dunia maya telah ramai dengan tren ikoy-ikoyan yang dilakukan oleh sejumlah influencer/selebriti bahkan olshop yang memberikan barang, bantuan bahkan uang secara acak sesuai dengan permintaan pengikutnya di media sosial, khususnya instagram. Tren tersebut telah menimbulkan pro dan kontra di kalangan masyarakat. Bahkan mulai dari selebriti hingga ulama memberi pandangan terkait tren tersebut.

Adapun tanggapan dari ulama, Buya Yahya, yakni apabila telah menganggap pengikutnya di instagram sebagai saudara, kemudian ingin memberikan hadiah secara acak, maka hukumnya sah, bukan termasuk berjudi. Sementara jika membeli kartu undian dan bayar, maka menjadi haram. Selain itu Buya juga mengatakan bahwa jangan sampai dengan tren ikoy-ikoyan ini, hanya mendapatkan mudarat, misalnya dengan cara yang yang tidak baik dan keluar dari syariat Islam.

Sementara menurut pakar psikologi Universitas Indonesia, A. Kasandra Putranto mengungkapkan bahwa tren ikoy-ikoyan dapat menimbulkan efek kebiasaan mengatasi kesulitan dengan meminta-minta bantuan kepada orang lain tanpa adanya usaha terlebih dahulu. Namun, bagi pemberi bisa saja menjadi bagian dari strategi marketing. Contohnya, imbal jasa atas apa yang dilakukan orang lain terhadap si influencer, misal membuatnya menjadi tenar, menambah followers, membangun image positif, dan atau membeli kesetiaan (Suara.com, 12/08/2021).

 

Tren Ikoy-Ikoyan Dalam Perspektif Islam

Tren ikoy-ikoyan atau biasa yang disebut tren minta-minta sudah ada dari dulu. Faktanya, di dunia hari ini 1% menguasai dan mengontrol 82% kekayaan dunia, 99% memperebutkan 18% kekayaan global. Di Indonesia sendiri, Penguasaan pemerintah Indonesia terhadap kendali perputaran ekonomi negeri hanya sebesar 30%. Perputaran ekonomi sebesar 70% ada pada kendali korporasi besar.

Hal ini akibat dari penerapan sistem kapitalisme sekuler termasuk dalam sistem ekonominya. Pemenuhan kebutuhan masyarakat dan individu dalam sistem ekonomi kapitalis di serahkan sepenuhnya kepada individu. Sedangkan pada sistem Islam, pemenuhan kebutuhan individu (sandang, pangan, papan) dan komunal (pendidikan,keamanan, kesehatan) dijamin sepenuhnya oleh negara. Jika sudah terjamin, tidak akan ada tren ikoy-ikoyan karena masyarakat dan individu sudah sejahtera.

Story of Civilization: “Para khalifah telah memberikan keamanan kepada manusia hingga batas yang luar biasa besarnya bagi kehidupan dan kerja keras mereka. Para khalifah itu juga telah menyediakan berbagai peluang untuk siapa pun yang memerlukan dan memberikan kesejahteraan selama berabad-abad dalam wilayah yang sangat luas. Fenomena seperti itu belum pernah tercatat (dalam sejarah) setelah zaman mereka.” (Will durant and Ariel)

Di era kepemimpinan  Amirul Mukminin Umar bin Abdul Aziz, Khalifah dari Dinasti Umayyah, mengutus seorang petugas pengumpul zakat, Yahya bin Said untuk memungut zakat ke Afrika. ‘’Setelah memungutnya, saya bermaksud memberikannya kepada orang-orang miskin. Namun, saya tidak menjumpai seorang pun,’’ ujar Yahya.

Rasulullah Saw. bersabda: “Hai Qabishah, sesungguhnya meminta-minta itu tidak boleh, kecuali bagi salah satu dari tiga golongan. Pertama, orang yang memikul beban tanggungan yang berat di luar kemampuannya. Maka, dia boleh meminta-minta sampai sekadar cukup, lalu berhenti. Kedua, orang yang tertimpa musibah yang menghabiskan seluruh hartanya. Maka, dia boleh meminta sampai dia mendapatkan sekadar kebutuhan hidupnya. Ketiga, orang yang tertimpa kemiskinan sehingga tiga orang yang sehat pikirannya dari kaumnya menganggapnya benar-benar sangat miskin. Maka, dia boleh meminta sampai dia mendapatkan sekadar kebutuhan hidupnya. Sedangkan selain dari ketiga golongan tersebut hai Qabishah maka meminta-minta itu haram, hasilnya bila dimakan juga haram.” (HR Muslim)

Hadis oleh Imam Ahmad dalam Musnad-nya (no. 17508), Yahya bin Adam dan Yahya bin Abi Bukair menuturkan kepada kami, mereka berdua mengatakan, Israil menuturkan kepada kami, dari Abu Ishaq, dari Hubsyi bin Junadah radhiallahu’anhu, ia berkata: Rasulullah shallallahu alaihi wasallam bersabda: “Barangsiapa yang meminta-minta padahal ia tidak fakir maka seakan-seakan ia memakan bara api.”

Berharap menjadi kaya bukanlah hal yang dilarang. Akan tetapi, harus memperhatikan jalan yang ditempuh untuk mendapatkannya, apakah sesuai dengan hukum syariat atau tidak? serta tidak melanggar larangannya seperti dengan meminta kepada manusia. Maka dari itu, sebagai seorang Muslim tidak dianjurkan meminta-minta jika tidak dalam keadaan fakir dan darurat. Meminta-minta dalam keadaan tidak fakir dan tidak darurat termasuk dosa besar, karena diancam dengan azab di akhirat. Allah Swt. memuji orang yang bersabar atas kemiskinannya, tidak meminta walau dia boleh meminta apabila terpaksa. Hal ini bukan melarang menerima pemberian orang yang kasihan kepadanya. Wallahu a’lam bishawab. [LM/Ra]

Please follow and like us:

Tentang Penulis