Mempertanyakan Solusi Kesejahteraan Buruh
Oleh: Dinar Rizki Alfianisa
(Kontributor Lensamedia)
LenSaMediaNews.com__Setiap tanggal 1 Mei diperingati ‘Hari Buruh Internasional’ di berbagai negara, di seluruh dunia termasuk Indonesia. Hari Buruh Internasional sendiri berawal dari aksi demonstrasi para buruh di Chicago, Amerika Serikat, pada tahun 1886. Para buruh menuntut jam kerja 8 jam per hari, 6 hari seminggu, dan upah yang layak. Aksi ini kemudian diwarnai dengan kerusuhan dan tragedi Haymarket Affair. Sejak saat itu 1 Mei diperingati sebagai Hari Buruh Internasional.
Setiap tahunnya, Organisasi Buruh Internasional (ILO) menetapkan tema Hari Buruh Internasional berdasarkan isu global yang sedang hangat diperbincangkan. Mengacu pada laporan ILO tentang Tren Ketenagakerjaan dan Sosial 2024, dua isu utama yang menjadi sorotan adalah tingkat pengangguran global yang tinggi dan kesenjangan sosial yang semakin melebar (tirto.id, 26-4-2024).
Tuntutan Buruh
Melalui momentum Hari Buruh Internasional ini, Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI) menuntut dua isu utama yakni mencabut “Omnibus Law” Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja dan Hostum, yang merupakan singkatan dari “Hapus Outsourcing Tolak Upah Murah.”
Beberapa alasan buruh menolak aturan tersebut di antaranya tentang upah minimun yang kembali pada upah murah, faktor outsourcing seumur hidup, PHK yang dipermudah, pesangon yang murah, serta masalah tenaga kerja asing yang mudah masuk ke Indonesia (cnbcindonesia.com, 29-4-2024).
Tuntutan buruh saat ini sebenarnya tidak ada bedanya dengan tuntutan-tuntutan sebelumnya. Karena, seluruh tuntutan yang ada merupakan usaha mereka untuk membuat hidup menjadi sejahtera. Jadi tuntutan yang diajukan oleh mereka setiap tahunnya yaitu menuntut kesejahteraan yang hingga kini belum mereka dapatkan.
Kegagalan Kapitalisme
Tuntutan buruh berupa kesejahteraan yang selalu berulang-ulang setiap tahunnya menjadi bukti gagalnya sistem kapitalisme dalam menjamin kesejahteraan hidup rakyatnya, terutama kaum buruh. 138 tahun sudah tuntutan mereka tidak memberikan dampak nyata bagi kehidupan.
Kapitalisme hanya melahirkan para pengusaha yang berorientasi pada keuntungan materi sebanyak-banyaknya dengan biaya produksi seminim-minimnya. Alhasil salah satu upaya untuk menekan biaya produksi adalah dengan memberikan gaji yang rendah bagi para buruh.
Beragam aturan negara dibuat, dengan klaim untuk melindungi nasib buruh, nyatanya justru banyak merugikan kaum buruh. Nasib buruh hari ini tergantung pada perusahaan, tak ada jaminan dari negara karena negara hanya berperan sebagai regulator dan penengah antara buruh dan perusahaan.
Negara dengan kekuasaannya justru membuat aturan yang lebih memihak kepentingan para kapitalis. Misalnya dengan hadirnya UU Cipta Kerja. Hal ini membuktikan bahwa penguasa dalam sistem ini berada dalam kendali korporasi yang dengan uangnya mampu “membeli” kekuasaan.
Jaminan Kesejahteraan dalam Islam
Islam sebagai sebuah sistem kehidupan memiliki solusi atas semua problematika kehidupan termasuk dalam hal kesejahteraan buruh. Kesejahteraan adalah hal yang wajib didapatkan oleh setiap individu dalam negara Islam karena hal itu merupakan amanah yang yang dibebankan kepada penguasa bagi rakyatnya.
Negara dengan segala perangkat dan kemampuannya akan melaksanakan syariat Islam yang mampu membawa kemaslahatan bagi setiap individu bahkan negara dan masyarakat.
Dalam hal perburuhan ini syariat Islam juga mengaturnya dengan baik. Islam memandang buruh adalah sama-sama pekerja yang wajib mendapatkan haknya dengan baik bukan sebagai budak korporasi yang hanya diambil keuntungan dari tenaganya saja.
Islam memandang masalah ini dengan akad ijarah (upah) sesuai kesepakatan kedua belah pihak antara pekerja dan perusahaan. Buruh sebagai pekerja akan bekerja sesuai dengan keahliannya dan mendapatkan upah sesuai kesepakatan di awal. Dari Ibnu Umar, ia berkata, telah bersabda Rasulullah SAW: “berikanlah upahnya kepada seorang pekerja sebelum keringatnya kering.” (H.R Ibnu Majah).
Hadis di atas menerangkan bahwa tidak boleh berbuat zalim kepada pekerja. Seorang majikan harus memberikan hak pekerja berupa gaji sesuai kesepakatan di awal dan di waktu yang telah disepakatinya juga. Maka dalam Islam juga negara tidak boleh menentukan upah minimum bagi pekerja karena bisa saja majikan berbuat zalim dengan memberikan upah yang tidak sesuai dengan pekerjaannya yang lebih berat, karena mengikuti aturan upah minimum.
Maka dalam Islam peran negara sangat penting bagi setiap individu termasuk kaum buruh, yakni menjamin kebutuhan hidup rakyatnya terpenuhi. Bagi masyarakat yang tidak mempunyai pekerjaan, negara akan memberikan kemudahan untuk memperoleh pekerjaan. Dan, bagi para pekerja yang tidak mampu memenuhi kebutuhannya disebabkan alasan syar’i seperti sakit, cacat, dan sebagainya, maka negara wajib memberikan bantuan dan memastikan setiap individu terpenuhi kebutuhannya.
Wallahu a’lam. [LM/Ss]