Paradigma Penguasa dalam Bernegara
Oleh: Agu Dian Sofiyani
Lensamedianews.com-Ironis. Saat Indonesia sedang menghadapi krisis kesehatan karena melonjaknya jumlah positif Covid-19, ICW menemukan dugaan keterkaitan anggota partai politik, pejabat publik, dan pebisnis yang memanfaatkan krisis untuk mendapatkan keuntungan dalam polemik Ivermectin (viva.co.id, 22/7/2021). Seperti diketahui, saat ini di tengah masyarakat beredar kabar bahwa Ivermectin dianggap sebagai obat untuk menangani Covid-19. Padahal, BPOM hingga saat ini masih belum mengeluarkan izin.
Epidemiolog UI, Pandu Riono menyesalkan banyaknya pejabat yang mempromosikan Ivermectin sebagai obat Covid-19. Padahal, ujar dia, belum ada hasil uji klinik yang menunjukkan bahwa obat cacing itu bisa menyembuhkan pasien Covid-19. Ia pun mengingatkan bahwa Ivermectin adalah obat keras yang tidak bisa dikonsumsi sembarangan tanpa resep dokter.
Sangat disayangkan, para penguasa yang harusnya menjadi pelindung rakyat nyatanya tak menyayangi rakyat. Saat rakyat didera berbagai krisis, dengan teganya mengambil kesempatan untuk meraup untung demi kepentingan pribadi. Hati nurani mereka hilang bak ditelan bumi.
Di sisi lain, temuan ICW ini semakin menunjukkan bahwa saat ini paradigma yang ada pada para penguasa bukanlah paradigma pelayan bagi rakyat. Mereka menjadikan paradigma bisnis dalam pengaturan urusan rakyat. Akibatnya hanya keuntungan yang menjadi prioritas, bukan kepentingan apalagi keselamatan rakyat. Kepentingan rakyat hanya menjadi slogan tanpa realisasi.
Mengapa bisa demikian? Jawabannya hanya satu, yakni karena saat ini kehidupan kita dijauhkan dengan agama. Agama hanya dibolehkan mengatur urusan ibadah ritual, adapun dalam kehidupan bernegara, agama dilarang untuk mengatur. Padahal Islam sebagai sebuah agama sekaligus ideologi yang sempurna, memiliki aturan yang komprehensif terkait urusan pemerintahan termasuk bagaimana seharusnya penguasa mengurus negara.
Dalam pandangan Islam, penguasa laksana penggembala dan akan dimintai pertanggungjawaban kelak oleh Allah SWT. di akhirat, sebagaimana sabda Nabi Saw., “Imam itu adalah laksana penggembala, dan dia akan dimintai pertanggungjawaban akan rakyatnya (yang digembalakannya).” (HR. Imam Bukhari dan Imam Ahmad dari sahabat Abdullah bin Umar ra.)
Karena memiliki paradigma inilah Umar bin Khattab ketika menjabat sebagai khalifah pernah berkata: “Kalau rakyatku kelaparan, aku ingin orang pertama yang merasakannya. Kalau rakyatku kekenyangan, aku ingin orang terakhir yang menikmatinya.” Beliau lebih mendahulukan terpenuhinya kebutuhan rakyat dibandingkan diri sendiri. Semua itu beliau lakukan karena khawatir akan dimintai pertanggungjawaban kelak di akhirat.
Siapa pun pasti akan merindukan sosok pemimpin sebagaimana Umar bin Khattab. Namun, sosok seperti beliau hanya akan bisa diwujudkan jika Islam tidak dipisahkan dalam kehidupan. Sebaliknya, justru Islam dijadikan sebagai dasar bagi kehidupan bernegara. Maka sudah saatnya kita mengembalikan Islam dalam kehidupan. Menjauhkannya justru telah terbukti membuat kita celaka dan tidak bahagia. Wallahu’alam. [LM/lnr]