Anak juga Manusia, Butuh Proses

Oleh: Sherly Agustina, M.Ag.

(Penulis dan pemerhati kebijakan publik)

 

Lensa Media News – Hadits yang diriwayatkan oleh imam At-Tirmidzi dan imam Al-Hakim dari sahabat Amr bin Sa’id bin Ash ra.: Nabi Saw. bersabda, “Tidak ada pemberian seorang ayah untuk anaknya yang lebih utama dari pada (pendidikan) tata krama yang baik.”

Setiap anak dilahirkan dalam keadaan fitrah, begitu sabda Baginda Nabi Saw. Anak dilahirkan seperti kertas putih tanpa noda. Tugas kedua orang tuanya untuk mengisi kertas tersebut, dengan isi yang baik atau buruk. Tentu bukan hal yang mudah sebagai orang tua yang memiliki tugas mengisi kertas kosong, apalagi jika tidak punya ilmunya.

Maka, setiap orang tua harus menimba ilmu tentang bagaimana cara mendidik dan membekali anak yang baik sesuai syariah. Ketika ilmu sudah didapat, aplikasinya tak semudah membalikkan telapak tangan. Harus mengenal karakter dan kebiasaan masing-masing anak. Cara mendidik pun berbeda antara anak yang satu dengan yang lainnya.

Orang tua dituntut kesabaran yang ekstra dalam mendidik anak. Kehidupan mereka berbeda jauh dengan kita sebagai orang tua. Tak bisa terus membandingkan kehidupan kita dengan anak, beda masa dan zaman. Terkadang sebagai orang tua kita berpikir, “kemarin kan sudah diajari, masa lupa, masa gak ngerti?”

Kita sebagai orang tua lupa, bahwa anak juga manusia biasa, mereka butuh proses. Bukankah sabda Rasul menjelaskan bahwa manusia itu tempat lupa, wajar jika mereka pun lupa tentang ilmu yang sudah kita beri. Butuh diulang berkali-kali, agar menjadi habits. Menjadi orang tua itu tidak mudah, apapun yang dilakukan akan ditiru oleh anaknya karena anak-anak pandai meniru kedua orang tuanya.

Jika habits kedua orang tuanya baik, maka anak akan meniru yang baik. Namun jika sebaliknya, anak meniru yang buruk. Dengan demikian, secara tidak langsung kedua orang tua telah mengajarkan hal yang baik ataupun tidak baik. Standar baik itu apa? Seperti apa yang Allah perintahkan dalam syariah.

Saat anak melakukan kesalahan, tugas kita sebagai orang tua adalah memberi tahu jika itu salah. Agar anak tahu mana yang salah dan benar sesuai syariah dan belajar dari kesalahan, seperti berdusta. Jangan membiasakan berdusta sejak kecil, katakan jujur walau misal tetap dimarahi atau diingatkan oleh kedua orang tua. Beri reward jika perlu saat anak berusaha berkata jujur, dan beri punishment jika anak beberapa kali berdusta atau melanggar janji dan kesepatakan.

Habits baik akan membentuk karakter anak dengan baik hingga dewasa. Maka, teladan dari kedua orang tua sangat penting. Misal orang tua mengajarkan pada anak untuk disiplin dan tepat waktu. Tapi kenyataannya, orang tua sering melanggar janji dan terlambat. Maka sulit bagi anak untuk bisa disiplin dan tepat waktu karena yang dilihat oleh anak bukan teladan yang baik dari orang tuanya.

Setiap orang tua mungkin tak sabar dalam membersamai anak berproses, sekali disampaikan harus dilakukan. Padahal, jika flashback pada masa lalunya mungkin mereka pun sama saat menjadi anak bagi kedua orang tuanya. Tak ada yang serba instan di muka bumi ini, semua butuh proses dan tahapan seperti anak tangga.

Oleh karenanya, pahala mendidik anak itu luar biasa jika bisa menjalaninya dengan baik. Karena tanggung jawab sebagai orang tua itu sangat besar. Jika salah mendidik maka seperti menanam investasi yang salah. Padahal, ketika kedua orang tua telah tiada di dunia, anak merekalah harapan satu-satunya. Berharap anak-anak yang dibesarkan dan dididik bisa menjadi anak yang shalih dan shalihah, yang terus mendoakan kedua orang tuanya.

Tulisan ini renungan bagi saya pribadi dalam proses mendidik dan membersamai anak. Bahwa mereka butuh waktu dan proses dalam memahami apa yang telah kita sampaikan sebagai orang tua. Tetap sabar dalam mendidik dan penuh kasih sayang. Bukankah kita sebagai orang tua tak rela anak kita terluka sedikit pun, buruk adabnya, salah akidahnya. Bukankah orang tua akan berkorban apa saja untuk anak sejak dia ada di rahim sang ibu?

Nabi Saw. bersabda, “Sungguh di dalam surga itu ada rumah yang disebut rumah kebahagiaan yang tidak dimasuki kecuali orang yang membahagiakan anak-anak kecil.” Hadits ini diriwayatkan oleh imam Abu Ya’la dari sayyidah Aisyah ra.

Wallahu a’lam bi ash-Shawab.

[ah/LM]

Please follow and like us:

Tentang Penulis