Negara Wariskan Gurita Utang

Oleh: Puji Ariyanti
(Pegiat Literasi untuk Peradaban) 

 

Lensa Media News – Utang pemerintah pusat membengkak. Periode April 2021 meroket menjadi Rp 6.527,29 triliun. Dengan jumlah itu, rasio utang pemerintah mencapai 41,18% terhadap Produk Domestik Bruto (PDB). Jumlah itu bertambah Rp 82,22 triliun dibandingkan dengan akhir bulan sebelumnya sebesar Rp 6.445,07 triliun. Perlu dicatat, utang luar negeri ini juga disebabkan utang pihak swasta, data Bank Indonesia (BI) menunjukkan pinjaman luar negeri swasta telah meningkat 12,6% pada kuartal I 2010 (Gelora.co, 3/6/2021).

Menurut Ekonom Institute for Development of Economics and Finance (Indef) Didik J Rachbini, total utang publik sekarang mencapai Rp8.504 triliun. Menurutnya di akhir periode, pemerintahan ini akan mewariskan lebih dari Rp10.000 triliun kepada presiden berikutnya. Menurut Didik J Rachbini bahwa utang badan usaha milik negara (BUMN) perbankan dan non perbankan yang pasti akan ditanggung negara jika gagal bayar mencapai Rp2.143 triliun (Gelora.co, 3/6/2021).

Pada 2019 utang yang diputuskan di anggaran pendapatan dan belanja negara (APBN) mencapai Rp921,5 triliun. Keperluan tersebut untuk membayar bunga, pokok dan sisanya menambal kebutuhan defisit. Jika penyebab utama dari bertambahnya utang ini adalah defisit anggaran yang diterapkan oleh pemerintah, artinya pemerintah lebih banyak melakukan pengeluaran daripada mengumpulkan pemasukan.

Dampak peningkatan utang ini jelas akan memberi beban yang amat berat pada generasi mendatang. Masuk akal jika pemerintah dengan berbagai kebijakan pajaknya akan melakukan penekanan pengeluaran dan penambahan pemasukan atau dengan cara peningkatan pajak.

Rakyat semakin tercekik, jika pemerintah melakukan penekanan pengeluaran anggaran. Dengan cara mencabut berbagai subsidi yang semestinya itu menjadi hak rakyat. Dengan kata lain rakyat adalah beban bagi pemerintah saat negaranya mengalami defisit anggaran. Jika sudah demikian rakyat terbebani pajak yang tinggi dan minimnya jaminan penghidupan dari pemerintah karena subsidi akan ditekan sekecil mungkin agar tidak membebani anggaran negara.

Pajak jadi andalan di setiap lini, karena sumber daya alam tak bisa diharapkan. Sebagai contoh kebijakan pajak pemerintah yang selalu menemukan berbagai cara baru dalam menekan rakyat antara lain jasa pendidikan seperti sekolah hingga bimbel akan kena pajak. Padahal Sebelumnya jasa pendidikan seperti sekolah tak dikenakan pajak karena termasuk kategori jasa bebas PPN.

Tingkat utang pemerintah yang tinggi yang didanai oleh utang luar negeri semakin mengkhawatirkan kedudukan bangsa ini. Hal ini berpengaruh dalam peta politik global. Asing bisa mendikte sebuah negara yang mempunyai beban utang sangat tinggi melalui syarat-syarat yang mereka ajukan dalam memberikan utang.

Inilah  permasalahan rumit yang pasti kita hadapi, yaitu  warisan utang yang sangat tinggi. Islam memberikan solusi terhadap masalah bangsa terkait dengan utang dan bagaimana membangun perekonomian negara. Yakni dengan cara: menetapkan sumberdaya alam, khususnya energi sebagai salah satu kekayaan milik umum. Rasulullah SAW bersabda,“ “Umat Islam berserikat dalam tiga perkara: air, padang rumput dan api.” (HR. Ahmad).

Seharusnya pemerintah Indonesia, sebagai pemilik sumber daya alam wajib mengelolanya untuk kesejahteraan rakyat dengan sebaik-baiknya, bukan diswastanisasi. Hal ini akan memberikan peluang keuntungan kepada pihak swasta, sehingga rakyat semakin jauh dari kata sejahtera.

Sejatinya tidak ada larangan berutang dalam Islam, baik individu, perusahaan, bahkan negara. Namun, hindari utang ribawi. Sebab utang ribawi adalah mekanisme utama kapitalisme dalam mendapatkan pendapatan sekaligus menancapkan hegemoninya di seluruh negeri di dunia ini. Sebagaimana negara pengutang lain di seluruh dunia, saat ini Indonesia terjebak dalam kubangan utang (debt trap). Indonesia harus membayar bunga pinjaman yang lebih besar dari utang pokoknya. Dan Indonesia benar-benar terlilit utang. Semakin besar jumlah utang yang diterima, maka semakin berat pokok yang harus dibayar termasuk bunga ribanya. Anak cucu kita sudahlah pasti akan menanggungnya, warisan yang mematikan, ironi! Allah SWT berfirman, “ Padahal Allah telah menghalalkan jual beli dan mengharamkan riba.” (Qs Al-Baqarah: 275).

Sejatinya sistem Islam adalah sistem yang sempurna. Sistem inilah yang akan memberikan kesejahteraan umatnya tanpa utang. Yakni dengan pengelolaan sumber daya alam yang telah Allah berikan untuk kita semua. Jika ada pengaturan yang sempurna dari Yang Maha Sempurna, mengapa kita masih meragukannya?

Wallahu a’ lam bish showab.

 

[ry/LM].

Please follow and like us:

Tentang Penulis