Kewajaran Bertendensi “Jangan Kecewa” , Egoisme Kapitalis

Oleh: Uswatun Al Magfiroh
(Mahasiswi) 

 

Lensa Media News – Di tengah pandemi Covid-19 yang belum menuai titik akhir, masyarakat Indonesia khususnya didera pula dengan banyaknya kasus korupsi yang menjerat bahkan orang sekelas bapak-bapak menteri. Mulai dari pembibitan lobster hingga dana bansos dilibas tanpa ampun oleh para tikus berdasi negeri ini. Sebuah kewajaran jika rakyat mulai sensitif dengan kinerja penguasa, lelah yang terkesan mengecewakan.

Uniknya di tengah situasi badmood ini pernyataan berbau pewajaran justru mencuat dari jajaran penguasa. Dengan alasan bahwa kemajuan di tengah maraknya korupsivitas merupakan hal positif yang harusnya menjadi alasan jitu bagi rakyat untuk tidak kecewa dengan kinerja rezim saat ini (pikiranrakyat.com, 3/5/2021).

Daripada disebut sebagai berpikir positif, hal ini justru cenderung sebagai sebuah pembelaan terhadap suatu yang salah, sehingga fokus rakyat terbelah. Pemikiran kritis terkait hal korupsi oleh rakyat sejatinya sebuah indikasi bahwa rakyat masih peduli dengan masa depan negeri ini. Kekecewaan yang timbul adalah fitrah manusia yang ada ketika kebatilan telah merajalela.

Namun, sikap kritis ini akan segera menghilang akibat kejenuhan dan keputusasaan dalam pencarian solusi jika mereka tidak mengetahui akar dari persoalan ini. Korupsi marak terjadi secara singkat akibat rusaknya pemerintahan yang menerapkan sistem sekuler di tengah-tengah negara. Sistem ini dengan bebas memisahkan kehidupan agama dengan kehidupan tata negara. Alhasil aktivitas penguasa terkait pengayoman publik hanya berlandaskan pada pikiran dan otak mereka tanpa dipengaruhi oleh konsep takut dengan Allah atau ketakwaan.

Padahal akhlak serta kejujuran hanya bisa terselenggara dengan baik dan komprehensif ketika seseorang memiliki ketakutan yang dalam pada Tuhannya. Hanya saja saat ini agama dan Tuhan hanya digunakan sebatas di masjid-masjid belaka. Sebagai pelengkap ibadah ritual semata.

Orang-orang dengan sistem sekuler pada dasarnya tidak memiliki standar kebenaran yang jelas. Karena standar kebenaran mereka dari akal yang terbatas yang tidak mengetahui semuanya. Sehingga akan mudah dikendalikan oleh hawa nafsu. Alhasil korupsi dan berbagai hal buruk lain biasa dilakukan. Bahkan merupakan jalan mereka memenuhi kebutuhan.

Hal ini berbeda jika sistem yang ada di tengah masyarakat merupakan sistem yang berasal dari Tuhan yang Maha Pengatur. Ia yang Maha Tahu segalanya tentu mampu menurunkan apapun yang sesuai dengan manusia agar manusia bisa hidup dengan tentram. Contohnya untuk pencegahan korupsi. Dalam Islam pencegahan korupsi dilakukan dengan konsep pertama, penguatan akidah yang kuat sehingga akhlak jujur tertancap kuat dalam diri manusianya.

Kedua, gaji dari pegawai cukup bahkan berlebih untuk memenuhi kebutuhan selain kebutuhan umum karena kebutuhan umum telah diakomodir oleh negara. Ketiga, adanya sanksi tegas bagi para koruptor. Penerapan ketiganya ini tidak akan objektif terjadi jika seseorang tidak memiliki rasa qauf (takut) pada Allah Tuhan yang Maha Pengatur.

Wallahu a’lam bish showab.

 

[ry/LM]

Please follow and like us:

Tentang Penulis