Ironi Ajakan Berbelanja Menjelang Hari Raya
Oleh: Neneng Sri Wahyuningsih
Lensa Media News – “Baju baru, Alhamdulillah.. Tuk di pakai di hari raya. Tak punya pun tak apa-apa. Masih ada baju yang lama”. Lagu masa kecil ini kembali terngiang-ngiang ketika hendak menyambut hari kemenangan. Meski bukan suatu kewajiban, namun khususnya di negeri ini seakan sudah menjadi tradisi untuk membeli baju baru saat lebaran tiba.
Seperti halnya ajakan yang dilontarkan oleh salah satu pejabat di negeri ini. Menteri Keuangan, Sri Mulyani mendorong masyarakat untuk tetap menyambut hari raya dengan suka cita dan membeli baju lebaran meski dilarang mudik. Hal ini dimaksudkan agar roda perekonomian tetap berjalan. Demi menyukseskan program belanja tersebut, pemerintah rela menyiapkan berbagai kebijakan seperti program Hari Belanja Nasional (Harbolnas) jelang lebaran dengan ongkos kirim yang disubsidi pemerintah. (wartaekonomi.co.id, 24/4/2021)
Merespon pernyataan mantan Direktur Pelaksana Bank Dunia di atas, sontak bermunculan cuitan di media sosial. Ada yang menyambutnya dengan positif, namun lebih banyak yang negatif karena menganggap himbauan yang disampaikan tidak relevan. Masyarakat masih diselimuti kepayahan akibat pandemi yang tak kunjung usai. Jangankan memikirkan beli baju lebaran, biaya untuk makan sehari-hari saja masih dalam angan-angan.
Kebijakan Paradoks
Bagi sebagian masyarakat yang berkecukupan, tentu aktivitas jelang hari raya ini tetap dilakukan. Apalagi didukung dengan kebijakan di atas. Akhirnya pusat perbelanjaan pun digandrungi para pemburu baju atau kebutuhan lebaran lainnya. Hal ini terjadi di berbagai daerah, terlebih yang sekarang sedang menjadi sorotan publik yakni pusat perbelanjaan di tanah abang. Terlihat jelas, padatnya mobilitas tak mampu dibendung.
Tak peduli harus berdesak-desakan, yang terpenting barang yang diidamkan berada di tangan. Protokol kesehatan pun tak lagi dihiraukan. Seolah kondisinya normal seperti dua tahun sebelumnya yang tanpa adanya virus berbahaya yang berkeliaran. Jika sudah berkerumunan seperti ini, tidakkah beresiko dengan munculnya klaster baru?
Miris melihat kondisi di atas. Di satu sisi pemerintah mengeluarkan kebijakan melarang mudik guna menghentikan penyebaran virus corona dan meminimalisir jumlah kenaikannya pasca lebaran. Namun di sisi lain, mengimbau masyarakat untuk tetap berbelanja dengan alasan perbaikan ekonomi.
Kebijakan pemerintah yang setengah hati dan tidak selaras ini membuat rakyat menjadi bingung serta semakin acuh akan kondisi yang sedang terjadi. Adapun berharap pada kesadaran masyarakat untuk tetap menjaga protokol kesehatan itu bagai pungguk merindukan bulan. Rakyat butuh panutan, sayangnya hal yang demikian sulit didapatkan.
Beginilah hidup dalam pusaran kapitalisme. Kebijakan yang dibuat lebih mengutamakan profit dan sarat kepentingan dibandingkan keamanan dan keselamatan. Selama sistem kapitalisme ini yang dijadikan pijakan, maka bukan tuntasnya permasalahan, justru semakin menambah persoalan.
Pandangan Sistemik
Islam sebagai rahmatan lil ‘alamin memiliki solusi untuk berbagai permasalahan yang terjadi di sekitar manusia. Dalam Islam, seorang pemimpin memahami betul bahwa urusan rakyat menjadi tanggung jawabnya. Ketika ada permasalahan, maka ia akan bersungguh-sungguh mencari cara penyelesaiannya hingga tuntas. Sebagaimana Rasulullah Saw. bersabda: “Imam (Khalifah) adalah raa’in (pengurus rakyat) dan ia bertanggung jawab atas pengurusan rakyatnya.” (HR Al-Bukhari)
Di samping itu, Islam mengajarkan bahwa keselamatan jiwa dan kesehatan manusia harus diutamakan dibandingkan yang lainnya. Sehingga kebijakan yang dibuat akan selaras demi tercapainya keselamatan jiwa rakyatnya. Rasulullah Saw. bersabda: “Hancurnya dunia lebih ringan bagi Allah dibandingkan terbunuhnya seorang mukmin tanpa hak” (HR. an-Nasa’i dan at-Tirmidzi).
Maka dalam permasalahan ini, pemimpin Islam dengan tegas dan serius akan menyelesaikan wabah dengan cara memisahkan aktivitas antara zona merah dengan zona hijau. Zona merah fokus isolasi mandiri untuk penyembuhan agar sehat kembali dan kelak mampu beraktivitas seperti sebelumnya. Sedangkan yang berada di zona hijau akan membantu mendongkrak perekonomian dengan beraktivitas seperti biasa. Dengan begitu, tingkat penularan virus dapat ditekan bahkan dihindari.
Adapun di saat pihak-pihak yang berada di dalam zona merah ini fokus penyembuhan, semua kebutuhannya akan ditanggung oleh pemerintah dengan menggunakan dana yang ada di baitul mal. Sehingga mereka tidak perlu khawatir agar tetap bertahan hidup.
Begitu indahnya aturan Islam. Semua kebijakan yang diterapkan bersumber dari Sang Pencipta yang memang mengetahui solusi terbaik terhadap setiap permasalahan yang ada. Rakyat pun tidak akan dibuat kebingungan mencari solusi sendiri karena sejatinya di kawal terus oleh pemerintah yang perhatian sepenuhnya untuk kemaslahatan rakyat.
Wallahu a’lam bishshawab.
[iui/LM]