Indonesia Deflasi, Rakyat Frustrasi, Akankah Negara Peduli?

Oleh: Sabila Herianti

 

LenSaMediaNews.com__Gawat, Indonesia kembali mengalami deflasi secara beruntun. Berdasarkan informasi dari Badan Pusat Statistik (BPS), Indonesia mengalami deflasi 0,12% pada September 2024. Ini merupakan deflasi kelima berturut-turut selama 2024 dan menjadi yang terparah dalam lima tahun terakhir pemerintahan Presidan Joko Widodo. BPS juga mencatat hampir semua provinsi di Indonesia mengalami deflasi. Hanya 14 provinsi yang justru terjadi inflasi secara bulanan. Dengan rincian, deflasi terdalam 0,92% month to month terjadi di Papua Barat, sementara inflasi tertinggi 0,56% month to month terjadi di Maluku Utara (bbc.com, 4-9-2024).

 

Adapun salah satu penyebab terjadinya deflasi secara lima bulan berturut-turut menurut Zulkifli Hasan selaku Menteri Perdagangan, ialah harga pangan. Ekonom Pangan dan Pertanian dari Center of Reform on Economics (CORE) Indonesia, Eliza Mardian juga mengatakan bahwa penyebab utama deflasi ini adalah kenaikan harga pangan yang sangat tinggi di akhir tahun 2023 hingga awal tahun 2024. Eliza memaparkan bahwa penyebab harga komoditas sayuran anjlok, yaitu adanya oversupply yang tidak diimbangi dengan kemampuan penyimpanan komoditas sayuran untuk jangka panjang, sehingga membuat banyak petani merugi karena membusuknya komoditas sayuran. Alhasil, daya beli masyarakat akan kebutuhan pangan, terutama masyarakat kelas menengah ke bawah menjadi menurun. Kondisi ini diperparah dengan banyaknya Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) (m.kumparan.com, 5-10-2024).

 

Fenomena rendahnya daya beli masyarakat akan terus terulang selama negara masih berpegang teguh pada sistem ekonomi kapitalis. Sistem ekonomi kapitalis dengan asasnya (sekularisme) meniscayakan adanya monopoli bahan pangan dan komersialisasi layanan publik. Terlebih lagi, sistem ini mengharuskan adanya masyarakat miskin demi eksistensi para kapital.

 

Akhirnya, dengan sistem ini negara hanya menjadi wadah yang memudahkan para kapital menentukan kebijakan dan menguasai kekayaan alam. Sistem ini juga membuat negara berlepas tangan terhadap kondisi rakyatnya. Rakyat yang tidak berdaya pun terpaksa berusaha sendiri mempertahankan kehidupannya. Mengingat harga bahan pokok semakin tinggi, ditambah jasa pendidikan dan kesehatan juga mahal. Banyak keluarga yang mengorbankan pendidikan dan kesehatan demi mencukupi kebutuhan makan sehari-hari. Tentu kondisi ini akan menciptakan generasi yang rendah kualitas kesehatan dan pendidikannya.

 

Padahal, kebutuhan masyarakat sudah seharusnya menjadi tanggungan negara. Sebagaimana negara Islam yang memenuhi kebutuhan pokok masyarakatnya secara tidak langsung, yakni dengan menciptakan lapangan kerja seluas-luasnya bagi para pencari nafkah, sampai tidak ada lagi seorang laki-laki (pemilik kewajiban mencari nafkah) yang tidak mendapatkan pekerjaan. Sehingga para ayah atau suami, mampu memenuhi kebutuhan dirinya dan juga keluarganya, bahkan tidak menutup kemungkinan mampu juga memenuhi kebutuhan kerabatnya. Jika terdapat warga nagara yang lemah dan tidak memiliki kerabat yang mampu menafkahinya, maka negaralah yang bertanggung jawab untuk menafkahinya.

 

Di samping itu, negara juga akan memenuhi kebutuhan dasar masyarakatnya, seperti keamanan, kesehatan, dan pendidikan. Dalam pemenuhan ini, negara secara langsung menciptakan layanan kesehatan dan pendidikan yang berkualitas dan mampu diakses oleh seluruh masyarakat dengan mudah, bahkan gratis. Negara juga melarang adanya komersialisasi layanan publik. Sehingga tidak ada lagi masyarakat yang mendapatkan diskriminasi jasa layanan akibat tidak mampu bayar. Sebab dalam Islam, semua warga negara, baik yang miskin maupun yang kaya berhak mendapatkan hak layanan publik yang berkualitas.

 

Dalam bidang keamanan, negara akan menggerakkan aparat keamanan yang amanah dan ahli pada bidangnya, serta menetapkan hukum sanksi Islam yang tegas dan menimbulkan efek jera bagi pelaku kejahatan atau kerusakan. Tentunya untuk memenuhi semua itu negara membutuhkan dana yang tidak sedikit. Namun, perihal dana bukanlah menjadi persoalan yang berarti bagi negara Islam dalam memenuhi kebutuhan seluruh rakyatnya.

 

Dalam sistem ekonomi Islam, negara dipastikan memiliki dana yang berasal dari baitul maal yang terdiri dari tiga pos pendapatan: pos kepemilikan negara, pos kepemilikan umum, dan pos zakat. Dalam pembiayaan pemenuhan kebutuhan pokok dan kebutuhan dasar rakyatnya, negara akan menggunakan anggaran pos kepemilikan umum, atau bisa juga pos kepemilikan negara. Dengan konsep perekonomian yang seperti ini tidak menjadi suatu hal yang mustahil bagi negara untuk bisa menyejahterakan seluruh rakyatnya. Wallahu a’lam. [LM/Ss] 

Please follow and like us:

Tentang Penulis