Giliran Hakim Menuntut Keadilan

Oleh: Susi Sukaeni

 

Lensa Media News – Ada yang menarik perhatian di akhir kepemimpinan Presiden Jokowi yang belum pernah terjadi sebelumnya. Ribuan hakim di pengadilan Indonesia akan cuti bersama selama 5 hari pada 7-11 Oktober 2024. Hal ini sebagai bentuk protes para hakim kepada pemerintah yang dinilai tidak mensejahterakan hakim. Gaji hakim tidak mengalami kenaikan selama 12 tahun. Padahal berbagai kebutuhan mengalami kenaikan harga yang signifikan.

Walau tidak ikut cuti bersama, jajaran hakim di PN Denpasar Bali menyatakan solidaritasnya dengan kompak menggunakan pita putih di lengan kiri saat menggelar persidangan. Alasannya para hakim di Bali baru saja berlibur dalam rangka merayakan hari raya Galungan dan Kuningan sehingga tidak etis jika mengambil cuti bersama.

“Ironis memang, di negeri yang konon katanya kaya raya, namun para aparat penegak hukum atau profesi lainnya sering mengeluh soal kesejahteraan mereka yang tak kunjung membaik, seiring kebutuhan ekonomi yang kian berat,” ujar Ketua Forum Doktor Muslim Peduli Bangsa (FDMPB) Dr. Ahmad Sastra (Ahmad Sastra.com, 2/10/2024).

Sebenarnya bukan hanya hakim yang mengeluh, namun guru dan dosen juga sering mengeluh karena minimnya gaji atau tak adanya kenaikan gaji. Termasuk para karyawan swasta juga sering mogok kerja memprotes besaran gaji yang rendah. Padahal gaji yang rendah berpotensi menjadikan hakim melakukan tindak korupsi. Maka, tak heran jika di negeri ini aparat penegak hukum sering terlibat suap-menyuap dengan orang yang berperkara. Akibatnya hukum justru melahirkan ketidakadilan karena tumpul ke atas alias orang kaya atau pejabat dan tajam ke bawah jika yang berperkara rakyat jelata dan miskin.

 

Gaji Hakim pada Masa Islam

Dalam Islam gaji akan disesuaikan dengan besar beban tanggungjawab dan profesionalitas para hakim disamping kondisi keuangan negara. Gaji hakim pada masa pemerintahan Islam semakin besar seiring dengan kemampuan keuangan negara yang meningkat. Pada masa khalifah Umar bin Khatab r.a, hakim digaji sebesar 10 dirham. Pada masa Khalifah Ali bin Abi Thalib r.a gaji hakim meningkat menjadi 500 dirham. Peningkatan gaji ini sebagai kompensasi dari peningkatan kualitas peradilan Islam. Hakim dipilih diantara orang-orang yang adil, berwibawa, ilmunya luas, cerdas dan berkinerja tinggi.

Seiring dengan peningkatan ekonomi, bani Umayah mengganti gaji hakim dari dirham (uang perak) ke dinar sebesar 10 dinar (uang emas). Gaji hakim meningkat menjadi 30 dinar pada masa bani Abbasiyah. Puncaknya pada masa keemasan bani Abbasiyah, khalifah Al Makmun menggaji Isa bin Mukandir sebagai hakim di Mesir mencapai 1000 dinar. Setara dengan 4,25 kg emas. Jika 1 gram emas seharga Rp 1000.000, maka nilainya mencapai 4,25 milyar. Satu penghargaan kepada hakim dengan angka yang fantastis.

Tingginya gaji hakim pada masa kehilafahan Islam sebanding dengan besarnya tanggung jawab dan profesionalitas hakim. Mereka tidak hanya menyelesaikan persengketaan namun juga memelihara hak umum juga menjaga penegakkan syariat Islam. Profesionalitas hakim menuntutnya untuk mencurahkan tenaga, waktu dan pikiran untuk menyelesaikan tugas peradilan. Mereka tidak punya waktu untuk mengurusi hal lain selain tugasnya sebagai hakim. Tidak ada istilah nyambi bisnis atau lainnya. Gaji yang mensejahterakan membuat hakim tidak mudah disuap dan diintervensi oleh kekuatan manapun termasuk penguasa.

Negara akan mampu mensejahterakan para pegawainya jika keadaan ekonomi negara dalam keadaan baik. Sejarah menunjukkan pemerintahan Islam mampu mencapai keadaan ekonomi yang mensejahterakan seluruh rakyatnya bukan hanya para pegawai negeri. Semua itu dikarenakan negara menjalankan sistem kehidupan Islam khususnya system ekonomi Islam di bawah naungan sistem Khilafah Islam. Dalam system ekonomi Islam sumberdaya alam berupa barang tambang, air dan energi adalah milik umum dan harus dikelola oleh negara. Hasil pengelolaan sda ini akan digunakan untuk kemakmuan dan kesejahteraan rakyat. Haram hukumnya jika negara menyerahkan pengelolaannya kepada swasta baik pribadi maupun korporasi, baik swasta dalam negeri maupun asing. Inilah sumber terbesar pemasukan negara.

Bandingkan dengan keadaan sekarang dimana negara menjalankan system ekonomi kapitalistik. Walaupun Indonesia negara kaya raya sumberdaya alamnya namun hampir semua dikelola oleh swasta bahkan oleh swasta asing. Sehingga sumberdaya alam tidak dikelola negara untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat. Wajar jika negara tidak mampu mensejahterakan para pegawainya. Gaji plus tunjangan hakim di Indonesia paling mentok di angka 30 jutaan dan tidak mengalami kenaikan selama 12 tahun. Tentu ini memberatkan para hakim di tengah kebutuhan yang terus meningkat dengan harga-harga yang terus melambung.

Wallaahu A’lam bishowwab

 

[LM/nr]

Please follow and like us:

Tentang Penulis