Butuh Kebijakan Mandiri untuk Mengendalikan Wabah
Oleh : Rohmah Suntari S.Pd
(Alumni UIN Sunan Kalijaga)
Lensa Media News – Menurut data statistik yang direalese oleh JHU CSSE COVID-19 Data, jika digambarkan dengan kurva per bulan Mei, angka kasus baru dan meninggal di Indonesia mengalami penurunan setelah sebelumnya mengalami lonjakan yang tajam pada bulan Februari. Meskipun demikian, dampak dari covid masih terus dirasakan oleh masyarakat di berbagai aspek kehidupan.
Dunia pendidikan merasakan betul bagaimana terbatasnya pembelajaran yang bisa diakses siswa dengan berbagai kendala yang muncul seperti kualitas sinyal, minimnya kuota serta keterbatasan yang lain. Tak heran jika di beberapa tempat malah tidak bisa terjadi aktivitas pembelajaran. Sementara adapula pembelajaran yang tidak efektif sehingga dominasi tugas tak jarang membuat anak stres.
Sektor ekonomi menjadi satu sektor yang benar-benar terasa dampaknya. Ekonomi merupakan suatu pilar kekuatan negara. Ketika ekonomi negara tersebut lemah, maka berdampak sektor-sektor lainnya. Dilansir dari BBC News Indonesia, dampak covid-19, 2,7 juta orang masuk kategori miskin selama pandemi (BBC News Indonesia, 17/02/2021). Menteri BUMN Erick Thohir mengungkapkan, sebanyak 3,5 juta orang harus kehilangan pekerjaannya akibat pandemi virus covid 19. (IDXChannel, 22/1/2021)
Kebijakan yang diterapkan saat ini mulai dari PSBB yang diperketat dan diperlonggar nyatanya belum mampu untuk menghentikan pandemi ini. Pemerintah sebagai ujung tombak kebijakan negara harus mengkaji sedalam-dalamnya persoalan ini hingga terwujud kebijakan yang mandiri berbasis kepentingan rakyat.
Sayangnya, selama ini pemerintah lebih mengikuti rekomendasi global, yang notabene mereka adalah para kampiun kepitalis yang tentunya dalam membuat solusipun menggunakan paradigma kapitalis . Sebagaimana yang dipahami kapitalis akan membuat solusi yang tidak mengabaikan keuntungan ekonomi bahkan meskipun harus mengorbankan nyawa manusia.
Hal ini dengan jelas bisa kita lihat melalui kebijakan pemerintah. Di satu sisi pemerintah melarang atau menutup tempat-tempat ibadah, pengajian-pengajian secara offline namun membiarkan mall-mall terbuka, bandara tetap beroperasi yang membuat turis-turis asing masuk, pariwisata dibuka lebar. Padahal tempat-tempat tersebut sama-sama akan menimbulkan kerumunan yang kemudian menjadi sarana virus tersebar.
Rapid test/ PCR dan sejenisnya yang berfungsi untuk mendeteksi dini dan melacak persebaran virus justru menjadi ajang komersialisasi. Pemerintah dengan nyata menunjukkan lebih keberpihakannya pada kepentingan para kapitalis dibanding bersungguh-sungguh menyelamatkan nyawa masyarakat. Kegagalan dalam menangani pandemi sesungguhnya tidak hanya lahir karena kebijakan secara teknis dijalankan melainkan juga ideologi kapitalisme sekuler yang tidak manusiawi.
Kini dunia membutuhkan alternatif kebijakan yang benar-benar berorientasi pada kemaslahatan umat untuk menghentikan pandemi ini. Alternatif kebijakan tersebut sudah Islam tetapkan sejak ratusan tahun lalu. Di mana pada saat yang sama peradaban Islam pernah mengalami pandemi di masa Umar bin Khattab.
Dengan konsep lockdown sebagaimana yang rasulullah perintahkan, dan juga memisahkan antara yang sakit dan sehat mampu untuk menekan persebaran virus. Mereka yang berada di wilayah tersebut dilarang untuk keluar dari wilayahnya dan orang di luar wilayah tersebut juga dilarang masuk. Bagi wilayah terpapar virus akan mendapat penanganan khusus. Sementara wilayah yang aman dari virus bisa menjalankan aktivitas sebagaimana biasanya. Serta didukung dengan sistem kesehatan Islam yang memberikan pelayanan kesehatan secara gratis akan memudahkan masyarakat dalam pengobatan.
Sistem ekonomi Islam akan mengatur kekayaan alam hanya untuk kepentingan rakyat dan negara, tidak akan dibiarkan segelintir orang menguasainya. Sementara sistem politik Islam yang menjadikan Alquran dan As-Sunah sebagai pedomannya, hanya akan menetapkan kebijakan yang sesuai dengan kehendak sang Pencipta, yakni Allah Swt. Setiap aturan yang datang dari sang Pencipta tentunya akan mendatangkan kemaslahatan bagi manusia.
Tidak ada celah bagi pemimpin zalim untuk berkuasa ataupun mengambil keuntungan dari kekuasaannya, karena akan ada sanksi berat dan menjerakan bagi siapapun yang melakukannya. Namun, konsep penanganan wabah yang demikian mustahil bisa diterapkan dalam sistem kapitalis-sekuler hari ini. Karena jelas ada pertentangan ideologi antara Islam dan kapitalis, sehingga Islam harus tegak ditengah-tengah kehidupan dalam bentuk institusi yakni Daulah Khilafah. Sistem Pemerintahan, yang telah Rasulullah contohkan yakni Khilafah Rosyidah.
[LM]