Tenggelamnya Nanggala-402, Benarkah Alutsista Indonesia Lemah?

Oleh : Emmy Emmalya
(Pegiat Literasi) 

 

Lensa Media News – Di pertengahan Ramadan kali ini Indonesia kembali dikejutkan dengan tenggelamnya Kapal selam KRI Nanggala-402 di perairan utara pulau Bali. Kejadian ini menorehkan duka yang sangat mendalam bagi rakyat Indonesia umumnya dan bagi keluarga prajurit angkatan laut pada khususnya.

Kapal itu tenggelam ketika melakukan perjalanan dari Surabaya menuju perairan selat Bali, kapal selam buatan Jerman tersebut hilang kontak dan tidak terdeteksi oleh radar (Tribunnews.com, 20/04/21).

Tenggelamnya KRI Nanggala-402 ini memunculkan berbagai analisa dari para pakar, salah satunya dari
Pakar Kapal Selam Institut Teknologi Sepuluh November Surabaya, Wisnu Wardana.

Menurut dugaan Wisnu, situasi yang terjadi pada kapal selam KRI Nanggala-402 itu diakibatkan faktor usia hingga sabotase. Selanjutnya Wisnu memaparkan bahwa Kapal Nanggala itu adalah kapal yang didesain tahun 80-an. Jadi menurut perkiraannya segala peralatan kapal itu masih menggunakan teknologi yang terbit di tahun 80-an
(Kompas.TV, (22/4/2021).

Meski sebelumnya, kapal selam ini sempat mendapatkan perawatan di galangan kapal Daewoo Shipbuilding and Marine Engineering, Korea Selatan, pada 2009-2012. Namun, menurut Wisnu perawatan kapal Nanggala-402 ini dari tahun 2012 hingga tahun 2020 belum diperbaiki lagi kondisinya.

Oleh karena itu, menurutnya ketidaksesuain teknologi pada kapal selam itu, sangat memungkinkan terjadi blackout, miss komunikasi atau disabotase, sehingga kita tidak bisa menanggulangi itu.

 

Potret Pertahanan Alusista NKRI

Indonesia saat ini hanya memiliki lima kapal selam. Dua buatan Jerman, termasuk KRI Nanggala 402. Dan tiga lainnya buatan Korea Selatan.

Melihat dari jumlah kapal selam Indonesia, tentu itu masih jauh dari ideal dengan kondisi Indonesia yang 62% wilayahnya lautan dan memiliki garis pantai sepanjang 81 ribu kilometer. Coba bandingkan dengan negara lain, Korut memiliki 83 kapal selam China 74, AS 66, Rusia 62 dan Indonesia kini dikurangi KRI Nanggala-402 , hanya memiliki 4 kapal selam.

Letak geografis Indonesia yang strategis dan berbatasan langsung dengan 10 negara tetangga di laut dan 3 di darat, sehingga memposisikan Indonesia sebagai negara yang berpotensi terjadinya kerawanan berupa ancaman militer dan non-militer (okezone.com, 20/9/2018).

Dari posisi seperti itu maka TNI Angkatan Laut harus memiliki kesenjataan strategis dan daya tangkal yang tinggi berupa Alutsista. Salah satu alutsista yang memiliki nilai strategis tinggi ini adalah kapal selam.

Fungsi kapal selam itu sendiri yaitu untuk penyergapan, penyerangan, sarana infiltrasi (penyusupan pasukan khusus, spionase dan sabotase), penyebaran ranjau secara terbatas, pencarian dan penyelamatan (search and rescue) di laut secara terbatas, Angkut/evakuasi VVIP secara terbatas dan penyerangan obyek vital di darat dan di laut.

Melihat fungsinya yang sangat vital, lalu mengapa Indonesia hanya mempunyai 5 kapal selam saja? Apa yang menyebabkan Indonesia tidak memiliki Alutista dengan jumlah yang ideal dan secanggih negara-negara lain?
Menurut pengamat militer Connie Rahakundini Bakrie, dalam peluncuran bukunya “Aku Adalah Peluru”, di Jakarta, Jumat (22/2/2019), mengatakan bahwa kekuatan militer mengikuti keadaan ekonomi, sehingga dapat dipastikan negara berkembang tidak akan bisa membangun kekuatan militer yang tangguh dan disegani (beritasatu.com, 22/2/2019).

Berkaca dari apa yang terjadi di Indonesia, dengan kondisi perekonomian yang masih bergantung kepada negara lain, maka akan sulit untuk bisa membangun pertahanan negara secara mandiri.

Apalagi Indonesia saat ini sistem kenegaraannya berada dalam bayang-bayang sistem kapitalisme yang meniscayakan selalu terjerat dengan sistem tersebut.

 

Sistem Pertahanan dalam Islam

Berdasarkan kitab Struktur Pemerintah Islam karya Syekh Taqiyuddin Nabhani, sistem pertahanan atau keamanan negara berada di bawah kontrol khalifah atau pemimpin negara.

Peran tentara dalam negara Islam adalah sebagai penjaga perbatasan dan juga mengemban dakwah dan jihad keluar negara Islam, sehingga peralatan untuk mendukung tugas itu akan dipenuhi oleh negara.

Untuk memenuhi kebutuhan angkatan militer, daulah Islam akan mengambil dari harta kepemilikan umum dan negara. Karena pengembanan dakwah merupakan kewajiban yang diemban negara maka ketersediaan teknologi untuk mendukung kewajiban tersebut akan diprioritaskan oleh negara.

Sehingga tidak akan ada cerita, tentara gugur karena alat tempurnya yang tidak mendukung atau tidak update teknologinya.

Karena, negara Khilafah adalah negara yang mandiri secara ekonomi sehingga mampu untuk terus mengupgrade alutsistanya. Dengan demikian angkatan militer yang dimiliki oleh negara Islam adalah angkatan militer yang tangguh dan disegani oleh seluruh negara.

Semoga tenggelamnya KRI Nanggala-402, menjadi pelajaran bagi Indonesia untuk selalu meningkatkan Alutsista demi menjaga eksistensi NKRI.

Wallahu’alam bish showab.

 

[ry/LM]

Please follow and like us:

Tentang Penulis