Impor Terus, Produsen Lokal Tak Terurus
Nampaknya angin segar bagi produsen lokal Indonesia mendengar seruan Presiden untuk membenci produk asing. Bagaimana tidak, dalam Pembukaan Rapat Kerja Nasional Kemendag secara virtual (4/3), Jokowi menyeru kepada masyarakat untuk menggaungkan produk dalam negeri, juga membenci produk-produk luar negeri. Cinta barang kita, benci produk luar negeri. Sehingga betul-betul masyarakat Indonesia menjadi konsumen yang loyal untuk produk-produk Indonesia. Bahkan Presiden sampai meminta produk asing ditaruh ditempat yang sepi pembeli.
Namun, seruan ini rupanya hanya retorika politik untuk memikat hati rakyat. Hal ini bisa dilihat dari data impor yang angkanya masih begitu tinggi di angka USD 141.568,8 juta pada Januari-Desember 2020, yang juga dilakukan pada sektor vital yang strategis (Kumparan.com, 06/03/2021).
Ini membuktikan bahwa seruan untuk membenci produk asing tidak berimbang dengan peta jalan pemerintah yang sungguh-sungguh untuk memandirikan kemampuan dalam negeri.
Faktanya Indonesia memang belum bisa terlepas dari produk asing. Menteri Perindustrian menjelaskan bahwa dibandingkan negara lain, Indonesia hanya menerapkan _safeguard_ bagi 102 jenis produk dan anti-dumping bagi 48 produk, yang artinya produk impor masih mudah masuk ke Indonesia (Kompas.com, 29/07/2020).
Tentu saja substitusi impor sebagai upaya yang dilakukan pemerintah bukan hal yang mudah, butuh waktu yang lama dan upaya yang jauh lebih fokus kepada produsen lokal. Ini adalah akibat dari ketimpangan sistem ekonomi kapitalis yang dengan jelas merugikan masyarakat Indonesia sendiri.
Berbeda halnya dengan cara Islam dalam menjamin sehatnya persaingan usaha. Mendukung penuh pengembangan produk dalam negeri, menolak tekanan global perdagangan bebas, dan menetapkan regulasi impor agar tidak menjadi jalan untuk menguasai negeri muslim. Maka kini saatnya kaum muslimin mendukung penerapan aturan Islam sehingga dapat memperbaiki perekonomian Indonesia. (Ah/LM)
Siti Komariah
Aktivis Muslimah