Prostitusi Anak, Siapa yang Bertanggung Jawab?
Prostitusi anak di Indonesia kembali merebak. Dilansir dari CNN Indonesia, kasus pekerja Hotel Alona yang diperkerjakan sebagai pekerja seks komersial (PSK) rata-rata remaja berusia 14-16 tahun (19/3). Saat ini Polres Metro Jaya telah menetapkan 15 anak yang menjadi korban dan telah dititipkan ke Pusat Pelayanan Terpadu Pemberdayaan Perempuan dan Anak (P2TP2A) dan Balai Rehabilitasi Sosial Anak Memerlukan Pelindungan Khusus (BRSAMPK). Polisi telah menetapkan tiga tersangka dalam kasus ini di antaranya Chynthiara Alona (pemilik hotel), DA (mucikari) dan AA (pengelola hotel). Alasan pelaku ialah untuk menutupi biaya pengelolaan hotel yang terdampak Covid-19. Akibatnya, ketiga pelaku dijerat Undang-undang Nomor 35 Tahun 2014 tentang Perlindungan Anak dan atau Pasal 296 KUHP dan atau Pasal 506 KUHP dengan ancaman pidana maksimal 10 tahun penjara.
Sungguh memprihatinkan kondisi perempuan dan anak saat ini. Mereka menjadi korban kejahatan seksual demi meraup keuntungan pihak tertentu semata. Tentu hal ini perlu adanya tindak tegas dan pencegahan prostitusi anak dari pemerintah. Undang-undang pidana yang ada seperti tidak membuat jera para pelaku. Begitu pula dengan media online yang sangat cepat dalam menyebarkan informasi. Maka perlu dilakukan penyaringan dan pemblokiran informasi terutama pada konten berbau pornografi dan pornoaksi.
Dalam bidang pendidikan, seharusnya remaja dipahamkan mengenai batasan-batasan interaksi antara laki-laki dan perempuan, serta mengenai segala sesuatu yang boleh dan tidak boleh dilakukan dalam berinteraksi. Selain itu, perlu diadakan penguatan nilai agama dalam setiap individu. Negara, orang tua, dan masyarakat wajib memberikan pengarahan bahwa hubungan seks hanya dibolehkan melalui pernikahan yang sah. Serta mencegah terjadinya praktek pergaulan bebas akibat kehidupan yang hedonis dan liberal. [LM]
Azzahra Oktavia
Cilebut Barat, Bogor
(Ah)