Bebaskan Parpol dari Ambisi Demokrasi

Oleh : Lia Aliana (Aktivis Muslimah)

 

Lensamedianews.com– Panggung perpolitikan nasional kembali memanas dengan drama perebutan kekuasaan yang melibatkan salah satu partai politik dengan pejabat tinggi istana. Hal tersebut bermula ketika sang ketua umum partai mengumumkan bahwa telah diselenggarakannya Kongres Luar Biasa (KLB) di Deli Serdang yang menghasilkan satu kesepakatan yaitu terpilihnya Kepala Kantor Staf Kepresidenan sebagai Ketua Umum yang baru.

Berita tersebut menuai berbagai tanggapan. Feri Amsari pakar hukum tata negara Universitas Andalas menilai bahwa Kongres Luar Biasa di Deli Serdang telah melanggar ketentuan hukum. Menurutnya dalam pasal 32 dan 33 Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2011 tentang Partai Politiķ, disebutkan bahwa masalah internal partai diselesaikan melalui mahkamah partai, jika tidak teratasi juga bisa menempuh gugatan ke pengadilan negeri (Tempo.co, 07/03/2021).

Sangat memprihatinkan, melihat realitas partai politik yang tak lepas dari sistem demokrasi. Parpol seharusnya mewakili rakyat dalam melakukan tugas dan fungsinya yaitu mengkritik serta menasihati pemerintah agar tidak bertindak sewenang-wenang. Namun saat ini mereka justru disibukkan dengan kisruh kekuasaan di internal partai.

Di sisi lain, pemerintah sebagai pemegang kekuasaan tertinggi, seharusnya mampu menjadi problem solver atau setidaknya menjadi penengah agar konflik tak berkepanjangan. Namun sikap apatis penguasa, seakan menutup mata dan berlepas diri dari persoalan yang menjerat antara parpol dan penguasa istana.

Dikutip dari Detiknews, Ketua Bappilu PD Andi Arief menilai Mahfud MD keliru dalam menyikapi kejadian KLB PD di Sumut. Andi Arief meminta Mahfud tidak melakukan pembiaran terkait KLB PD di Sumut yang menetapkan Kepala KSP Moeldoko sebagai Ketum PD.

“Pak Prof, mohon maaf kali ini keliru. Independensi wajib dihormati tetapi perbuatan melanggar hukum harus dicegah. Jangan dilakukan pembiaran,” kata Andi dalam cuitannya (07/03/2021).

Setelah sebelumnya Menteri Polhukam menyatakan bahwa permasalahan tersebut merupakan persoalan internal partai dan belum dilaporkan secara hukum. Hal tersebut merujuk pada sikap pemerintah di masa sebelum-sebelumnya yang tidak pernah ikut campur dalam masalah internal parpol.

Berpolitik dalam demokrasi sesungguhnya merupakan seni meraih kekuasaan dengan cara apapun. Sebab sekularisme sebagai asasnya telah memisahkan peranan agama dari kehidupan termasuk dalam bernegara. Maka untuk memuluskan keinginan dan kepentingannya segala upaya akan ditempuh tanpa mengenal surga ataupun neraka. Sehinga perebutan kursi kekuasaan merupakan hal yang biasa mewarnai perpolitikan di sistem demokrasi.

Bertolak belakang dalam sistem Islam, yang memandang kekuasaan sebagai amanah dan akan dimintai pertanggung jawabannya di _yaumil akhir._ Sedikitpun tak ada ambisi untuk saling mengalahkan. Justru sahabat rasul juga para khalifah setelahnya sangat berhati-hati dalam memegang jabatan kekuasaan. Hal tersebut disebabkan karena Islam telah dijadikan asas dalam seluruh aspek kehidupan, termasuk di ranah perpolitikan.

Selain dijadikan asas dalam berpolitik, akidah Islam juga menjadi landasan berpikir. Para anggotanya terikat satu sama lain dengan ikatan ukhuwah, sehingga kepentingan, egoisme, dan hawa nafsu tunduk pada syariat. Karena pada dasarnya kedaulatan ada di tangan syara.

Eksistensi partai politik dalam Islam dalam rangka mengurusi kepentingan rakyat. Tugas mereka diantaranya mengedukasi serta mengkondisikan umat untuk patuh dan taat pada syariat. Maka tujuan utama keberadaan parpol adalah menyeru, mengajak, juga mendakwahkan hukum-hukum Allah. Sebagaimana dalam kalam Allah SWT, “Dan hendaklah di antara kamu ada segolongan orang yang menyeru kepada kebajikan, menyuruh (berbuat) yang makruf, dan mencegah dari yang mungkar. Dan mereka itulah orang-orang yang beruntung” (QS. Ali-Imron: 104).

Berdasarkan ayat di atas, maka jamaah dalam hal ini adalah partai politik memiliki peranan untuk mengingatkan kebaikan dan menjauhi keburukan. Baik itu dilakukan kepada individu, organisasi bahkan negara. Sehingga selayaknya sebuah parpol beraktivitas untuk mengawasi juga mengoreksi penguasa dalam menunaikan amanahnya sebagai wakil rakyat.

Inilah tugas dan fungsi partai politik dalam negara yang menerapkan Islam secara kaffah. Meskipun sistem pemerintahannya berasaskan syariat, namun pelaksananya adalah manusia biasa dengan segala kelemahan serta kekurangannya. Maka, ada kemungkinan terjadinya penyimpangan amanah dan kekuasaan. Oleh sebab itu rakyat sebagai bagian dari parpol bertanggung jawab meluruskan kembali agar sesuai syariat.

Dengan demikian, tidak ada cara lain untuk membebaskan parpol dari ambisi kekuasaan demokrasi selain merubah ide sekuler menjadi pemikiran Islam. Membuang sikap pragmatis dan apatis kemudian menggantinya dengan perjuangan Islam ideologis. Itulah satu-satunya cara yang dapat ditempuh agar partai politik tidak lagi berada dalam kungkungan demokrasi.

Wallahu a’lam bishshawab.

(Ah/LM)

Please follow and like us:

Tentang Penulis