Perempuan, Peran Melangit yang Dilupakan

Oleh: Putri Dwi Kasih Anggraini

 

Lensa Media News – Hari perempuan telah berlalu tepat pada tanggal 8 Maret sebagai peringatan, evaluasi, serta menggelar komitmen atas problem yang dihadapi perempuan di dunia, terlebih dalam kondisi pandemi. Hari Perempuan Internasional tahun ini mengangkat tema “Wanita dalam kepemimpinan: Mencapai masa depan yang setara di dunia COVID-19. Visi dunia untuk membawa wanita ke jantung ruang pengambilan keputusan dalam kepemimpinan menjadi visi UN women 2030, yang sejalan dengan SDG’s, serta visi dari Deklarasi Beijing dan Platform Aksi sehingga dapat mewujudkan kemajuan di dunia yang lebih sejahtera, adil, dan inklusif (https://www.unwomen.org/en).

Kesetaraan gender menjadi poin penting dalam agenda setting dari lembaga internasional UN women yang kemudian diikuti oleh Negara-negara yang berada dibawah naungan PBB. Narasi yang dibangun pada dunia bahwa persoalan wanita yang ada sampai hari ini seperti kekerasan seksual atau fisik, kemiskinan, tingkat pendidikan yang rendah, beban dalam pengasuhan anak, dikarenakan posisi perempuan masih dinomorduakan atau tidak adanya kesetaraan. Maka harus dikembalikan kepada perempuan dalam mengambil keputusan diseluruh aspek kehidupan.

Persoalan perempuan selalu hangat diperbincangkan. Apa yang dihadapi perempuan membutuhkan cara berpikir yang mendasar dan menyeluruh. Asal usul diskriminasi dan eksploitasi atas perempuan sejatinya bermula dari kezaliman sistem kapitalis liberal yang diterapkan di barat hingga melahirkan gerakan feminisme di abad 18. Wajar, kondisi pelik tersebut dialami oleh masyarakat saat itu hingga hari ini tetap dirasakan. Ya, semua berasal dari penerapan sebuah sistem buatan manusia. Maka inilah akar persoalan yang urgent untuk dituntaskan.

Persoalan perempuan tidak bisa dipisahkan dari masyarakat secara umum karena perempuan bagian dari masyarakat. Penciptaan perempuan oleh Allah dengan karakternya yang berbeda dari laki-laki. Perbedaan, kelebihan, kekurangan yang dimiliki baik laki-laki maupun perempuan tidak dalam pembahasan apakah ada kesetaraan atau tidak. Aturan-aturan yang Allah tetapkan dalam syariat-Nya ada yang sama taklif (beban) nya seperti kewajiban sholat, menuntut ilmu, berdakwah, larangan berzina, meminum khamar dan sebagainya.

Ada juga aturan-aturan yang diberikan khusus sesuai karakter dari jenis kelamin seperti batasan aurat laki-laki dan perempuan yang berbeda, hak dan tanggung jawab kepemimpinan pada laki-laki, hak dan tanggung jawab pengasuhan anak pada perempuan, kewajiban penafkahan pada laki-laki, larangan bersafar tanpa mahrom bagi perempuan, larangan menggunakan emas dan kain sutera bagi laki-laki.

Semua aturan khusus tadi sama sekali tidak dalam konteks pembahasan kesetaraan atau tidak. Aturan tersebut penilaiannya hanyalah ada ketakwaan atau tidak. Aturan tersebut juga menjadi solusi bagi manusia yang memberi maslahat sekalipun tak mampu dilihat secara kasat mata. Keimanan yang menjadi ketundukannya. Ia yakin dari aturan tersebut pasti membawa kebaikan di dunia maupun di akhirat. Jelas pandangan ini ditentang oleh manusia berpikir sekuler liberal yang segala sesuatu diukur dengan materi atau asas manfaat yang kasat mata.

Paling menarik untuk dipahami perempuan adalah menyamakan peran melangit yang menjadi visinya. Peran melangit yakni peran yang tidak hanya untuk kebaikan dunia, namun juga akhirat, tidak hanya untuk kepentingan dirinya namun kepentingan masyarakat. Peran ini diberikan Allah menjadi tanggung jawab sekaligus tantangan bagi perempuan.

Mengembalikan peran perempuan sesuai fitrahnya otomatis turut menyelesaikan persoalan perempuan dengan catatan tambahan harus disertai peran negara yang sama-sama tunduk pada perintah Allah. Maka tidak perlu bagi kita untuk menginjeksikan ide HAM dengan kebebasannya ala Barat yang terus mengundang masalah. Juga tidak terjebak pada tawaran solusi semu dan emosional dari kaum pegiat kesetaraan gender-feminisme, terbukti tidak mampu menyelesaikan persoalan perempuan sampai hari ini.

Peran perempuan muslimah sebagai ummu wa rabbatul bait (ibu dan pengatur rumah tangga) serta ummu ajyal (ibu pencetak generasi) sejatinya adalah model canggih pemberdayaan muslimah dalam Islam. Ia memegang peranan penting dalam mempertahankan keluarga sekaligus aktif berjuang memperbaiki dan menjaga kondisi masyarakat sebagai bentuk aktivitas politik yakni amar ma’ruf nahi mungkar. Maka dibalik perannya tersebut tertopang 3 misi sekaligus yakni;
1. Menjadi intelektual peradaban
2. Penggerak opini di tengah umat sehingga ia harus terus mengasah kecerdasan literasinya (sebagai bekal mendidik anaknya)
3. Menjadi ibu generasi penakluk dengan mengawal cita-cita besar umat manusia pada diri anak-anaknya dengan keteladanan seorang ibu ditengah masyarakat

Jadi, sudah saatnya muslimah kembali pada peran langit tersebut yang mampu memuliakannya.

Wallahu’alam.

[ry/LM]

Please follow and like us:

Tentang Penulis