Moderasi, Noda dalam Pengajaran Sejarah Islam

Oleh :  Hanna Az-Zahra
(Mahasiswi dan Aktivis Muslimah) 

 

Lensa Media News – Kementerian Agama meminta guru madrasah pengampu mata pelajaran Sejarah dan Kebudayaan Islam (SKI) untuk menyampaikan materi secara komprehensif. Tujuannya agar siswa memiliki pandangan yang utuh atas fakta-fakta sejarah Islam yang terjadi. Hal ini disampaikan oleh Zain secara daring kepada puluhan Guru Mata Pelajaran SKI dalam workshop Pengembangan Kompetensi Guru Sejarah Kebudayaan Islam MA/MAK (Kemenag, 26/02/2021).

Artinya, guru mata pelajaran dalam menjelaskan suatu peristiwa yang terjadi dalam sejarah tidak hanya cukup menjelaskan perkembangan ilmu pengetahuan yang berkembang saat itu tetapi juga perlu juga mengolaborasi bagaimana sikap dan perilaku umat Islam pada saat itu. Zain menambahkan metode komperehensif ini tentunya akan memiliki andil untuk membentuk generasi muda yang moderat (Edukasi, 26/02/2021).

Sumbangsih besar yang diberikan peradaban Islam pada peradaban dunia dianggap karena gayanya yang moderat, inklusif, terbuka dan toleran. Anggapan ini merupakan kesimpulan yang tidak mendasar. Sebab bila benar pendidikan sejarah di Indonesia akan menerapkan pengajaran yang komperehensif, maka semestinya penting untuk mengajarkan dan memahami sejarah secara utuh dengan tidak mendistorsi materi kekuasaan Islam dan khilafah yang merupakan bagian utama dalam kejayaan peradaban Islam.

Lebih dari itu sejatinya moderasi Islam tidak dikenal dalam sejarah kaum Muslimin. Penjelasannya pun tidak ditemukan dalam kitab-kitab turats (hasil karya yang didominasi karangan ilmuwan bangsa-bangsa Timur Tengah), para ulama salafus shalih, kitab mu’jam fiqih ataupun yang lainnya.

Juga meskipun moderasi diambil dari istilah ummatan wasatton, nyatanya makna ini tidak berdasar karena ditinjau secara bahasa dan ma’tsur (suatu penafsiran yang lebih banyak terfokus kepada sumber penafsiran dengan menggunakan riwayat-riwayat) menurut imam At-Thabari (dalam Muslimah Media Center, 2021) memiliki arti umat terbaik yang berbeda dengan umat yang lain, sehingga jika dikaitkan dengan moderasi islam di Indonesia sama sekali tidak ada hubungannya.

Dokumen lembaga Amerika Serikat RAND Corporation yang ditulis oleh Cheryl Behard pada 2003 (dalam Muslimah Media Center, 2021) menjadi bukti yang nyata bahwa upaya moderasi Islam sebenarnya justru merupakan rencana global barat untuk mensekularisasikan umat Islam agar mencegah bangkitnya kembali sistem Islam di dalam kehidupan ini.

Moderasi Islam mendukung demokrasi, pengakuan HAM, kesetaraan gender dan kebebasan beragama, terutama dalam hal menghormati sumber hukum non agama, menentang terorisme, dan kekerasan sesuai tafsiran barat. Pandangan inilah yang disebut sebagai karakter Islam yang damai.

Islam moderat membuat umat muslim mengabaikan ajaran Islam yang qath’i (pasti), seperti superioritas Islam atas agama dan ideologi lainnya. Oleh karena itu, umat Islam semestinya waspada dari ancaman sistematis ini yang akan semakin menjauhkan mereka dari penerapan islam secara kaffah.

Atas dasar itu perlu disadari bahwa keberadaan pengaruh sumbangsih Islam pada kebangkitan dunia. Tentu tidak lain, karena penerapan Islam kaffah melalui institusi negara yaitu Khilafah. Sesuai dengan pernyataan Dr. Daud Rasyid Sitorus, Lc, MA (dalam Muslimah Media Center, 2021) yang mengatakan bahwa dalam rentang sejarah selama 14 abad umat Islam berada di dalam naungan khilafah dan tidak pernah tidak memiliki seorang khalifah yang memimpin mereka, hingga kemudian berakhir saat keruntuhan khilafah pada tahun 1924 M.

Di dalam sejarah, bukti tentang adanya Khilafah tidak dapat terbantahkan dan dapat ditemukan dalam kitab-kitab Tarikh yang ditulis baik oleh ulama terdahulu maupun ulama yang mutakhir. Sepanjang sejarah kekhilafahan sangat jelas tidak ada satupun hukum yang diterapkan kecuali hukum Islam yang mencakup seluruh aspek kehidupan mulai dari pendidikan, sosial, ekonomi, politik, sanksi hukum, pemerintahan, juga termasuk politik luar negeri.

Wallahu a’lam bish shawab.

 

[LM]

Please follow and like us:

Tentang Penulis