Jilbab Digugat Bukti Fobia Terhadap Syariat

 

Oleh: Kunthi Mandasari
Pegiat Literasi

 

 

Lensamedia.com– Sejak polemik jilbab di salah satu sekolah negeri Padang viral. Datang berbagai desakan untuk mencabut Perda intoleran. Hasilnya aturan terkait pemerintah daerah dan sekolah negeri tentang seragam beratribut agama tertuang dalam Surat Keputusan Bersama (SKB) 3 Menteri dikeluarkan.

 

Aturan di dalamnya menyatakan bahwa Pemda maupun sekolah tidak diperbolehkan untuk mewajibkan atau melarang murid mengenakan seragam beratribut agama. SKB tersebut ditandatangani oleh Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nadiem Makarim, Menteri Dalam Negeri Tito Karnavian, dan Menteri Agama Yaqut Cholil Qoumas.

 

Menurut Menag, lahirnya SKB 3 Menteri ini merupakan upaya untuk mencari titik persamaan dari berbagai perbedaan yang ada di masyarakat. Ia mengatakan, SKB 3 Menteri bukan memaksakan agar sama, tetapi masing-masing umat beragama memahami ajaran agama secara substantif, bukan hanya simbolik. (kompas.com, 05/02/2021)

 

Masih dari sumber yang sama, Mendikbud Nadiem Makarim menekankan hak untuk memakai atribut keagamaan adanya di individu. Individu itu adalah guru, murid, dan orang tua, bukan keputusan sekolah negeri tersebut. Bahkan jika ada sekolah yang diduga melakukan pelanggaran terhadap SKB 3 Menteri ini bisa melaporkan langsung kepada sejumlah alamat yang telah disediakan. Apabila telah terbukti sejumlah sanksi siap menanti.

 

Ketua MUI Pusat Dr. Cholil Nafis memberikan pandangannya berupa peninjauan ulang atau pencabutan karena tidak mencerminkan lagi adanya proses pendidikan. Pada usia sekolah itu memang perlu dipaksa melakukan yang baik dari perintah agama karena untuk pembiasaan pelajar. (hidayatullah.com, 06/02/2021)

 

Begitulah seharusnya fungsi pendidikan, yakni mampu menciptakan insan yang bertakwa. Antara pemikiran dan perilaku bisa berjalan selaras sehingga menghasilkan sakhsiyah islamiyah (kepribadian Islam). Bukan sekedar mencetak siswa berprestasi, tetapi lupa terhadap penerapan nilai agama.

 

Lahirnya SKB ini justru bisa mendorong adanya kebebasan berperilaku. Namun, benarkah setiap individu memiliki kebebasan berperilaku? Bahkan dalam menggunakan atribut keagamaan di sekolah mereka? Mengingat pelarangan berjilbab dilakukan di sebagian besar sekolah di kabupaten dan kota di Bali. Namun tidak ada kebijakan yang mampu menghapus ketetapan pelarangan atribut beragama di sana.

 

Keberadaan SKB 3 Menteri akan semakin merugikan siswa muslim yang berada di daerah minoritas. Karena SKB ini tidak mungkin menghapus regulasi daerah yang melarang memakai identitas agama. Alhasil, harapan adanya kebebasan berjilbab bagi siswi Muslimah di daerah minoritas tidak bisa terwujud melalui SKB ini.

 

Lahirnya SKB 3 Menteri justru menegaskan adanya fobia terhadap syariat yang diidap oleh rezim sekuler saat ini. Intoleran hanya berlaku jika yang menjadi korban adalah nonmuslim. Namun, intoleran tak pernah berlaku jika yang menjadi korban kaum muslim itu sendiri. Jelas sekali tidak ada keadilan dalam penerapan sistem fasad ini. Maka tidak selayaknya sistem ini masih dipertahankan lagi. Wallahu a’lam bishshawab. [RA/LM]

Please follow and like us:

Tentang Penulis