Bencana Kelaparan: Momok Akibat Sistem Ekonomi Kapitalisme
Oleh: Ummu Rifazi, M.Si
(Kontributor Lensamedia)
LenSaMediaNews.com__Laporan Organisasi Pangan dan Pertanian PBB (FAO) yang bertajuk Global Report on Food Crises 2024, mencatat sebanyak 282 juta orang di 59 negara mengalami tingkat kelaparan akut yang tinggi pada 2023, meningkat sebanyak 24 juta orang dari tahun sebelumnya. Selama empat tahun berturut-turut, proporsi orang yang menghadapi kerawanan pangan sudah tinggi, dengan anak-anak dan perempuan berada di garis depan krisis kelaparan ini (cnbcindonesia.com, 04/05/2024).
Kelaparan: Buah Kapitalisasi Pengelolaan Kekayaan Alam
Persoalan kelaparan yang tiada usai, sejatinya merupakan buah dari kapitalisasi global dalam sistem kapitalisme. Sistem ini menafikan kepemilikan umum kekayaan alam, dan melegalkan penguasaannya oleh segelintir orang. Siapa pun yang memiliki modal besar akan diberi jalan untuk melakukan penguasaan dan pengelolaan sumber daya alam yang sejatinya milik publik.
Konsep kapitalisme menyebabkan sebagian besar umat manusia sulit mengakses kebutuhan pokoknya yaitu pangan. Kalaupun diberi akses, masyarakat harus membayar mahal, sebagai akibat dari kapitalisasi sumber daya alam oleh pihak swasta/pemilik modal yang berorientasi pada keuntungan atau bisnis. Faktanya pemerintah selalu melibatkan korporasi dalam produksi dan distribusi pangan. Korporasi memiliki peran besar dalam mengendalikan pangan, mulai dari produksi hingga distribusi, dan seringkali melakukan kartel, spekulan, penimbunan dan lain-lain.
Laporan terbaru Greenpeace International yang berjudul ‘Food Injustice 2020-2022: Unchecked, Unregulated and Unaccountable’ menunjukkan bagaimana 20 perusahaan raksasa agribisnis dunia terbesar di sektor biji-bijian (gandum, kedelai, oat, dan lainnya), pupuk, daging, dan susu memanfaatkan kekuatan besar mereka untuk menangguk laba yang sangat besar bagi para pemegang saham, di saat jutaan orang lainnya mengalami kemiskinan dan kelaparan.
Laporan penelitian ini membuktikan kegagalan sistemik kebijakan publik di sektor pangan global. Sistem tersebut justru memungkinkan segelintir perusahaan multinasional mendapat keuntungan besar, memperkaya para pemiliknya, dan mentransfer kekayaan kepada para pemegang saham mereka, yang mayoritas berada di negara-negara Global North. Kondisi tersebut diperparah dengan krisis tumpang tindih yang masih terus terjadi yaitu konflik, perubahan iklim, dan dampak pandemi COVID-19 yang berimbas terhadap perekonomian (greenpeace.org, 10/03/2023).
Sehingga, kedaulatan pangan adalah hal yang mustahil diwujudkan jika masih mempertahankan sistem kapitalisme. Selain karena aturan dalam sistem ini mengokohkan penguasan korporasi terhadap sumberdaya alam yang sejatinya milik rakyat, juga dalam sistem ini negara hanya berfungsi sebagai regulator saja. Dengan fungsinya tersebut, negara berlepas tangan dari tanggung jawabnya sebagai pengurus rakyat termasuk menjamin pemenuhan kebutuhan pangan rakyatnya.
Kesejahteraan Rakyat: Keniscayaan dalam Penerapan Sistem Islam
Islam memandang bahwa pemimpin atau penguasa wajib bertanggung jawab atas seluruh urusan rakyatnya termasuk memenuhi kebutuhan pokok mereka yaitu pangan, sandang, dan papan. Sebagaimana sabda Rasulullah shalallahu alaihi wassalam: “Imam (pemimpin) itu pengurus rakyat dan akan dimintai pertanggungjawaban atas rakyat yang dia urus.” (HR al-Bukhari dan Ahmad)
Dalam Islam, ujung tombak pengelolaan pangan adalah negara, bukan korporasi, yang akan menerapkan beberapa hal berikut ini :
Pertama, dalam hal produksi, negara akan memberikan dukungan kepada petani dengan mengoptimalkan pengelolaan tanah. Berbagai kemudahan akan diberikan kepada petani, mulai dari kemudahan perizinan penggunaan lahan, infrastruktur, subsidi, hingga permodalan gratis. Negara juga mengoptimalkan peran lembaga penelitian (riset) dalam pengembangan produksi pangan sesuai kebutuhan petani.
Kedua, negara melepaskan diri dari ikatan-ikatan internasional. Keterikatan dengan lembaga internasional menyebabkan kebijakan negara akan terikat dengan lembaga tersebut sehingga menghilangkan kemandirian negara.
Ketiga, rantai pasok pangan seluruhnya dikuasai negara tidak boleh dialihkan kepada korporasi dan tidak tergantung pada impor. Korporasi hanya boleh terlibat pada proses penjualan di pasar-pasar. Penertiban dan penegakan hukum dilakukan negara untuk menjamin distribusi yang merata dan adil.
Keempat, negara juga akan mengelola sumber daya alam dengan menerapkan konsep kepemilikan Islam yang memilah menjadi kepemilikan individu, kepemilikan publik, dan kepemilikan negara, agar sepenuhnya kembali kepada kemaslahatan rakyat. Mekanisme tersebut akan membuka peluang tersedianya lapangan kerja yang luas dan beragam dengan gaji yang layak sehingga menjamin terpenuhinya kebutuhan pangan, sandang dan papan.
Hanya Sistem Islamlah yang mampu menyelamatkan manusia dari bencana kelaparan yang dihasilkan oleh sistem kapitalisme.
Maasyaa Allah, allahummanshuril bil Islam, wallahu alam bisshowab. [LM/Ss]