Maling Raket Terancam Bui, Wujud Ketidakadilan Sistem Kapitalis

Oleh: Hanif Eka Meiana

(Aktivis Muslimah Soloraya)

 

LenSaMediaNews.com__Seorang pemuda asal Desa Mlokomanis Wetan, Kecamatan Ngadirojo, Kabupaten Wonogiri, ANS (18) ditangkap polisi lantaran diduga mencuri satu raket bulu tangkis milik tetangganya. Ia terancam hukuman tujuh tahun penjara karena mencuri raket seharga kurang dari Rp900.000 itu. Kendati demikian, dalam penangkapan tersebut, polisi bisa menyita kembali raket itu dan satu unit sepeda motor yang digunakan pelaku sebagai sarana untuk melancarkan aksinya sebagai barang bukti. (soloraya.solopos.com, 12/5/2024)

 

Apa yang dialami oleh ANS merupakan dampak atas perbuatan yang dilakukannya, yakni mencuri sebuah raket. Namun hal yang menjadi respon bagi para warganet adalah bahwa begitu tegasnya hukum bagi para pelaku pencurian level masyarakat dibandingkan dengan oknum pejabat maupun pengusaha yang merampas hak masyarakat luas. Benarkah keadilan hanya diperuntukkan bagi mereka yang berkuasa?

 

Menjamurnya pencurian yang dilakukan oleh sebagian besar masyarakat hari ini merupakan hal serius yang perlu didalami. Mengapa tindak pencurian seakan tak kenal jera dan semakin beragam bentuknya. Mulai dari maling ayam hingga maling duit rakyat triliunan. Apa gerangan yang menjadikan kasus pencurian ini terus bertambah bahkan menjamur?

 

Banyak faktor yang melatarbelakangi adanya kasus pencurian. Faktor ekonomi menjadi yang paling dominan. Sulitnya memenuhi kebutuhan dasar masyarakat hari ini menjadikan sebagiannya mengambil jalan pintas. Mahalnya kebutuhan pokok, sulitnya mendapat akses pendidikan dan kesehatan yang memadai serta terbukanya kesenjangan di tengah-tengah masyarakat, mendorong individu untuk mencari celah demi harapan hidup yang lebih baik.

 

Di samping ekonomi, kehidupan sosial di tengah masyarakat mengaruskan kepada budaya flexing, hedonisme, dan serba bebas. Semuanya mengedepankan aspek materi. Sehingga setiap orang berlomba-lomba memperkaya diri dan mengikuti tren yang ada. Sibuknya masyarakat dengan aktivitas ini membentuk mereka menjadi pribadi yang individualis, pragmatis, hedonis dan materialistis.

 

Tak ada waktu untuk mempedulikan yang lain. Begitulah realitas hidup dalam sistem yang berasaskan sekularisme. Kebahagiaan semu yang diwujudkan dalam sistem ini dengan mengambil sebanyak-banyaknya materi. Agama menjadi hal yang harus dipinggirkan dalam usaha manusia mencapai kepuasan maksimal di dunia. Akibatnya pendidikan, hukum, sosial, budaya dan aspek lainnya tak tersentuh dengan ajaran agama. Hal ini berdampak pada minimnya kesadaran masyarakat akan nilai-nilai ketuhanan, kejujuran maupun kebaikan.

 

Selama itu menjadikan dirinya mampu mencapai apa yang jadi tujuannya, maka halal haram pun tak jadi soal. Pikiran akan hari penghisaban pun jauh dari ingatan. Ditambah negara yang juga abai dalam mengurusi rakyatnya. Hal ini terlihat dari penegakkan hukum yang tebang pilih terhadap rakyat dan pejabat. Mereka yang lemah dan melarat dihukum lebih berat dibanding mereka yang membantu penguasa naik jabatan.

 

Lihat saja kasus di atas dan bandingkan dengan hukuman bagi para koruptor. Beberapa koruptor di negeri ini dihukum ringan bahkan ada yang mendapat grasi, sebagiannya mendapat fasilitas mirip hotel berbintang dan lainnya dapat melenggang bebas ke luar negeri. Sistem kapitalisme menjadikan keadilan hanya berpihak pada mereka yang berkuasa dan berduit. Hukum tumpul ke atas tajam ke bawah.

 

Berbeda dengan Islam. Ajarannya mampu menindak siapa saja yang berlaku zalim. Mampu membawa umat pada kebahagiaan hakiki. Menjauhkan mereka dari tindak kejahatan dan menjaga akal pikiran dari perbuatan yang mendatangkan murka Allah SWT. Kesempurnaan sistemnya menjadikan individu-individu memiliki ketaatan yang kokoh pada aturan Sang Pencipta. Didukung dengan masyarakat yang sadar dan mau melakukan amar ma’ruf nahi munkar, serta negara yang berperan penuh untuk menegakkan ajaran Islam dalam setiap aspek kehidupan.

 

Penerapan ekonomi Islam menjamin terpenuhinya kebutuhan dasar masyarakat. Sistem pendidikan Islamnya mampu membentuk generasi yang cerdas dan beradab serta memiliki kepribadian Islam yang mantap. Begitu pula halnya dengan sistem politik Islam dan sistem peradilan dalam Islam.

 

Semua orang dihadapan hukum adalah sama, tanpa membedakan dari pangkat atau jabatannya. Jika terbukti bersalah maka hakim akan memutuskan dengan hukum yang sesuai syariat Islam. Penegakan hukumnya terhadap pelaku kejahatan akan menimbulkan efek jera dan penebusan dosa.

 

Oleh karenanya, untuk mewujudkan kehidupan yang baldatun thayyibatun wa rabbun ghofur, maka tak ada jalan lain selain penerapan Islam yang kaffah dalam kehidupan. Insyaallah kasus-kasus serupa seperti di atas maupun yang lebih berat akan minim kita temukan. Mari bersama-sama melakukan penyadaran kepada umat untuk kembali pada ajaran Islam yang kaffah. Sampaikan kebenaran Islam dan ajarannya agar segera kembali kehidupan Islam yang pernah berjaya sebelumnya.
Wallahu a’lam. [LM/Ss] 

Please follow and like us:

Tentang Penulis