Tutup Pintu Masuknya Strain Baru Covid-19 dengan Syariah
Oleh: Ageng Kartika S.Farm
(Pemerhati Sosial)
Lensa Media News – “ Dia mengeluarkan yang hidup dari yang mati dan mengeluarkan yang mati dari yang hidup dan menghidupkan bumi setelah mati (kering). Dan seperti itulah kamu akan dikeluarkan (dari kubur).” (QS Ar Rūm, 30:19)
Allah Swt. telah menjelaskan tentang penciptaan mahluk-Nya termasuk virus. Virus adalah mahluk mati yang hidup bila tinggal diinangnya (mahluk hidup). Virus ini memiliki kemampuan memperbanyak diri di dalam sel inang. Demi mempertahankan eksistensinya virus akan terus bermutasi dan kelayakan diri agar berkembang. Demikian dengan virus Covid-19 ini. Seiring waktu, ditemukan strain baru B117. Dilaporkan berasal dari Inggris yang memiliki penyebaran yang lebih masif dan mematikan.
Dilaporkan pergerakan strain baru Covid-19 B117 dari Inggris telah memasuki negara tetangga Indonesia. Yaitu: Malaysia, Singapura, Filipina dan Vietnam. Tentu saja berita ini mendapat perhatian dari Juru Bicara Satuan Tugas Indonesia (Satgas) Wiku Adisasmito. Menyatakan bahwa belum ada pelaporan masuknya strain baru B117 tersebut. Hal ini didasarkan atas analisa sampel di Lembaga Molekular Eijkman. Tetapi ada strain baru yang berkembang di Indonesia, D614G. Memiliki kemampuan sebaran yang masif. Terdeteksi di wilayah Yogyakarta, Jawa Tengah, Jawa Timur dan Kalimantan Utara (Kompas.com, 30/1/2021).
Seyogyanya negara segera bertindak efektif dan efesien untuk menghadang masuknya strain baru yang lebih mematikan ke Indonesia. Jangan sampai restart kembali pada awal pandemi. Seperti tidak membuka lebar transportasi udara untuk perjalanan wisatawan asing (WNA) atau tenaga kerja asing (TKA), kemudian dengan dalih mendatangkan devisa negara menggencarkan pariwisata ke negara lain. Contoh tadi sebisa mungkin tidak dilakukan, sehingga jangan sampai, kebijakan baru yang dibuat menjadi boomerang bagi Indonesia.
Dilansir dari Kompas.com, pada 23 Januari 2021 sebanyak 153 Tenaga Kerja asing (TKA) dari China memasuki Indonesia melalui transportasi udara. Kedatangannya di tengah aturan ditutup pintu jalur internasional di Bandara Soekarno Hatta, Tangerang, Banten. (Kompas.com, 23/1/2021).
Keselamatan dan keamanan rakyat haruslah menjadi keutamaan dalam menentukan kebijakan. Karena negara berkewajiban melindungi rakyatnya dari bahaya apapun termasuk wabah penyakit, seperti virus Covid-19 strain baru ini. Aturan akan tegak dan dijalankan penuh oleh masyarakat jika tegas dan jelas. Tidak ada alasan lain yang membuat aturan atau kebijakan dapat dilonggarkan. Tidak memperhitungkan untung dan rugi dalam sisi materi. Kebijakan diterapkan justru untuk menciptakan keamanan dan keselamatan di dalam negeri.
Islam sebagai suatu sistem pemerintahan, yakni khilafah. Memiliki kewajiban terhadap pemenuhan kebutuhan dasar rakyatnya. Menciptakan rasa aman dan mengutamakan keselamatan di atas segalanya merupakan tanggung jawab negara. Sebagaimana sabda Rasulullah saw.:
“ Siapa pun yang bertanggung jawab atas urusan umat Islam, dan menarik diri tanpa menyelesaikan kebutuhan, kemiskinan, dan keinginan mereka, Allah menarik diri-Nya pada Hari Pengadilan dari kebutuhan, keinginan, dan kemiskinannya.” (HR Abu Daud).
Maka penerapan aturan kebijakan di tengah rakyatnya dilakukan sebagai bentuk kewajiban negara dalam mencari keridhaan Allah Swt. Bukan untuk menjaga kepentingan selain rakyatnya. Karena prioritas hanya untuk memelihara kepentingan rakyat.
Pada kondisi pandemi ini, khalifah sebagai pemimpin negara akan menerapkan karantina wilayah. Sebab merupakan tindakan yang efektif secara sains dalam penanggulangan penyebaran virus. Sebagaimana Nabi Muhammad saw memerintahkan dan mencontohkan pada masa beliau memimpin. Dalam kondisi sebaran masif seperti sekarang, negara bersegera melakukan lockdown. Menutup pintu masuk negara lain apalagi dari negara yang diketahui sebagai sebaran awal virus dan strain baru. Inilah bentuk penjagaan dan tanggung jawab negara terhadap keselamatan dan keamanan rakyatnya.
Wallahu’alam bishawab.
[ry/LM]