Sistem Keuangan Islam; Baitul Mal dan Alternatif Pajak

Peningkatan pola pembinaan, pola penggunaan anggaran dan pemeriksaan tematik, termasuk menyisir para wajib pajak yang beralamat di kabupaten Bandung, akan menjadi target ungkap Dadang M Naser (Tribunnews.com, 11/11/20).

Kedepannya, masyarakat kabupaten Bandung yang mempunyai kendaraan harus berplat nomer D (kabupaten Bandung), agar pajak kendaraan tersebut masuk ke kabupaten Bandung. Begitu juga dengan perusahaan perusahaan yang ada di kabupaten Bandung, maka NPWP-nya harus di kabupaten Bandung juga.

Masih menurut Dadang, bahwasanya hal tersebut terus dikondisikan, dievaluasi agar penguatan pendapatan hasil daerah tambah kuat. Maka, kabupaten Bandung di tahun ini meski pandemi Covid-19 investasi tambah di Rp 24T tuturnya.

Demikianlah sedikit fakta, bagaimana sistem ekonomi kapitalisme selalu mengandalkan pajak sebagai pemasukan kas negara. Hampir semua sektor dikenakan pajak, mulai dari sektor pendidikan, kesehatan, keamanan, pangan, pariwisata, industri, begitu juga dengan kendaraan mulai dari mobil mewah sampai motor butut pun dikenai pajak. Tentu hal ini sangatlah memberatkan masyarakat, sudahlah biaya hidup sehari hari berat, ditambah dengan beban pajak yang tinggi, maka tak heran bila masyarakat banyak yang serba kekurangan atau bahkan miskin.

Sementara sumber daya alam yang seharusnya dijadikan sebagai sumber pemasukan kas negara, malah dijual kepada pihak asing dan swasta. Walhasil, merekalah yang meraup keuntungan dari pengelolaan tersebut. Sementara rakyat hanya bisa gigit jari.

Berbeda hal dengan Sistem Keuangan di dalam pemerintah Islam (Khilafah) berbasis pada Baitul Mal. Khilafah tidak akan membebani masyarakat dengan pajak kecuali dalam kondisi darurat. Semisal Baitul Mal kosong atau tidak ada uang/harta. Itu pun hanya diberlakukan pada kalangan muslim yang mampu (Aghniya) saja. Ketika situasi sudah stabil kembali, maka pajak akan dihentikan, karena ia hanya sebagai alternatif pendapatan saja.

Dalam sistem ekonomi Islam sendiri, kepemilikan terbagi atas tiga, yakni : kepemilikan umum, kepemilikan negara dan kepemilikan individu. Dimana dengan kepemilikan negara ini, baik berupa fai, kharaj, usyur, jizyah dan sejenisnya, negara sudah mampu menyejahterakan rakyatnya. Sehingga rakyat tidak akan terbebani dengan pajak. [Faz/LM]

 

Haova Dewi
(Komp GBA 1 Bojong Soang, kabupaten Bandung)

Please follow and like us:

Tentang Penulis