Tapera, Benarkah untuk Kepentingan Rakyat?

Oleh : Mariyatul Qibtiyah, S.Pd
(Member Akademi Menulis Kreatif) 

 

Lensa Media News – Presiden Joko Widodo telah meneken Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 25 Tahun 2020 tentang Penyelenggaraan Tabungan Perumahan Rakyat atau Tapera. Besaran simpanan peserta ditetapkan sebesar tiga persen dari gaji atau upah untuk peserta pekerja dan peserta pekerja mandiri. Dari angka tiga persen tersebut, sebanyak 0,5 persen ditanggung oleh pemberi kerja dan sisanya sebesar 2,5 persen ditanggung oleh pekerja yang diambil dari gaji (viva.co.id, 03/06/2020).

BP Tapera merupakan pengembangan dari Badan Pertimbangan Tabungan Perumahan-Pegawai Negeri Sipil (Bapertarum-PNS). Jika Bapertarum-PNS hanya mengelola dana dari PNS, tidak demikian halnya dengan BP Tapera. Meskipun di awal penerapannya hanya menyasar para PNS, tetapi berikutnya akan menyasar pekerja BUMN, BUMD, dan anggota TNI-Polri. Kemudian pekerja swasta, pekerja mandiri, dan pekerja sektor informal (kompas.com, 10/06/2020).

Maka nantinya semua pekerja di sektor formal maupun informal diharuskan membayar iuran Tapera. Tidak peduli, apakah mereka telah memiliki rumah atau belum. Sebab, program tabungan perumahan ini diperuntukkan bagi seluruh segmen pekerja dengan mengedepankan asas gotong royong.

Jika peraturan ini benar-benar diterapkan, tentu akan menambah beban para pekerja. Sebab, selama ini gaji yang mereka peroleh sebagian besar digunakan untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari. Seperti kebutuhan makan, sekolah, listrik, air, serta BBM. Itu pun masih ditambah dengan iuran BPJS Kesehatan, BPJS Ketenagakerjaan, serta iuran lainnya. Bisa dikatakan, gaji mereka hanya sedikit tersisa, atau bahkan tidak tersisa. Tentu sangat memberatkan, jika mereka harus membayar iuran lagi.

Di samping itu, melihat banyaknya calon peserta Tapera ini, dana yang terkumpul akan sangat besar. Karena itu, ada sebagian pihak yang merasa khawatir, dana jumbo ini nanti hanya akan menjadi bancakan seperti yang terjadi pada dana Jiwasraya. Ada pula yang mengkhawatirkan penghimpunan dana Tapera ini sebagai akal-akalan pemerintah untuk mencari alternatif sumber pembiayaan. Sebab, saat ini terjadi defisit anggaran pada ekonomi yang belum pulih akibat pandemi virus Corona.

Jika benar itu yang terjadi, tentu sangat memprihatinkan. Sebab, rumah merupakan salah satu kebutuhan pokok masyarakat. Semestinya, penguasa memberikan fasilitas tempat tinggal kepada mereka. Sayangnya, hal ini tidak dilakukan oleh penguasa. Pemerintah justru memanfaatkan hal ini sebagai kesempatan untuk mengumpulkan dana dari masyarakat.

Inilah buah dari penerapan sistem ekonomi kapitalis. Dimana para penguasanya tidak bertindak sebagai pelayan rakyat. Mereka bertindak seolah pengusaha yang tengah berniaga. Mereka seolah lupa dengan janji mereka saat kampanye. Mereka seolah juga lupa bahwa kelak segala perbuatan itu akan dimintai pertanggungjawaban.
Rasulullah saw. bersabda,
Setiap kalian adalah pemimpin, dan setiap pemimpin akan dimintai pertanggungjawaban atas yang dipimpinnya. Imam adalah pemimpin yang akan dimintai pertanggungjawaban atas rakyatnya. Seorang suami adalah pemimpin dan akan dimintai pertanggungjawaban atas keluarganya. Seorang istri adalah pemimpin dalam urusan rumah tangga suaminya, dan akan dimintai pertanggungjawaban atas urusan rumah tangga tersebut. Seorang pembantu adalah pemimpin dalam urusan harta tuannya, dan akan dimintai pertanggungjawaban atas urusan tanggung jawabnya tersebut.” (HR. Bukhari dan Muslim)

Sebagai muslim, semestinya para penguasa itu takut pada hal ini, kemudian melakukan apa yang telah dicontohkan oleh Rasulullah saw. serta para penggantinya. Yakni, dengan menerapkan aturan Islam.

Sebab, Islam telah memberikan aturan yang jelas tentang hal ini. Yakni, dengan mewajibkan seorang laki-laki bekerja untuk memberi nafkah kepada keluarganya. Termasuk menyediakan tempat tinggal bagi mereka. Jika ia tidak mampu, saudara serta kerabatnya harus membantu. Jika mereka pun tidak mampu, negara yang akan menanggungnya.

Negara bisa menggunakan dana dari Baitulmal untuk memenuhi kebutuhan ini. Dana Baitulmal sendiri bisa diperoleh dari pos jizyah, ghanimah, fa’i, atau dari hasil pengelolaan sumber daya alam. Dengan demikian, rakyat akan hidup dengan tenang. Sebab, kebutuhan dasarnya terpenuhi dengan baik. Karena itu, sudah saatnya kembali menerapkan sistem ekonomi Islam. Agar kehidupan kita kembali sejahtera dalam rida Allah Swt.

Wallaahu alam bish shawaab.

 

[ry/LM]

Please follow and like us:

Tentang Penulis