Evaluasi Kebijakan Impor Sayuran

Miris. Komoditas sayuran asal China membanjiri Indonesia. Hampir 67,5% sayuran yang ada di Indonesia diimpor dari sana. Produk sayuran yang paling tinggi nilai impornya adalah bawang putih (30/5/2020). Alasan adanya impor sayuran ini lagi-lagi dikatakan karena pasokan di dalam negeri tidak mencukupi.

Adanya kebijakan impor ini tentu merugikan pihak petani lokal. Petani akhirnya dipaksa untuk bersaing dengan produk impor. Dampaknya sayuran dari petani lokal tidak terserap. Petani akhirnya rela membagi-bagikan sayurannya secara gratis ke masyarakat. Bahkan ada yang membuang ke jalanan sebagai bentuk protes para petani.

Kebijakan impor ini akan senantiasa ada, karena negara kita tidak memiliki kedaulatan di bidang pangan. Penguasa menetapkan setiap kebijakannya sangat dipengaruhi oleh pemilik kapital. Siapa yang kuat modalnya, itu yang akan menguasai pasaran. Untuk saat ini China memang memiliki investasi yang besar di Indonesia. Jadi sangat wajar, jika negara kita lebih memilih impor berbagai kebutuhan pangan dari sana. Alih-alih bisa berswasembada pangan, yang terjadi setiap kebutuhan pasokan pangan mengandalkan dari impor.

Oleh karenanya pemerintah harus mengevaluasi kebijakan impor sayuran ini, dikarenakan pasokan sayuran masih bisa dipenuhi oleh petani di dalam negeri. Apalagi lahan pertanian di Indonesia masih luas. Sumber daya manusia yang ahli di bidang pertanian juga banyak. Mereka tentu sangat mampu mengembangkan pertanian di Indonesia. Asal pemerintah mau membuat kebijakan di bidang pangan yang lebih pro kepada rakyat. Namun hal ini tidak diharapkan selama sistem kapitalis mencengkeram negeri ini. Saatnya kita kembali kepada aturan Ilahi, agar negeri kita kembali gemah ripah loh jinawi.

Ratni Kartini, S.Si

(Kendari, Sulawesi Tenggara)

 

[Faz]

Please follow and like us:

Tentang Penulis