Prediksi Tanpa Solusi, Bak Obat Penenang di Kala Wabah
Oleh : Dita Puspita
Lensa Media News – Virus corona (COVID-19) yang telah menjadi pandemi global masih terus menyebar dan meluas. Di negara kita Indonesia juga masih berupaya mengatasi wabah pandemi ini. Sejumlah daerah pun memberlakukan PSBB (pembatasan sosial berskala besar) untuk memutus rantai penyebaran virus Corona atau COVID-19. Tentu sangat wajar jika masyarakat mempertanyakan kapan wabah ini akan berakhir ?
Presiden Joko Widodo menyampaikan prediksi bahwa wabah virus Corona (Covid-19) di Indonesia akan selesai pada akhir tahun ini. Jokowi mengatakan, ia tak ingin masyarakat terjebak dalam pesimisme dan tak mampu memanfaatkan momentum yang akan datang. (detiknews, 19/04/20)
Seperti dilansir CNN Indonesia (29/04/2020), wabah virus corona di dunia atau 99 persen kasus Corona akan selesai pada rentang Juli-September 2020, berdasarkan hasil riset dari Lingkaran Survei Indonesia (LSI) Denny JA yang dipublikasi hari ini, Rabu (29/4). Untuk Indonesia, 99 persen kasus virus Corona akan berakhir Juni 2020.
Riset Denny JA ini bukan survei opini publik atas virus Corona. Riset ini bertujuan mengolah data sekunder dari tiga sumber yakni dari Worldmeter data dunia virus corona, Singapore University of Technology and Desaign, dan berbagai hasil riset lainnya.
Berbeda halnya menurut Bony merupakan anggota Gugus Tugas Percepatan Penanganan Covid-19 Jawa Barat. Di Jawa Barat, dijelaskan Bony, timnya memprediksi bulan Juni justru awal dari masa puncak pandemi. “Kami perkirakan puncak epidemi akan terjadi sekitar akhir Mei hingga pertengahan Juni 2020, dengan asumsi seluruh intervensi dikerjakan terutama PSBB dan tes massal,” ungkapnya. (liputan6.com, 02/05/20)
Prediksi tetaplah prediksi. Prediksi hanyalah perkiraan yang belum tentu benar ataupun salah. Prediksi tersebut seakan menjadi angin sejuk bagi masyarakat. Terutama bagi mereka benar-benar terdampak Covid-19 ini yang tidak jelas nasibnya. Seperti pekerja yang di PHK dan hanya bergantung bantuan dari pemerintah namun justru penuh dengan polemik. Belum lagi larangan mudik dari pemerintah yang tidak dibarengi aturan yang jelas.
Bak obat penenang di kala gundah di tengah wabah, justru prediksi ini adalah sikap peremehan dan menganggap enteng terhadap wabah. Alih-alih memaparkan prediksi, seharusnya pemerintah tetap fokus dan bekerja maksimal dalam penanganan wabah bukan menenangkan di kala wabah.
Sejatinya masyarakat hanya menginginkan penanganan yang cepat dan tepat agar wabah ini segera berakhir. Apalagi kebijakan yang diberlakukan pemerintah justru membingungkan dan tidak menyelesaikan masalah. Bertambahnya pasien yang sembuh memang mengalami peningkatan, hanya saja ini juga dibarengi dengan bertambahnya angka korban yang positif Covid-19. Termasuk dengan angka kematian akibat virus ini jangan sampai bertambah akibat kelaparan yang dialami masyarakat yang sangat membutuhkan pertolongan.
Oleh karena itu, pemerintah memang harus segera memaksimalkan upaya menghentikan penyebaran wabah dan penanganan terhadap korban terdampak. Manusia boleh memprediksi, akan tetapi upaya juga perlu. Karena sampai kapan pun jika tidak teratasi dengan tepat dan serius maka tidak akan kunjung usai.
Sesungguhnya Rasulullah Saw. adalah wujud nyata bagaimana beliau memberi cara terampuh menyelesaikan wabah sedini mungkin. Serta bagaimana memandang nyawa itu sangatlah berharga. Sehingga masyarakat yang terkena dampak mendapat bantuan yang layak, korban yang terjangkit mendapat fasilitas dalam rangka penyembuhan. Bahkan negara menjamin kebutuhan mulai dari sandang, pangan dan papan. Dan yang tak luput jadi perhatian juga berkaitan dengan keamanan, kesehatan dan pendidikan di saat wabah.
Hal demikian tentu hanya akan ditemukan di dalam negara yang menerapkan aturan Islam secara menyeluruh. Selama negeri ini tetap berpegang teguh kepada ideologi kapitalisme sekuler maka yang terjadi justru wabah tidak akan bisa dikendalikan dan segera berakhir.
Wallahu a’lam.
[el/LM]