Pembatasan Sosial Berskala Besar atau PSBB yang sudah diterapkan di beberapa daerah mengalami kekacauan. Sejak dibukanya kembali moda transportasi tetapi warga tetap dilarang mudik, pergerakan orang dalam dan antar wilayah mulai meningkat. Hal ini tentu saja membingungkan para petugas yang berada di titik chek point. Kebijakan ini membuat sering terjadi perseteruan antara aparat dan para pengguna jalan.

Belum lagi para pedagang non sembako yang kian marak menjelang Idul Fitri bentrok dengan aparat petugas gabungan untuk menertibkan PSBB. Sementara, mereka juga berdagang untuk mendapatkan masukan demi memberi makan keluarga. Hal ini pun memicu emosi para petugas. Sementara tidak semua orang mendapatkan bantuan Covid -19. Makanya, banyak yang melanggar kebijakan PSBB.

Oleh karena itu, dibutuhkan ketegasan dan keberpihakan pemerintah dalam menegakkan aturan serta mengayomi rakyatnya di tengah musibah seperti ini. Bukan kebijakan yang terkesan setengah-setengah. Jauh-jauh hari Islam sudah memberikan tuntunan yang efektif dan efisien. Seperti yang pernah terjadi di masa pemerintahan Umar Bin Khattab ra.

Sang Khalifah dengan tegas mengkarantina wilayah wabah. Dalam hal ini Umar Bin Khattab ra, mendahulukan hukum syara ketimbang perasaan. Karena telah datang hadits dari Rasul yang melarang bagi masyarakat keluar masuk wilayah wabah. Namun kebijakan tersebut, dianggap manusiawi, karena Umar Bin Khattab bukan sekadar mengunci massa.

Ada serangkaian mekanisme yang diberlakukan agar tidak terjadi kesimpangsiuran. Diantaranya, sinaran keimanan ditonjolkan, yakni penerimaan terhadap qadha, baik buruknya dari Allah. Warga yang berada di wilayah wabah, sadar dengan perintah Allah untuk tetap tinggal, sekalipun mengakibatkan kematian, namun senilai dengan jihad. Di sisi lain, mereka tidak ditinggalkan begitu saja. Suplai makanan tetap dipastikan mencukupi kebutuhan di wilayah wabah, dan juga penanganan kesehatan yang all out.

 

Anti Riyanti
Indramayu

 

[ln/LM] 

Please follow and like us:

Tentang Penulis