Moda Transpotasi Kembali Beroperasi, Solusi atau Ironi?
Sejak aturan PSBB bergulir, segala upaya dilakukan untuk menekan penyebaran Covid-19 ke semua daerah. Aturan ini juga terus meluas ke beberapa wilayah di Indonesia seiring dengan munculnya kebijakan Presiden Jokowi yang melarang mudik. Namun, baru berjalan beberapa hari pemerintah melalui Kementerian Perhubungan justru mengeluarkan perubahan kebijakan moda transpotasi yang diaktifkan kembali mulai 7 Mei 2020. Menteri perhubungan, Budi Karya Sumadi mengatakan pengoperasian moda transportasi akan tetap mematuhi protokol kesehatan. Menurutnya keputusan ini diambil agar perekonomian nasional tetap berjalan.
Dalam hal ini, Budi Karya memang memberikan kriteria khusus bagi mereka yang akan menggunakan moda transportasi umum. Dia mencontohkan salah satu kriteria yang boleh berpergian adalah untuk kepentingan tugas negara atau kepemerintahan bagi para pejabat negara dan anggota DPR. Namun, hal ini tentunya dianggap kontradiksi terhadap kebijakan pelarangan mudik. Melalui moda transportasi udara mungkin bisa saja, namun bagaimana dengan transportasi darat? Bagaimana memastikan para penumpang transportasi tak ada niatan mudik? Bagaimana pula penerapan moda transportasi tetap mematuhi protokol kesehatan? Sementara belum ada jaminan para penikmat transportasi tersebut adalah pekerja, bukan pemudik?
Semenjak pemberlakuan PSBB, pemerintah kerap kali membuat dualisme kebijakan. Kebijakan ojol, bansos yang tak tepat sasaran dan sekarang mudik dilarang, tapi moda transportasi bakal kembali melenggang. Faktor ekonomi selalu jadi alasan. Seolah negara ini tak bisa bicara kalau tidak mempertimbangkan untung rugi. Inilah potret sistem kapitalisme. Masalah tak kunjung berakhir. Andaikata sejak Corona tiba di Indonesia sudah menerapkan karantina wilayah sebagaimana yang dicontohkan Islam, tentu ekonomi tak separah ini. Rakyat juga tidak galau makan apa nanti.
Oleh karenanya, daripada membuat masyarakat bingung dengan sistem kapitalis yang membingungkan maka saatnya menggantinya dengan sistem islam yang telah terbukti mampu menyelesaikan masalah ini secara tuntas sebagaimana yang pernah terjadi di masa Umar bin Khattab saat terjadi wabah tha’un.
Wallahu’alam bishshawab.
Dwi P. Sugiarti
Majalengka
[LM]