Relaksasi PSBB, Solusi atau Basa-basi?
Oleh : Deny Rahma
(Komunitas Setajam Pena)
Lensa Media News – Pemerintah menetapkan kebijakan pembatasan sosial berskala besar (PSBB) sebagai upaya memutus mata rantai penularan Covid-19. Bukan karantina wilayah ataupun lockdown. Namun, penerapan PSBB di lapangan justru sangat tidak sesuai. Bahkan tidak memecahkan masalah sama sekali. Justru korban akibat Covid-19 kian meningkat perharinya. Hingga pemerintah berencan mengevaluasi dan memodifikasi kebijakan PSBB tersebut.
Menteri Koordinator Bidang Politik Hukum dan Keamanan Mahfud MD, mengatakan,”Kita tahu ada keluhan ini sulit keluar, sulit berbelanja dan sebagainya, sulit mencari nafkah dan sebagainya. Kita sudah sedang memikirkan apa yang disebut relaksasi PSBB,” (@mohmahfudmd, 2/5/2020).
“Nanti akan diadakan. Sedang dipikirkan pelonggaran-pelonggaran. Misalnya rumah makan boleh buka dengan protokol begini, kemudian orang boleh berbelanja dengan protokol begini dan seterusnya dan seterusnya,” lanjutnya. (cnbcindonesia.com, 04/05/2020)
Pelonggaran PSBB ini malah mendapat kritik oleh sejumlah kalangan bahkan disinyalir pelonggaran ini justru untuk kepentingan bisnis segelintir kalangan. Dikutip dari nasional.tempo.co, 3 April 2020, Syahrul Aidi Maazat dari Anggota Fraksi Partai Keadilan Sejahtera Dewan Perwakilan Rakyat mengatakan , “Kami mempunyai kekhawatiran ada segelintir pebisnis tertentu yang resah dengan jatuhnya bidang usahanya dan mengakibatkan mereka di jurang kebangkrutan dan mendesak pemerintah untuk melonggarkan PSBB.”
Menurut Syahrul, bila alasan dibalik rencana itu benar hanya untuk kepentingan bisnis, maka pemerintah sudah melanggar asas keadilan dalam Undang-Undang Kekarantinaan Kesehatan. Dalam UU Karantina Kesehatan, sebab keselamatan masyarakat adalah hal yang paling utama.
Dari sini sudah terlihat bahwa kebijakan PSBB sampai dengan adanya rencana pelonggaran PSBB justru malah menguntungkan beberapa pihak saja yakni pebisnis yang notabene memiliki usaha dan modal untuk membeli aturan yang telah ditetapkan pemerintah. Bahkan pemerintah dengan mudahnya mewacanakan untuk memodifikasi peraturan tersebut dan abai akan keselamatan dan keberlangsungan hajat hidup rakyat.
Inilah buah dari penerapan system kapitalisme di negeri ini. Pemerintah yang seharusnya menjadi pelindung bagi rakyatnya malah berperan sebagai penguasa yang mementingkan diri sendiri dengan mengabaikan rakyatnya. Bahkan pemangku pemerintahan yang sebagian besar adalah muslim malah mencampakan aturan Islam. Padahal Islam telah sangat jelas mengatur kehidupan masyarakat dengan sempurna. Ketika suatu negeri dilanda wabah maka Islam punya solusi yang nyata.
Pertama, dalam Islam telah diajarkan bahwa umat Islam harus mempraktekan gaya hidup sehat pola makan sehat dan berimbang serta perilaku dan etika makan yang telah diajarkan oleh Nabi Muhammad SAW yakni makanlah makanan halal dan toyyib. Dan ketika kita melanggar dan memakan makanan haram, maka musibah pasti datang.
Kedua, menyediakan sarana dan prasarana kesehatan yang memadai serta SDM yang profesional dan kompeten. Ketiga, menerapkan karantina wilayah. Metode ini telah diterapkan sejak zaman Rasulullah untuk mencegah wabah penyakit menular menjalar ke wilayah lain. Untuk memastikan perintah tersebut dilaksanakan, Rasul membangun tembok di sekitar daerah wabah. Rasulullah juga pernah memperingatkan umatnya untuk jangan mendekati wilayah yang sedang terkena wabah.
Sebaliknya, jika sedang berada di tempat yang terkena wabah, mereka dilarang untuk keluar. Beliau bersabda: “ Jika kalian mendengar wabah terjadi di suatu wilayah, janganlah kalian memasuki wilayah tersebut. Sebaliknya jika wabah itu terjadi di tempat kalian tinggal, janganlah kalian meninggalkan tempat itu.” (HR. Al-Bukhari)
Keempat, Pemenuhan hajat hidup masyarakat yang terdampak wabah. Dan solusi tersebut harus diterapkan dan didukung penuh oleh negara, sehingga bisa berjalan dengan baik dan sempurna. Maka negara yang menerapkan aturan Islamlah yang pasti akan menjamin kehidupan rakyatnya tanpa pandang status sosial, karena dimata Allah semua manusia itu sama dan yang membedakannya adalah amal dan ibadahnya. Buang jauh-jauh system kapitalis, mari ambil aturan Ilahi yakni sistem Islam.
Wallahu a’ lam bis showab.
[ry/LM]