Corona, KDRT dan Kesetaraan Gender

Oleh: Umi Diwanti
LensaMediaNews – Beberapa waktu lalu muncul pemberitaan bahwa efek dari seruan social distancing selama wabah Corona meningkatkan kekerasan dalam rumah tangga (KDRT). Disampaikan bahwa himbauan beraktivitas di rumah memungkinkan terjadinya tindak kekerasan. Lalu diklaim bahwa wanita dan anaklah yang rentan jadi korbannya. (Kompas.com, 6/4/20)
Memang benar bahwa anjuran bekerja dan belajar di rumah bisa menyebabkan depresi khususnya perempuan. Sebab selama himbauan “di rumah saja” diberlakukan, perempuan harus memikul beban bertumpuk. Peran menjadi guru sekolah sekaligus guru di rumah, bahkan bekerja juga bagi ibu pekerja/pengusaha. Kondisi ini rentan membuat perempuan labil emosinya dan akhirnya bisa berujung pada KDRT.
Tentu saja korbannya tak hanya perempuan, bisa jadi malah perempuanlah pelaku kekerasan tersebut. Namun entah dari mana kajiannya, untuk menanggulangi hal tersebut, anggota koalisi PEKAD, Erasmus Napitupulu, dalam pernyataan tertulisnya kepada DW Indonesia, Selasa justru meminta untuk menyerukan kesetaraan gender sebagai problem solver. (Tempo.co)
Padahal jika mau betul-betul mengkaji, sejak sebelum gerakan “di rumah saja”, KDRT ini sudah meningkat. Justru pada saat ide kesetaraan gender semakin sukses memengaruhi banyak perempuan. Di Indonesia sendiri menurut sekretaris Kemen PPPA, meski lamban pembangunan gender di Indonesia secara terus menerus meningkat sejak 2010 ke 2018. (Kemenpppa.go.id). Di saat yang sama pengaduan kasus KDRT tahun 2018 juga meningkat 14%. (Komnasperempuan.go.id)
Adapun pandemi hanyalah salah satu kondisi yang mampu menyikap tabir hubungan dalam sebuah keluarga. Jika biasanya pada kondisi normal, pasangan suami istri dan anak jarang berjumpa. Masing-masing punya agenda sendiri, masalah tidak terlalu berasa. Rumah hanya sebagai persinggahan untuk istirahat, besoknya masing-masing pergi lagi.
Sementara saat gerakan “diam di rumah” dijalani. Semua berkumpul selama 24 jam. Segala kekurangan pasangan kelihatan sempurna. Terlebih lagi kebutuhan hidup dan penghasilan semakin tidak berimbang, pikiran pun gamang. Belum lagi para istri tugasnya jadi bertubi-tubi, menjadi guru sekaligus memikirkan nafkah, tentu ini sangat menguras emosi. Sementara bekal ilmu tentang berumah tangga yang ideal berdasar ketetapan agama pun sangat minim. Tak heran jika akhirnya ribut dan berujung KDRT.
Ini adalah efek samping alami dari jauhnya masyarakat dari ajaran Islam. Kepala keluarga dan kepala negara yang tidak paham dan tidak menjalankan kewajibannya membuat perempuan menanggung beban berat. Ide kesetaraan gender justru semakin menjauhkan masyarakat dari Islam. Dengannya rasa khidmat para istri pada suami pun menjadi berkurang. Sehingga setiap permasalahan seringkali tak teratasi dan berujung pada kekerasan.
Sejatinya inilah sumber terjadinya KDRT. Adapun pandemi yang saat ini terjadi hanyalah sesuatu yang menyibak tirai kerapuhan rumah tangga yang sudah ada sejak lama. Banyaknya masalah, terutama masalah ekonomi membuat rumah tangga kehilangan harmoni. Dan saat para istri telah dirasuki pemikiran kesetaraan gender maka rusaknya hubungan keluarga pun semakin tak terelakan.
Hal ini akan berbeda jika suami istri ini adalah pasangan yang mengerti ilmu agama, dan melaksanakan peran sesuai taklif masing-masing. Laki-laki mencari nafkah, istri di rumah. Pastilah suasana kumpul di rumah akan menjadi momen yang sangat menyenangkan. Apalagi jika negara tidak lalai dalam menjamin kebutuhan rakyatnya selama program social distancing. Niscaya keluarga akan baik-baik saja.
Kesimpulannya, seruan kesetaraan gender dalam menyikapi meningkatnya KDRT di masa pandemi itu benar-benar jauh paggang dari api. Karena masa pandemi dan social distancing juga pernah terjadi di jaman kekhilafahan. Dan tidak pernah ada cerita KDRT di balik kebijakan tersebut.
Hal tersebut bukan karena mereka telah menjalankan kesetaraan gender, namun masyarakat saat itu hidup dalam sistem Islam dan terbina dengan pemahaman Islam. Maka dari itu solusi hakiki KDRT adalah kembali pada pemahaman dan peraturan Islam! Jangan biarkan isu Corona dimanfaatkan pihak tidak bertanggung jawab untuk memajukan isu kesetaraan gender yang justru berpotensi merusak tatanan keluarga secara nyata.
[hw/LM]