Mengelola Negara dengan Pajak
Oleh : Isnawati
LensaMediaNews – Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati mengusulkan perluasan penerapan cukai, usulan tersebut disampaikan kepada Dewan Perwakilan Rakyat. Penerapan cukai pada komoditas yang diusulkan bertujuan menambah penerimaan negara, pelestarian lingkungan dan peningkatan kesehatan rakyat.
Cukai akan dikenakan pada minuman berpemanis seperti teh kemasan, minuman berkarbonasi, kopi konsentrat beserta tas kresek yang lazim untuk wadah belanjaan. Mobil, sepeda motor atau kendaraan bermotor yang menghasilkan emisi karbondioksida (CO2) juga bakal kena cukai. Vivanews (22/2/2020).
Menggali sumber dari dalam negeri berupa pajak untuk keberlangsungan negeri ini menjadi sebuah solusi. Walaupun cukai tersebut harus menyasak ke semua lini sampai pada produk yang banyak dikonsumsi dan menjadi sumber pendapatan masyarakat kecil. Dalih rakyat akan berfikir jika harga suatu produk meningkat dan pengonsumsi minuman berpemanis akan berkurang, adalah cara dalam menggenjot pajak.
Menggenjot pajak sejatinya meningkatkan kesengsaraan rakyat. Memajaki hal remeh temeh, membebani UMKM adalah wujud kepanikan. Di saat yang sama negara juga mengurangi bahkan membebaskan pajak (tax holiday) barang-barang mewah bagi pengusaha dan asing dengan dalih investasi terus diupayakan. Suara.com (19/1/2020)
Jeritan rakyat hanya dihibur dengan janji manis. Hutang akan terkendali, APBN akan dikelola secara prudent, akan ada kartu pintar, kartu sehat dan lain-lain yang sejatinya tidak menyentuh akar masalah.
Hubungan penguasa dan rakyat ibarat hubungan penjual dan pembeli, untung dan rugi menjadi standar sebuah pelayanan. Recehan diperas sampai pada minuman berpemanis dengan target 1.7 triliun dengan cukai yang bervariasi sesuai jenis produk.
Berbagai macam skenario pajak dan pungutan terus dicari celahnya. Semua sektor kehidupan dijadikan komoditas penghasil pajak. Logika pasar terus diikuti walau harus memarjinalkan kepentingan rakyat dan melumpuhkan kasih sayang kepada rakyatnya.
Neoliberalisme telah berhasil menghisap darah rakyat untuk pembangunan negara demi oligarki. Penanaman kebodohan pada rakyat bahwa negeri ini tidak bisa bergerak tanpa pajak dan hutang terus digaungkan.
Rakyat dipaksa untuk selalu menerima kebijakan-kebijakan yang zalim sebagai konsekuensi yang logis. Kesejahteraan hanya dengan otak-atik pelayanan terhadap kebutuhan publik. Fasilitas diberikan dengan menaikkan komoditas yang lain, mengotak-atik angka untuk mencapai kesejahteraan.
Dari tahun ke tahun persoalan negeri ini semakin kusut. Cita-cita mulia menuju negara berperadaban tinggi tinggallah harapan. Kesadaran untuk segera melakukan dekonstruksi menuju paradigma Islam harus selalu disampaikan.
Pajak adalah bentuk kezaliman yang memakan hak orang lain dengan batil harus terus diserukan. Krisis sudah terpampang jelas, Islam adalah solusi pasti.
Islam menempatkan pajak dengan rambu-rambu yang jelas bersifat insidential. Pungutan pajak bertujuan menghilangkan dharar di saat Baitul Mal tidak ada dana untuk memenuhi kebutuhan. Pajak merupakan fardhu kifayah yang artinya tidak menjadi kewajiban semua kaum muslimin apalagi non muslim. Pajak hanya diambil dari yang kelebihan harta dari kaum muslimin.
Negara dalam Islam mempunyai pendapatan yang tetap. Pendapatan tersebut dari pengelolaan harta milik umum seperti air, api dan barang tambang. Selain dari kepemilikan umum dari kharaj, fa’i, jizyah dan sejenisnya, juga dari zakat, infak dan sejenisnya.
Pembangunan sebuah negara tanpa dibarengi ketaatan pada Sang Pencipta dan Pengatur kehidupan adalah omong kosong. Taat dalam semua aspek kehidupan merupakan kunci dalam bernegara. Taat bersosial, politik, ekonomi, budaya dan hubungan dengan luar negeri yang berlandasan Islam kaffah harus segera diwujudkan.
Mewujudkan kesejahteraan bagi seluruh alam adalah ajaran Islam dalam berpolitik. Politik dalam Islam lahir dari akidah dan kebenaran hukum-hukumnya. Negara adalah pemberi rahmat dan kabar gembira. Keadilan bagi seluruh rakyat janji pasti dan terbukti. Menegakkan kembali Khilafah Islamiyyah, menjalankan politik Islam adalah cara menuju rahmatan lil alamin._
“Tidak ada Islam tanpa berjamaah, sementara tidak ada jama’ah tanpa kepemimpinan, dan tidak ada kepemimpinan tanpa ketaatan.” (HR Ad-Darimi).
Wallahu a’lam bishowab.
[el/LM]