Mengembalikan Peran Ulama Sebagai Pewaris Para Nabi

Oleh: Sri Haryati

(Komunitas Aktifis Menulis Ideologis)

 

 

LensaMediaNews— Ulama warosatul anbiya atau ulama pewaris para nabi. Karena ulama sebagai tumpuhan harapan umat. Ibarat kata keselamatan umat itu ada di pundak para ulama. Kalau pada masa nabi, umat mendapatkan bimbingan langsung. Nah kalau di masa sekarang umat sangat berharap mendapat bimbingan dari para ulama.

 

Di negeri kita ada Majelis Ulama Indonesia (MUI). Dimana MUI punya peran yang sangat penting dalam menyelesaikan problematika umat. Maka, menjadi hal yang penting juga tatkala ulama mengadakan kongres guna membahas urusan umat.

 

Untuk tahun ini Kongres akan diadakan di akhir Februari. Kutipan dari laman Republika, Majelis Ulama Indonesia akan menggelar Kongres Umat Islam ketujuh yang diselenggarakan di Bangka Belitung pada 26-29 Februari 2020 mendatang. Mengusung tema “Strategi Perjuangan Umat Islam Indonesia untuk mewujudkan NKRI Maju, Adil, dan Beradab“, rencananya akan dibuka oleh Presiden Joko Widodo (09/02/2020).

 

Kongres ini akan membahas tentang pengarusutamaan konten di sosial media. Sebagaimana ditulis di voa-Islam, narasi atau perbincangan yang hadir di media sosial Indonesia, khususnya twitter, menceminkan kondisi yang kurang sehat. Sekalipun tema ekonomi masih menjadi pembahasan paling menonjol. Namun, pembahasan mengenai khilafah dan radikalisme berada di posisi ke dua dan ke tiga sebelum disusul tema pendidikan. Ini mengindikasikan bahwa perbincangan umat tidak terlalu produktif (22/01/2020).

 

Seharusnya KUII ini sebagai forum tokoh umat Islam yang akan mengarahkan orientasi umat. Bahasannya pun semestinya problem yang sangat mendasar dan erat berhubungan dengan masa depan Islam di negeri ini. Mengingat peran ulama sabagai pewaris nabi dan penjaga misi kenabian serta pengontrol dan penasehat penguasa. Iman Al Ghozali dalam kitab Ihya ulumuddin menyampaikan,

Umat yang rusak di sebabkan oleh penguasa yang rusak. Sedangkan Penguasa yang rusak disebabkan oleh ulama yang rusak. Keberadaan ulama menjadi rujukan untuk dimintai pendapatnya oleh pemerintah dan calon pemimpin.

 

Namun, jika melihat pembahasan yang akan diusung nanti, justru terkesan mengesampingkan hal yang sangat urgen. Seharusnya masalah khilafah ini menjadi kebutuhan umat saat ini. Ulama semestinya mengawal pemahaman tentang khilafah kepada umat bukan malah sebaliknya. Menganggap pembahasan khilafah tidak produktif.

 

Jika pembahasan tentang khilafah di sosial media dibilang tidak terlalu produktif dan harus diganti dengan hal yang lebih produktif semisal masalah pendidikan dan lain sebagainya. Maka, tugas ulama meluruskan sesuai dengan syariat Islam bukan malah sebaliknya, ikut mengiyakan pihak yang kontra terhadap ide khilafah.

 

Karena keterpurukan masalah ekonomi, maraknya korupsi, kenakalan remaja dan masih banyak lagi yang terjadi. Ini bukan disebabkan karena adanya ide khilafah tapi ini terjadi karena rusaknya sistem yang diterapkan di negeri ini yaitu sekular kapitalisme. Dimana di dalam sistem kapitalis itu ciri khasnya adalah memisahkan agama dengan kehidupan. Maka, sadar atau tidak saat ini umat di giring untuk ke penerapan sistem itu secara paripurna. Sedangkan di dalam Islam penyelesaian semua masalah itu seharusnya berkiblat kepada syariat, yaitu hukumnya Allah SWT.

 

Kalau memang negeri ini serius untuk bangkit dari semua keterpurukan yang terjadi. Harusnya meninggalkan sistem sekular kapitalis dan mau mencoba sistem yang lain yaitu sistem khilafah. Allah menciptakan alam dan seisinya itu disertai dengan aturan. Dan Allah SWT berfirman:
Sesungguhnya Alloh tidak akan mengubah keadaan suatu kaum sebelum kaum itu sendiri mengubah apa yang ada pada diri mereka.” (TQS. Ar Ra’d [13] : 11)
Wallahu a’lam bisawab. [Hw/Lm]

Please follow and like us:

Tentang Penulis