Diplomasi Natuna di Tengah Pusaran Kapitalisme Global

Oleh: Iiv Febriana

(Komunitas Majelis Taklim Rindu Syariah, Sidoarjo) 

 

LensaMediaNews – Berawal dari masuknya kapal patroli keamanan negeri China ke wilayah perairan Indonesia, hubungan politik RI dan China memanas. Indonesia dan China saling mengklaim wilayah perairan di sekitar Natuna, Kepulauan Riau. Indonesia menganggap kapal-kapal China tersebut telah menerobos wilayah Zona Ekonomi Eksklusif (ZEE) Indonesia. Sementara Beijing mengklaim wilayah perairan dekat Natuna itu masih bagian dari Laut China Selatan yang menjadi kedaulatan mereka.

Fakta yang diungkap Badan Keamanan Laut Republik Indonesia (Bakamla) menuturkan sebenarnya puluhan kapal nelayan China sudah memasuki perairan di sekitar Natuna sejak 10 Desember. Setelah diminta menjauh mereka pun menurut, namun beberapa hari kemudian mereka kembali dengan dikawal kapal penjaga pantai dan kapal perang China. (cnnindonesia.com, 3/Januari/2020)

 

Kedaulatan Semu

Masuknya kapal-kapal nelayan China di ZEE Indonesia sejatinya telah melanggar kedaulatan laut Indonesia. Namun sayangnya tidak ada usaha yang cukup berarti dari sejumlah pihak berwenang di Indonesia sendiri untuk membuat efek jera pada pelanggaran yang kesekian kali dilakukan oleh kapal-kapal China di perairan Indonesia.

Misalnya, pernyataan Menteri Pertahanan Prabowo, “Ya saya kira kita harus selesaikan dengan baik. Bagaimanapun China adalah negara sahabat.” (cnbcindonesia.com, 3/1/2020).

Juga pernyataan Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi Luhut Binsar Panjaitan, “Sebenarnya enggak usah dibesar-besarin lah. Kalau soal kehadiran kapal itu, sebenarnya kan kita juga kekurangan kemampuan kapal untuk melakukan patroli di ZEE kita itu. Sekarang memang coast guard kita itu.” (Tempo.co,5/1/2020).

Publik pun menduga Pemerintah tersandera investasi China di Indonesia sehingga tak mampu bersikap tegas. China saat ini tercatat sebagai negara pemberi utang keempat terbesar kepada Indonesia sebesar 17,75 miliar dolar AS atau setara Rp 274 triliun. Dalam soal investasi, China tercatat sebagai kedua terbesar. Berdasarkan catatan Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM), sepanjang Januari-september 2019, nilai investasi China mencapai 3,3 miliar dolar AS.(kompas.com, 8/Januari 2020)

 

Hegemoni Kapitalisme Global

Indonesia memiliki potensi sumber daya alam yang luar biasa ditambah lagi potensi geopolitik dan geostrategis yang sangat besar. Hal inilah yang menjadikan negeri kita tercinta ini menjadi objek penjajahan yang diperebutkan negara-negara besar di dunia termasuk China. Tak heran, jika diperlukan kekuatan militer akan dikerahkan untuk mengamankan kepentingan mereka.

Penjajahan ini akan usai ketika negeri-negeri kaum muslimin memiliki kekuatan politik dan militer yang mampu menopang kedaulatan negerinya. Kekuatan ini ada pada persatuan umat Islam di bawah penerapan Islam kaffah melalui sistem Khilafah Islamiyah.

Dalam kepemimpinan Islam menghadirkan visi mempersatukan sekaligus mencegah kezaliman dan penjajahan. Khilafah tidak akan tunduk pada kekuatan asing dan aseng sekalipun dengan dalih investasi. Termasuk juga perjanjian-perjanjian internasional yang mampu menggerus kedaulatan negerinya.

Hal yang tak kalah penting, khilafah menyatukan berbagai negeri muslim dan seluruh kaum muslim sedunia. Jika satu wilayah diserang musuh, misalnya Natuna, maka perlawanan tak hanya datang dari militer Indonesia, tapi juga militer wilayah Islam lainnya seperti Brunei Darussalam, Malaysia, Arab, Irak, Turki, Mesir, dan lainnya.

Demikianlah solusi untuk melawan arogansi China dan mengalahkannya. Hanya khilafah yang bisa menundukkan negara adidaya seperti China. Wilayah-wilayah lain pun harusnya merasa terancam karena pastinya China tak akan puas dengan Natuna saja, bisa jadi wilayah lain tak hanya di Indonesia, yang menurut mereka menguntungkan akan dicaploknya juga.

Dan sebagai negeri muslim seharusnya kita tidak ragu untuk kembali pada Islam selaku ideologi negara. Hanya dengan Islam, kehormatan politik negeri ini bisa diraih. Khilafah adalah solusi nyata.

Wallahu a’lam bishawab.

 

[el/LM]

Please follow and like us:

Tentang Penulis