Lantanglah Bersuara Mengiringi Jerit Uighur Tercinta
Oleh: Ita Mumtaz
LensaMediaNews – “Wahai Turkistan Timur. Luka berdarah umat. Komunitas Mujahid dan Mujahidin yang menentang penganiayaan. Orang-orang beriman yang berperang melawan mereka yang memaksa meninggalkan Islam. Alquran sedang dibakar. Madrasah dilarang. Sarjana agama dibunuh satu per satu”
Demikian cuplikan cuitan Pesepak bola Timnas Jerman, Mesut Ozil dalam akun Twitter pribadinya yang berimbas pada pemboikotan pertandingannya bersama Arsenal dan terhapus namanya dari video game PES 2020.
Saat nurani pemimpin dan ulama di negeri-negeri muslim telah buta terhadap penyiksaan rezim China terhadap muslim Uighur, Messut Ozil justru mempertaruhkan nama besar, karier, masa depan, bahkan mungkin hidupnya. Ozil telah mengajarkan kepada muslim sedunia bahwa gelimang harta dan popularitas jangan sampai membutakan hati.
Cuitan Ozil pasti membawa pengaruh bagi muslim Uighur dan masyarakat dunia. Namun kita butuh institusi terkuat yang mampu melawan hegemoni dan keangkuhan negara komunis itu. Saat ini, negara penjajah berani menindas umat Islam karena tak lagi memiliki kekuatan dan pemimpin yang ditakuti.
Barat memang sangat berambisi menguasai sumber daya alam dari negeri-negeri muslim. Untuk itulah, berbagai macam cara dilakukan agar umat Islam tak lagi bangkit seperti masa kejayaannya dulu.
Uighur adalah bangsa yang tinggal di daerah Asia Tengah yang berbahasa Turki. Mayoritas Penduduknya beragama Islam. Mereka tinggal di wilayah Xinjiang, yang bernama Turkistan Timur sebelum akhirnya dicaplok oleh China.
Pada 1949, setelah Partai Komunis Cina memenangkan perang sipil, Beijing secara resmi mengklaim Xinjiang sebagai wilayahnya, mengingat Xinjiang menyimpan cadangan minyak dan mineral yang cukup besar. Tak hanya itu, Xinjiang jadi pintu masuk China ke Asia Tengah dan Timur Tengah. Dua wilayah yang kini jadi salah dua lumbung investasi Cina.
Pasca tragedi 11 September 2001, Pemerintah China ikut menggencarkan aksi yang mendukung kampanye internasional “War on Terrorism” yang digaungkan Amerika. Mereka mengintensifkan pengejaran terhadap muslim Uighur dan berhasil menyeret beberapa orang Uighur, terutama dari Pakistan, Kazakhstan, dan Kyrgyzstan.
Hingga memasuki awal tahun 2020 ini, nasib muslim Uighur masih berada dalam penindasan dan mengalami penyiksaan di luar batas kemanusiaan. Namun muslim dunia tak mampu bersuara atas kejahatan yang dilakukan Xin Jinping kepada saudaranya.
Pemimpin negeri-negeri muslim, termasuk Indonesia tak punya nyali untuk membela dan melindungi muslim Uighur dari kekejian otoritas China dengan berbagai alasan. Bahkan pernyataan seorang tokoh muslim di negeri ini sungguh melukai hati orang-orang yang masih memiliki nurani. Said Aqil Siradj, mengatakan bahwa dia menjamin tidak ada diskriminasi apalagi kekerasan terhadap etnis Uighur dan minoritas Muslim lainnya di Xinjiang, China. (cnnndonesia.com,17/07/2019)
Kondisi memilukan yang dialami oleh muslim Uighur, juga umat Islam di belahan bumi yang lain seperti Suriah, Palestina, Khasmir, Rohingya, dan masih banyak lagi akan terus berlangsung tersebab tiadanya pelindung.
Pelindung dan pengayom umat itu tak lain adalah seorang pemimpin dalam tatanan negara berdaulat. Seorang pemimpin di dalam sistem Islam akan menjalankan kewajiban serta amanah agung yang diberikan oleh Allah terkait dengan kepemimpinannya. Selagi umat masih bercerai dan tidak ada persatuan di bawah satu kepemimpinan, maka masing-masing akan merasa bahwa tak layak kita ikut campur urusan negara lain. Padahal Rasulullah telah mengajarkan kepada kita bahwa seorang muslim adalah saudara bagi muslim yang lain.
Jika pemikiran nasionalisme mengalahkan rasa persaudaraan sesama muslim, berarti ukhuwah Islam telah hilang dalam dada-dada kaum muslimin. Sekat-sekat semu kebangsaan nyatanya telah menjadi pembatas dan penghalang ukhuwah di antara mereka.
Untuk itulah, mengembalikan persatuan umat Islam sedunia dalam satu kepemimpinan sangatlah urgent untuk diperjuangkan. Kokohnya kesatuan wilayah kaum muslim dalam naungan Islam adalah simbol dari sebuah kekuatan besar. Harapannya, suara pembelaan kita kepada saudara muslim Uighur di antara jeritan mereka mampu menggugah kesadaran muslim sedunia akan pentingnya sebuah institusi pemersatu umat. Sekaligus menggentarkan musuh-musuh Islam, baik negara komunis maupun kapitalis.
Ketika Allah memenangkan kaum muslimin, maka syariat-Nya akan tegak secara kaffah. Persatuan dan kekuatan umat Islam akan terbentuk dengan sempurna. Orang-orang kafir menjadi putus asa ketika kekuatannya tak lagi mampu meruntuhkan kejayaan Islam.
الْيَوْمَ يَئِسَ الَّذِينَ كَفَرُوا مِنْ دِينِكُمْ فَلَا تَخْشَوْهُمْ وَاخْشَوْنِ ۚ
“..Pada hari ini orang-orang kafir telah putus asa untuk (mengalahkan) agamamu, sebab itu janganlah kamu takut kepada mereka dan takutlah kepada-Ku.” (QS. Al-Maidah 3)
Semoga kekuatan besar itu segera terwujud melalui tangan-tangan para pejuangnya. Sehingga musnahlah segala bentuk penindasan dan penjajahan.
Wallahu a’lam bish-shawwab.
[el/LM]