Bencana Banjir, Kembalikan Solusinya pada Islam

Oleh: Iit Oktaviani patonah, S.Pd

 

LensaMediaNews— Akhir-akhir ini curah hujan di berbagai wilayah semakin meningkat, termasuk didalamnya adalah Ibu Kota Jakarta. Diawal tahun baru tanggal 1 Januari 2020 banjir menyapa warga Jabodetabek. BMKG memberi peringatan tentang akan adanya hujan di seluruh wilayah Jabodetabek dan kemungkinan akan terjadi banjir (cnbcindonesia.com 01/01/2020).

 

Bencana banjir ini bukan bencana yang pertama terjadi, namun seolah sudah menjadi fenomena tahunan yang tak kunjung usai. Tak sedikit masyarakat yang mengalami kerugian besar atas terjadinya banjir yang membuat lumpuh Ibu Kota Jakarta. Ratusan rumah tenggelam, alat-alat transportasi seperti mobil dan motor terendam bahkan hanyut, listrik padam, ribuan jiwa harus terpaksa mengungsi dan puluhan nyawa pun melayang. Banyak yang menilai bahwa banjir kali ini yang terjadi di berbagai wilayah Jabodetabek merupakan banjir yang cukup parah selama 30 tahun terakhir.

 

Masyarakat luas termasuk korban banjir menilai bahwa hingga saat ini pemerintah belum berupaya menyelesaikan persoalan banjir secara serius. Solusi yang ditawarkan seolah parsial tidak menyelesaikan hingga ke akar permasalahan.

 

Jika kita cermati dengan serius apa sebenarnya sebab dari kerusakan yang terjadi, tidak lain dan tidak bukan adalah karena terjadinya pembangunan berskala besar yang di laksanakan oleh pemerintahan rezim Jokowi hari ini. Alih fungsi lahan yang seharusnya mendapatkan ruang untuk air masuk ke dalam tanah, beralih menjadi bangunan-bangunan liar yang itu semua merupakan lahan bisnis pemerintah dengan pihak asing.

 

Contoh depan mata hari ini yaitu terjadi proyek besar yang menghabiskan dana puluhan triliun dilakukan Presiden Jokowi tanpa analisis dan pertimbangan yang matang. Pemerintah menafikkan prinsip-prinsip dasar yang seharusnya mereka pertimbangkan dalam proses pembangunan.

 

Namun demikianlah, dasar pijakan rezim yang lahir didalam sistem kapitalisme nyatanya bukan berusaha memberikan perencanaan atau solusi terbaik bagi kebutuhan rakyatnya, akan tetapi bagaimana caranya mereka bisa untung dan menguntungkan negara korporasi penjajah. Alhasil, Indonesia yang sejak awal menyetujui kesepakat OBOR China kini menjadi negara yang melayani kepentingan-kepentingan sang tuan. Inilah buah dari penerapan kapitalis-sekuler.

 

Penerapannya menjadikan pemerintah gagal dalam mewujudkan fungsi utama yaitu mengatur urusan umat dengan baik dan berpedoman pada aturan Ilahi yang sudah Rasulullah Saw dan para sahabat contohkan. Sehingga tidak dipungkiri bahwa akar masalah kerusakan yang terjadi adalah bercokolnya sistem rusak kapitalisme. Oleh karenanya, satu-satunya solusi mendasar adalah meninggalkan sistem kapitalis-sekuler dan beralih mengadopsi secara utuh sistem Islam dalam setiap ranah kehidupan.

 

Islam adalah agama yang bukan hanya mengatur hubungan manusia dalam beribadah kepada Allah Swt, namun juga islam mengatur bagaimana manusia mampu mengelola dunia ini dengan sebaik-baiknya. Islam dengan pandangan yang shahih memberikan nilai-nilai yang kompleks bagi setiap manusia. Nilai yang dianut untuk kehidupan pribadi akan selaras dengan nilai-nilai yang seharusnya kita jalankan dalam kehidupan bermasyarakat bahkan bernegara sekalipun.

 

Seperti halnya dalam menyelesaikan kasus banjir, pemimpin islam atau yang disebut Khilafah memiliki kebijakan canggih dan efisien. Dalam menyelesaikan kasus banjir karena terjadinya alih fungsi lahan dalam proses penyerapan air oleh tanah, khilafah akan membangun bendungan-bendungan yang dipastikan mampu menampung curah hujan, curahan air dari aliran sungai, dan lain sebagainya.

 

Sebagai contoh dimasa kegemilangan Islam, pada kekhilafahan ‘Abbasiyyah dibangun beberapa bendungan di Kota Baghdad dan Irak. Di dekat Kota Madinah Al-Munawwarah terdapat bendungan yang bernama Qusaybah. Sejarah mencatat pada tahun 370 H/960 M, Buwayyah Amir Adud al-Daulah membuat bendungan hidrolik raksasa di sungai Kur, Iran. Insinyur-insinyur yang bekerja saat itu, menutup sungai antara Shiraz dan Istaqhir, dengan tembok besar (bendungan) sehingga membentuk danau raksasa.

 

Selain kebijakan diatas, khilafah juga akan membuat kebijakan-kebijakan penting seperti halnya harus menyediakan variabel-variabel drainase ketika pembukaan pemukiman baru atau kawasan baru. Khilafah akan membuat syarat-syarat ketat dalam izin membuat bangunan, yang dipastikan tidak mendatangkan kemudharatan besar seperti halnya banjir untuk masyarakat umum.

 

Demikianlah contoh kecil pemerintah islam bertanggungjawab dalam pengurusan urusan umat. Seorang khalifah menyadari betul salah satu sabda Rasulullah Saw “Imam adalah ibarat pengembala dan hanya dialah yang bertanggungjawab terhadap gembalaannya (rakyatnya)”. (HR. Muslim)

 

Pada pandangan inilah kebutuhan masyarakat menjadi nyata terhadap adanya pengaturan dan kepemimpinan Islam dalam kehidupan. Sudah saatnya kita kembali kepada hukum-hukum Allah Swt, menerapkan Syari’at Islam, karena hanya dengan Syari’at Islam segala problematika ummat akan mampu diselesaikan dengan baik. Wallahua’lam. [ry/LM]

Please follow and like us:

Tentang Penulis