Kemuliaan Akhlak Islam pada Tawanan (Kisah Sahabat Rasul Tsumamah bin Atsal)

Oleh: Neng RSN

 

 

Ketika tidak ada junnah yang melindungi dan menjaga kemuliaan kaum muslimin, nasib umat Islam hampir di seluruh dunia terjajah dan menderita, seperti Muslim di Palestina, Suriah, Irak, Afganistan, muslim Rohingya, muslim Uygur, dan umat Islam minoritas lainnya. Dan lebih mengenaskan saat mereka menjadi tawanan.

 

Beragam kisah pahit yang dialami para tawanan muslim, seperti di Penjara Guantanamo (Kuba), Abu Ghraib (Irak), Penjara Ayalon (Israel), dan lainnya. Tentu menyisakan pertanyaan besar tentang ironi bagi kemanusiaan. Di saat HAM disuarakan oleh Barat, justru di penjara mereka sendiri HAM dikebiri. Tak peduli laki-laki, perempuan, orang tua, anak kecil, mereka diperlakukan tidak manusiawi. Siksaan demi siksaan baik fisik mau pun psikis mereka alami. Bahkan banyak yang meregang nyawa di dalam penjara. Laknatullah, sungguh zolim.

 

Tapi tidak dengan Islam, Rasulullah Saw telah memberikan prinsip mendasar memperlakukan tawanan. Beliau bersabda, “Aku wasiatkan agar kalian berbuat baik terhadap mereka –yaitu tawanan–.” (HR. ath-Thabrani dalam al-Kabir, 977).

 

Berbuat baik terhadap tawanan, seperti memberikan makan dan minuman dengan baik, memberikan pakaian, mengobati luka, memberikan tempat yang layak, tidak menyiksa, tidak memisahkan ibu dan anaknya. Jika terpaksa membunuh, harus sesuai syariat, yaitu tidak menyiksa dan tidak boleh dimutilasi. Semua itu menjadi rujukan para sahabat dan kaum muslim sampai kapan pun.

 

Kemuliaan akhlak itulah, membuat orang-orang kafir kagum dan tak sedikit yang bersyahadat. Salah satunya Tsumamah bin Atsal. Ia adalah kepala suku Hanif yang merupakan tetangga sebelah Mekah. Suku Quraisy dan Hanif ialah suku besar. Suku Hanif adalah pemasok makanan untuk Mekah, seperti gandum, kurma, dan sebagainya. Mereka adalah orang yang membenci Islam.

 

Berdasarkan shahih Bukhari, dikisahkan Tsumamah bin Atsal ditangkap oleh Muhammad bin Maslamah ra. Pada masa itu terjadi perang Ahzab dan setelah perang selesai, Rasulullah Saw menghukum satu per satu suku yang menyerang Madinah, di mulai dari suku Quraizhah (Yahudi). Beliau membentuk beberapa pasukan, salah satunya dipimpin oleh Muhammad bin Maslamah ra berjumlah 30 orang. Rasulullah Saw memberi perintah untuk menyerang Bani Qirtho di wilayah Najd. Di tengah perjalanan pulang, mereka melihat ada satu orang yang berjalan sendirian karena diduga orang itu dari suku Qirtho dibawalah sebagai tawanan.

 

Setibanya di Madinah, Rasulullah Saw melihat ghanimah-ghanimah dan tawanan perang yang dibawa pasukan Muhammad bin Maslamah ra. Di antara tawanan tersebut ada Tsumamah bin Atsal. “Apakah kalian mengenalnya?’’ Tanya Beliau. Mereka menjawab tidak. Beliau berkata, “Ini Tsumamah bin Atsal Al-Hanif, kepala suku Hanif. Berbuatlah baik pada tawanan hingga mereka bersedia masuk Islam, terutama Tsumamah bin Atsal”.

 

Diikatlah ia di tiang dekat pintu masjid Nabawi. Tiap harinya, ia melihat aktivitas Rasulullah mengimami salat dan membaca Al Qur’an. Setelah tiga hari, Rasulullah bertanya, “Bagaimana pendapatmu, mau masuk Islam atau kamu tetap dengan keyakinanmu atau ada pendapatmu yang lain?” Ia menjawab, “Wahai Muhammad, bila engkau membunuh aku, maka engkau membunuh seseorang yang memiliki banyak darah yang siap berkorban untuknya. Bila engkau memaafkan, engkau memaafkan seseorang yang sangat tahu bagaimana berterima kasih. Bila engkau menginginkan harta sebut saja, apa saja yang engkau minta akan engkau dapatkan. Beliau diam dan pergi salat.

 

Hal itu berlangsung selama tiga hari dengan pertanyaan dan jawaban yang sama. Selama itu pula, para sahabat memperlakukan dirinya dan tawanan lainnya dengan baik. Tiga hari berikutnya pun sama, tapi ia kaget di hari ketiga Rasulullah mengatakan, “Saya maafkan kamu, pulanglah. Tidak ada tebusan, tidak ada dendam, pulanglah”. Maka ia keluar dari Madinah, membersihkan diri, mengganti pakaian dan kembali ke Madinah, lalu bersyahadat.

 

Rasulullah bertanya, “Kenapa engkau bersyahadat? Kenapa tidak bersyahadat sejak awal?” Ia menjawab, “Demi Allah Ya Rasulullah, dulu Engkau orang yang paling aku benci. Agamamu agama yang paling aku benci. Dan Madinah negeri yang paling aku benci. Sekarang semuanya terbalik. Rasulullah engkau orang yang aku cintai. Islam agama yang aku suka. Dan negerimu yang paling aku rindukan”.

 

Begitulah, kemuliaan akhlak Islam terhadap tawanan yang dicontohkan oleh Rasulullah Saw. Beliau adalah teladan kelembutan hati yang sempurna. Dan agama yang dibawa Rasulullah adalah agama yang sempurna, “Islam rahmatan lil ‘alamin”.
Wallaahu a’lam bish shawab.

Sumber: HR. Bukhari, Kitab Al-Maghazi: Bab Wafdi Bani Hanifah, hadis no. 4372

[Hw/Lm]

Please follow and like us:

Tentang Penulis