BUMN Ajang Bancakan Korporasi Swasta

Oleh: Iiv Febriana

(Komunitas Muslimah Peduli Syariah Sidoarjo) 

 

 

LensaMediaNews— Menteri BUMN Erick Tohir melakukan serangkaian tindakan untuk membersihkan BUMN pasca viralnya kasus penyelundupan motor Harley Davidson dan sepeda Brompton melalui pesawat baru Garuda Indonesia Airbus A330-900 Neo. Kasus ini membuka tabir sejumlah praktik kelola perusahaan BUMN yang buruk, dimana terungkapnya fakta fantastis anak, cucu dan cicit perusahaan BUMN yang berjumlah ratusan.

 

Pengamat BUMN Toto Pranoto menjelaskan membengkaknya pertumbuhan anak-cucu perusahaan BUMN disebabkan karena adanya kelalaian dalam pengelolaan BUMN. Problemnya sebagian besar kinerja anak-cucu perusahaan BUMN tidak berhubungan langsung dengan induk bisnisnya (detik.com, 13/12/2019).

 

BUMN Sarang Korporasi Swasta

BUMN sebagai perusahaan plat merah memang merupakan salah satu sumber pendapatan yang diandalkan oleh negara. Undang-Undang No. 19 tahun 2003 mengamanahi BUMN sebagai perusahaan negara dengan tujuan menyediakan barang dan jasa publik untuk memberikan layanan sekaligus mendapatkan keuntungan. Dan dua tujuan ini tidak bisa dilepaskan satu sama lain.

 

Namun pada praktiknya, kinerja BUMN hari ini tak ubahnya seperti ‘korporasi swasta’ yang justru mengedepankan bisnis untuk mengejar keuntungan maksimum dari rakyat. Ironisnya fungsi bisnis ini pun ternyata tak berjalan. Alih-alih memberi untung besar pada negara, pengelolaannya yang buruk membuat BUMN justru menjadi salah satu sumber masalah bagi negara.

 

Menurut Menteri BUMN Erick Tohir, jika ditotal Indonesia punya 142 perusahaan badan usaha milik negara (BUMN) di berbagai sektor. Dari jumlah itu, ternyata hanya sebagian kecil yang mampu mengontribusikan keuntungan untuk negara. Gambarannya, pendapatan yang bisa dihasilkan BUMN kurang lebih Rp 210 Triliun tapi 76% lebih berasal dari 15 perusahaan yang bergerak di bidang perbankan, telkom, komunikasi, dan oil and gas (cnbcindonesia.com, 02/12/2019).

 

Pandangan Islam Tentang BUMN

Islam mengklasifikasikan harta milik publik menjadi 2 bagian. Pertama, Milkiyah Ammah (kepemilikan umum), yaitu harta milik publik meliputi sektor yang memenuhi hajat hidup publik dan harta SDA yg tidak terbatas. Contohnya: air, infrastruktur jalan, energi dari batu bara dan minyak bumi, hutan, tambang minerba, dan lainnya. Semua ini tidak boleh dikelola selain oleh negara sendiri. Keterlibatan swasta hanya sebagai pekerja dengan akad ijarah/kontrak. Negara tidak boleh mengambil untung dari harta milik rakyat.

 

Sebagaimana hadits dari Ibnu Abbas RA berkata sesungguhnya Nabi saw bersabda:
Kaum muslim berserikat dalam tiga hal yaitu; air, padang rumput (hutan), api (bahan bakar).” (HR Ibnu Majah).

 

Kedua, Milkiyah daulah (kepemilikan negara) berupa pengelolaan bangunan, tanah dan perkebunan yang bisa diberikan kepada rakyat atau dikelola oleh negara sendiri melalui Baitul Mal yang mengedepankan pemberdayaan masyarakat dan tidak berperan sebagai pebisnis ketika berhadapan dengan kemaslahatan publik. Maka pemerintah berkewajiban mengurusnya dengan baik dan benar.

 

Selama tidak diterapkan konsep kepemilikan dalam Islam, maka tak heran jika terjadi carut marut dalam pengelolaan BUMN. Karena akar masalahnya ada pada model pengelolaan layanan publik yang tegak pada paradigma bisnis. Dalam sistem ini, sektor publik diliberalisasi dan dikomersialisasi. Sementara negara memposisikan dirinya hanya sebagai regulator dan fasilitator saja.

 

Yang menjadi korban tentu rakyat kecil, mereka harus menebus pemenuhan hajat hidupnya dengan biaya yang tidak sedikit, padahal itu semua adalah hak mereka yang berasal dari kekayaan bumi negerinya sendiri. Tak heran jika keluar slogan “orang miskin dilarang sakit” dikarenakan pengelolaan sumber daya alam dalam sistem ini sungguh tidak berpihak pada kesejahteraan rakyat.

 

Sadarlah wahai para punggawa negeri bahwa sumber semua kerusakan ini adalah sistem kapitalis-sekuler yang sarat liberalisasi. Saatnya kembali pada Islam kaffah untuk mewujudkan keberkahan hidup yang sejati. Wallahu a’lam bisshowab. [ry/LM]

Please follow and like us:

Tentang Penulis