Radikalisme: Tuduhan Buta kepada Islam

Oleh: Dita Puspita
(Komunitas Menulis Setajam Pena)

 

LensaMediaNews – Kesekian kalinya, isu radikalisme kembali diungkit, pembahasan isu radikalisme ini terus digencarkan oleh pemerintah. Hanya saja jika radikalisme selalu disudutkan bagi mereka yang berjenggot, bercadar maupun bercelana cingkrang, adalah sebuah pemikiran yang keliru. Sungguh ini merupakan Islamophobia yang akut.

Dikutip dari CNN Indonesia (12/11), Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (PANRB) bersama sejumlah kementerian/lembaga terkait menandatangani Surat Keputusan Bersama (SKB) tentang penanganan radikalisme bagi kalangan aparatur sipil negara (ASN). Terdapat 11 kementerian/lembaga yang ikut menandatangani SKB tersebut, yakni Kemenkopolhukam, Kemendagri, Kemenag, Kemenkominfo, Kemendikbud, Kemenkumham, BIN, BNPT, BIPP, BKN, dan KASN. Deputi Bidang SDM Aparatur Kementerian PANRB, Setiawan Wangsaatmaja mengatakan SKB tersebut sebagai langkah antisipasi terhadap maraknya isu radikalisme di kalangan ASN. Sikap ini diambil berdasarkan pada Undang-undang ASN dan keempat pilar negara Indonesia.

Pemerintah meluncurkan portal aduanasn.id untuk menampung pengaduan masyarakat terhadap aparat sipil negara (ASN) yang diduga terpapar radikalisme. Bagi masyarakat yang ingin mengadukan dugaan ASN radikal, bisa mengklik laman aduanasn.id, mendaftar dan kemudian melaporkan kasus adanya ANS yang diduga terpapar radikalisme.

Menteri Agama, Fachrul Razi mengingatkan kepada ASN untuk tidak terpengaruh paham radikal. Menurut Menteri yang merupakan putra Aceh itu, ada beberapa poin yang tidak boleh dilakukan oleh ASN agar ia tidak dianggap bertentangan dengan nilai-nilai Pancasila dan tidak terpengaruh paham radikal (Tempo, 12/11/19).

Isu anti radikalisme merupakan pemecah belah umat Islam. Melalui situs aduan tersebut, anak negeri diprovokasi untuk menjadi mata-mata bagi sesamanya dan mengembangkan sikap saling curiga antar warga. Sementara dengan SKB 11 kementerian, diharapkan seluruh pintu berkembangnya radikalisme tertutup. Padahal apa yg dianggap radikalisme lebih dominan bermuatan politis untuk memenangkan kepentingan rezim.

Serangan terhadap opini khilafah yang begitu masif ini sejatinya merupakan bagian dari proyek deradikalisasi yang diperintahkan oleh presiden Joko Widodo. Dengan kata lain deradikalisasi adalah strategi penghambat laju ide khilafah. Pernyataan bahwa khilafah tidak relevan di zaman sekarang merupakan pernyataan yang salah besar. Khilafah merupakan kepastian yang bersumber dari Islam. Perkara yang haq berasal dari zat yang Maha Benar dan merupakan ajaran Islam. Sungguh pernyataan yang keliru ketika menyebut bahwa khilafah merupakan paham radikal.

Fakta bahwa khilafah pernah ada selama belasan abad, tidak bisa dipungkiri. Banyak sejarawan barat yang mengungkapkan keberhasilan dan kegemilangan ketika khilafah diterapkan. Khilafah merupakan warisan Rasulullah SAW. Rasulullah SAW hijrah ke Madinah dan mendirikan Daulah Islam yang pertama. Kemudian dilanjutkan oleh Khulafaur Rasyidin hingga kekhilafahan terakhir yaitu
Daulah Utsmaniyah di Turki pada tahun 1924. Sumber-sumber sejarah tidak ada yang meragukan kebenaran ini. Sudah saatnya masyarakat paham bahwa Khilafah bukanlah ancaman, Khilafah merupakan solusi bagi seluruh permasalahan masyarakat saat ini.

Wallahua’lam bisshowab.

 

[LNR]

Please follow and like us:

Tentang Penulis