Kemana Hilangnya Rasa Marah Kaum Muslim?
Oleh: Rut Sri Wahyuningsih
LensaMediaNews— Penghinaan Nabi atas nama Nasionalisme masih bergulir. Berbagai reaksi bermunculan. Dan ironinya kaum muslim terbelah. Sebagian kaum Muslim menginginkan kasus Sukmawati segera di meja hijaukan. Sebab ini negara UU, menghina presiden saja dianggap sebagai kriminal. Mengapa menghina Nabi tidak? bukankah inipun pelanggaran terhadap hak beragama seseorang?
Namun sebagian lagi menginginkan ada mediasi. Sebagaimana dilansir Suara.com , 21/11/2019, dimana Wakil Presiden Maruf Amin menilai sebaiknya persoalan Sukmawati Soekarnoputri yang membandingkan sang Ayah, Presiden ke-1 RI Soekarno dengan Nabi Muhammad Saw bisa selesai dengan langkah mediasi.
Menurutnya, tidak selalu baik apabila kontroversi semacam itu melulu harus berakhir di meja hijau. Maruf sepakat apabila Nabi Muhammad Saw tidak bisa dibandingkan dengan tokoh lainnya. Akan tetapi sebaiknya pernyataan Sukmawati tersebut lebih baik diselesaikan dengan cara berbicara dengan kedua belah pihak. Hal itu disampaikan Maruf ketika mendengar ada sejumlah pihak yang melaporkan Sukmawati ke pihak kepolisian.
Sikap dan tabiat “menghina” atau “menistakan” adalah akhlak para musuh Allâh Azza wa Jalla yang menjadi akhlak orang kafir dan munafiqin. Allah SWT berfirman yang artinya: “Dan jika kamu tanyakan kepada mereka (tentang apa yang mereka lakukan itu), tentu mereka akan menjawab:”Sesungguhnya kami hanya bersenda gurau dan bermain-main saja”. Katakanlah: ”Apakah dengan Allah, ayat-ayat-Nya dan Rasûl-Nya kamu selalu berolok-olok?”. Tidak usah kamu minta maaf, karena kamu kafir sesudah beriman. Jika Kami mema’afkan segolongan dari kamu (lantaran mereka taubat), niscaya Kami akan mengadzab golongan (yang lain) di sebabkan mereka adalah orang-orang yang selalu berbuat dosa. (At-Taubah/9: 66)
Tak ada ampun bagi mereka yang menghinakan Nabi dan agama Islam, sebab itu perbuatan kaum kafir. Dan lebih-lebih jika permaafan itu lahir dari lisan seorang Muslim. Alangkah naifnya. Kemana rasa marah kaum Muslim?
Bukankah seharusnya ulama yang berada di garis terdepan untuk menyatakan perang terhadap penghina Nabi dan agama Islam? sebab, ulamalah pewaris Nabi dan penjaga agama Islam. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
“Sesungguhnya ulama adalah pewaris para nabi. Sungguh para nabi tidak mewariskan dinar dan dirham. Sungguh mereka hanya mewariskan ilmu. Barang siapa mengambil warisan tersebut ia telah mengambil bagian yang banyak.” (HR. al-Imam at-Tirmidzi di dalam Sunan beliau no. 2681, Ahmad di dalam Musnad-nya (5/169), ad-Darimi di dalam Sunan-nya (1/98), Abu Dawud no. 3641, Ibnu Majah di dalam Muqaddimah-nya)
Jika para ulama lemah bagaimana umat bisa paham dan bergerak membela agamanya? padahal janji Allah SWT pasti akan meneguhkan kedudukan seorang hamba jika menolong agama Allah ( QS Muhammad: 8-9). Sekali-kali bukan Allah yang butuh untuk dibela, namun manusia sendiri yang papa. Tak memiliki kekuatan dan tak mengetahui maslahat bagi dirinya.
Kita sudah bisa melihat bagaimana hari ini kita berada pada pengaturan sistem buatan manusia yang sangat bertentangan dengan syariat Allah. Bisa dibilang kita berdosa dobel-dobel. Tak berupaya menegakkan syariat Allah dan tak berjuang untuk hidup berIslam secara kaffah. Hujjah apa yang kita miliki dihadapan Allah? maka sangat perlu bimbingan ulama yang tegas menentang lantang setiap kezaliman yang terjadi. Agar tak berulang pula penghinaan dan pelecehan agama atas nama Nasionalisme atau apapun.
Memejahijaukan penghina Nabi dan Agama Islam bukan bentuk kezaliman. Sebab ia adalah bagian dari syariat, perintah Allah SWT. Maka tidak ada pilihan kedua selain sami’na wa ato’ na, kami mendengar dan kami taat. Wallahu a’ lam biashowab. [Lm/Hw]