Iuran BPJS Naik Bikin Rakyat Tercekik

Oleh: Nor Aniyah, S.Pd
(Penulis, Pemerhati Masalah Sosial dan Generasi) 

LensaMediaNews – Terus mengalami defisit, Menteri Keuangan Republik Indonesia, buka opsi naikkan biaya iuran BPJS (Badan Penyelenggara Jaminan Sosial) Kesehatan hingga lebih dari seratus persen. Dalam pembahasan sempat diusulkan angka kenaikan iuran untuk peserta JKN (Jaminan Kesehatan Nasional) kelas I yang tadinya hanya membayar Rp80.000,00 per bulan menjadi sebesar Rp160.000,00 per bulan.

Selanjutnya untuk peserta JKN kelas II biaya iuran diusulkan naik menjadi Rp110.000,00 dari yang sebelumnya Rp51.000,00. Sementara untuk peserta JKN mandiri kelas III yang tadinya hanya membayar iuran sebesar Rp25.500,00 harus merogoh kocek lebih besar setiap bulanannya yaitu Rp42.000,00.

Kenaikan iuran BPJS Kesehatan ini mendapatkan penolakan dari masyarakat, salah satunya datang dari Ketua Yayasan Lembaga Konsumen Kalsel. Ia menilai, kenaikan iuran BPJS Kesehatan semakin memberatkan masyarakat sebab kenaikan mencapai hingga 100%. Ia juga mempertanyakan apakah dengan kenaikan tersebut bakal menjadi jaminan pelayanan pengguna menjadi lebih baik. “Bukan rahasia umum selama ini pengguna BPJS Kesehatan banyak yang mengeluhkan layanan ketika sedang berobat,” katanya (jejakrekam.com, 29/9/2019).

Rencana kenaikan tarif BPJS Kesehatan ini ditanggapi beragam peserta. Salah satu warga mengatakan, kenaikan tarif ini membuat dirinya berhitung ulang kebutuhan bulanan. Di sisi lain ia menyinggung pelayanan yang diberikan oleh rumah sakit ketika menggunakan BPJS Kesehatan. Pasien BPJS dipandang sebelah mata dibandingkan dengan pasien umum. Dia menyayangkan untuk menutup defisit di BPJS Kesehatan, pemerintah malah membebankannya ke masyarakat (kalsel.prokal.co, 29/8/2019).

Kesehatan menjadi sesuatu yang sulit untuk didapatkan. Berbayar dengan harga yang mahal. Orang pun seakan takut sakit. Bisa jatuh miskin. Sudah bayar iuran setiap bulan, dan tidak sakit-sakit juga. Ditagih setiap bulan, ini prinsip yang salah. Bahkan, bila tidak bayar, terlambat pelayanan sampai dapat sanksi denda, dan diancam tidak dilayani dalam pelayan publik.

Banyak kalangan mempertanyakan penguasa bekerja untuk siapa. Anehnya, para “wakil rakyat” malah mengabaikan aspirasi rakyat, dan lebih memilih memihak swasta dan asing. Pihak BPJS mengaku rugi. Anehnya, gaji pegawainya naik berkali-kali lipat. Rakyat semakin miskin, sementara pengusaha makin sejahtera.

Masyarakat, rumah sakit, tenaga medis, dan dokter pun terzalimi oleh sistem Kapitalisme yang mengharuskan layanan kesehatan dikomersilkan. Lewat BPJS, rakyat dipaksa bayar mahal. Namun, pelayanan yang diterima tidak memadai. Bahkan kerap tidak sesuai dengan yang semestinya.

Kemana lagi rakyat mengadu dengan segala keresahan yang dialami jika penguasa tidak mau peduli? dan penguasa negeri ini mengatakan “bukan urusan saya.” Sebenarnya penguasa bekerja untuk siapa?

Dalam pandangan Islam, kesehatan merupakan kebutuhan rakyat yang paling mendasar. Negara wajib menyediakannya. Tugas negara mengupayakan sumber dana yang tepat untuk seluruh fasilitas kesehatan. Serta melayani seluruh rakyat tanpa pilih kasih. Bukan menarik iuran yang mencekik kepada rakyatnya dan melayani sesuai harga yang mereka bayarkan.

Rasulullah saw, sebagai kepala negara telah menjamin kesehatan rakyatnya yang sakit tanpa memungut biaya sedikitpun dari rakyat. Hal tersebut didasarkan pada hadits, sebagaimana penuturan Jabir ra: “Rasulullah saw. pernah mengirim seorang dokter kepada Ubay bin Kaab (yang sedang sakit). Dokter itu memotong salah satu urat Ubay bin Kaab lalu melakukan kay (pengecosan dengan besi panas) pada urat itu.” (HR. Abu Dawud).

Selain itu, khalifah Umar pun menjamin kesehatan bagi rakyatnya dengan mengirimkan dokter, tanpa meminta sedikitpun imbalan. Sebagaimana yang terdapat di dalam Al-Mustadrak ‘ala ash-Shahihayn karya Imam al-Hakim, disebutkan oleh Zaid bin Aslam bahwa kakeknya pernah berkata: “Aku pernah sakit parah pada masa Khalifah Umar bin al-Khaththab. Lalu Khalifah Umar memanggil seorang dokter untukku. Kemudian dokter itu menyuruh aku diet (memantang memakan yang membahayakan) hingga aku harus menghisap biji kurma karena saking kerasnya diet itu.” (HR. al-Hakim, Al-Mustadrak IV/7464).

Negara akan memaksimalkan harta negara dan sumber daya alam yang ada, untuk membiayai anggaran mutlak bagi seluruh kebutuhan dasar rakyat, termasuk layanan kesehatan. Pelayanan nomor satu, dan kemudahan dalam memberikan pertolongan pada pasien. Membuat orang tidak merasa sedih ketika sakit. Karena penguasa bertanggungjawab melayani rakyat dengan sepenuh hati, gratis dan pelayanan terbaik.

Wallahu a’ lam biashowab.

 

[LS/Ry]

Please follow and like us:

Tentang Penulis