Hanya dengan Kepemimpinan Islam, Mampu Atasi Konflik Papua

Oleh: Tri S, S.Si
(Pemerhati Perempuan dan Generasi)

 

LensaMediaNews – Enam hari pasca kerusuhan yang terjadi di Wamena, Kabupaten Jayawijaya, Papua, semakin banyak warga yang mendaftar untuk dievakuasi ke Jayapura. Komandan Lanud Silas Papare Jayapura Marsma TNI Tri Bowo Budi Santoso menyebutkan, hingga kini jumlah warga yang mendaftar mencapai 10.000 orang (KOMPAS.com, 29/09/2019).

Permasalahan Papua, tidak kali ini saja terjadi. Diskriminasi, Rasisme, kesenjangan sosial, kriminalitas menjadi deretan daftar peristiwa yang terjadi di bumi cendrawasih. Konflik papua tidak bisa dilepaskan dari misteri peristiwa masa lalu, yakni Pepera (Penentuan Pendapat Rakyat) 1969.

Upaya-upaya disintegrasi ini tak hanya hari ini terjadi. Tak hanya rasisme saja yang menjadi pemantik api konflik tanah “Sio Mama” ini. Namun, ketidaktegasan pemerintah untuk menyelesaikan dan memahami akar masalah sebenarnya, justru memberikan keleluasaan pada pihak-pihak tertentu untuk memuluskan jalan disintegrasi.

Internasionalisasi isu Papua juga dilakukan oleh Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) dan organisasi pro Papua Merdeka. Sebut saja, kantor organisasi Free West Papua telah dibuka oleh Benny Wenda di Oxford, Inggris pada April 2013. Aktifis pro Papua merdeka tak henti-hentinya berjuang hingga ke ranah Internasional.

Mereka senantiasa mengkampanyekan isu-isu Hak Asasi Manusia (HAM), penindasan dan ketidakadilan yang diderita oleh rakyat Papua. Mereka juga menulis di media-media, bahwasanya integrasi Papua Barat lewat Pepera itu tidaklah sah. Tak bisa dinafikan, ada campur tangan asing dibalik rencana referendum Papua Barat. Bahkan Menkopolhukam, Wiranto, menuturkan bahwa wacana kemerdekaan Papua yang mengemuka selama ini salah satunya tak lain akibat campur tangan asing.

Sudah bukan rahasia lagi nama Australia selalu terseret ketika isu Papua mengemuka. Ketika Belanda mengakui kemerdekaan Indonesia pada 1949, kepanjangantangan AS di timur ini tetap mempertahankan kekuasaan di Papua Barat. Namun Presiden Soekarno kemudian meminta Papua, Irian sebutannya ketika itu, menjadi bagian Indonesia.

Jangan melupakan bagaimana besarnya kekayaan alam yang ada di Papua. Tambang emas dan tembaga Grasberg, merupakan tambang emas terbesar di dunia. Ada galian minyak bumi di Sorong. Bahkan potensi hutan membentang luas di sana. Tentu saja menggiurkan para kapitalis imperialis untuk mengeruk kekayaan alam sebesar-besarnya di sana. Menciptakan konflik demi konflik dan mendorong pemisahan diri adalah strategi klasik imperialisme barat. Untuk mampu kukuh sehingga seringnya menciptakan blunder.

Atas nama demokrasi, The right of the self determination for west Papua menggema dan menjadi tuntutan utama rakyat Papua untuk memisahkan diri. Atas nama demokrasi, Pemerintah memuluskan berbagai UU liberal yang mengesahkan korporat asing seperti Freeport untuk merampok kekayaan alam Papua. Alhasil, rakyat Papua, hidup dalam kemiskinan meski memiliki kekayaan melimpah ruah. Tercipta kesenjangan ekonomi yang luar biasa yang sewaktu-waktu bisa memantik konflik.

Meminta Hak Menentukan Nasib Sendiri bukanlah solusi. Memisahkan diri bukanlah penyelesaian yang tepat bagi persoalan masyarakat Papua. Meminta bantuan negara-negara imperialis kapitalis serakah justru merupakan bunuh diri politik. Memisahkan diri akan memperlemah Papua. Negara-negara imperialis yang rakus itu akan semakin leluasa melahap kekayaan dan sumber daya alam Papua.

Apabila pemerintah ingin jalan keluar bagi masalah Papua, tentu saja tidak hanya dengan menghimbau kedua belah pihak untuk saling legowo memaafkan. Namun lebih dari itu, pemerintah harus tegas memangkas pangkal masalah utama krisis Papua. Yakni sistem demokrasi kapitalistik yang culas.

Pemerintah harus menghilangkan kezaliman dan ketidakadilan yang terjadi, mengelola kekayaan negeri demi kemakmuran dan kesejahteraan rakyat, serta mendistribusikan kekayaan itu secara merata dan berkeadilan.

Hanya dengan sistem Islam yang komprehensif hal tersebut mampu dilakukan. Karena Islam selama berabad-abad lamanya terbukti berhasil mengatasi segala permasalahan melampaui ras, suku bangsa, warna kulit dan agama. Islam mampu menciptakan ekonomi yang merata bagi seluruh warga masyarakat. Islam dengan sistem ekonomi yang kuat mampu mengelola kekayaan negeri demi kemakmuran dan kesejahteraan rakyat.

Wallahu a’lam biashowab.

 

[LS/Ry]

Please follow and like us:

Tentang Penulis