Kapitalisme Mustahil Menyejahterakan
Oleh: Jay Yanti, SE
(Pemerhati Masalah Sosial)
LenSaMediaNews– Sistem ekonomi liberal adalah sistem ekonomi dimana sebagian besar keputusan dalam perekonomian ditentukan oleh masing-masing individu, bukan lembaga atau organisasi bahkan pemerintah. Awal mula munculnya sistem ekonomi pasar bebas atau liberal ini adalah pada pertengahan abad ke XIX di Inggris, dengan semboyan laissez faire yang memiliki arti “Biarlah”.
Adam Smith dalam pandangannya menghendaki negara membiarkan kekuasaan membuat keputusan-keputusan ekonomi berada di tangan orang-orang ekonomi itu sendiri. Jika perekonomian itu bebas maka para pengusaha akan menggunakan modalnya untuk usaha-usaha yang paling produktif dan pembagian-pembagian pendapatan dapat menemukan sendiri tingkatnya yang wajar di pasar. Sistem ekonomi yang liberal memberi potensi bagi suatu negara untuk membuka pintu kerja sama yang luas yang kemudian menjelma menjadi arena transaski internasional secara bebas.
Mahaguru di Universitas Glasgow (1751-1764) ini juga dianggap menjadi salah satu tokoh sistem ekonomi kapitalisme. Dalam karyanya, Adam Smith sering memakai kata-kata nilai (value), kekayaan (welfare) dan utilitas (utility). Teorinya yang terkenal lainnya adalah teori ekonomi “laissez-faire”.
Kapitalisme adalah sistem ekonomi dimana perdagangan, industri dan alat-alat produksi dikendalikan oleh pemilik swasta dengan tujuan memperoleh keuntungan dalam ekonomi pasar. Pemilik modal dalam melakukan usahanya berusaha untuk meraih keuntungan sebesar-besarnya.
Kapitalisme berasal dari perkataan kapital (capital) yang bermaksud “modal”. Istilah kapitalisme mula diperkenalkan pada pertengahan abad ke-19 oleh Karl Marx, penggagas komunisme. Meskipun telah begitu banyak mengalami perubahan, ternyata teori Smith-lah yang sampai kini mendasari perkembangan ilmu ekonomi liberal yang melahirkan sistem ekonomi kapitalisme.
Sistem ekonomi kapitalisme didasarkan pada azas kebebasan. Kebebasan kepemilikan terhadap harta, kebebasan pengelolaan harta, dan kebebasan konsumsi. Azas kebebasan ini tidaklah layak, karena melanggar nilai moral dan spritual. Bisnis minuman memabukkan ataupun prostitusi misalnya dianggap legal selama menguntungkan, karena jelas bertentangan dengan nilai agama dan merusak intitusi keluarga.
Termasuk penguasaan terhadap Sumber Daya Alam (SDA) strategis oleh sebagian kecil kelompok kaya telah mengorbankan sebagian besar masyarakat. Lahirnya manusia-manusia rakus yang menjadikan materi sebagai standar nilai dalam kehidupan. Mahalnya sumber energi dan biaya hidup yang tinggi merupakan kesalahan pengelolaan kekayaan alam yang mestinya bisa mensejahterakan.
Kesejahteraan dalam pandangan Islam tidak dinilai dari terpenuhinya materi saja tapi juga spiritual, terpeliharanya nilai-nilai moral dan terwujudnya keharmonisan sosial. Karena itu suatu masyarakat dikatakan sejahtera jika terpenuhi kebutuhan pokok individu rakyat, baik berupa pangan, sandang, papan, pendidikan dan kesehatannya. Serta terjaga dan terlindunginya agama, harta, jiwa, akal dan kehormatan.
Sehingga sistem ekonomi yang berkeadilan sangat terkait dengan sistem hukum, politik, sosial dan budaya. Masih banyak manusia yang hidup serba kekurangan, bahkan untuk mendapatkan sesuap nasi harus bersusah payah. Kenyataan itu terlihat jelas bahwa kesulitan mendapatkan makanan bukanlah karena kelangkaan, bukan pula berkurangnya barang, namun karena buruknya distribusi di tengah masyarakat. inilah tantangan sebenarnya dalam ekonomi Islam.
Islam mempunyai konsep kehidupan yang sesuai dengan fitrah manusia. Sebuah fitrah (kecendrungan) yang diciptakan untuk mempunyai rasa suka untuk memiliki harta kekayaan. Fitrah tersebut kemudian ditindak lanjuti kesungguhan dengan bekerja, meningkatkan produktivitas atau pun profesionalisme demi terwujudnya sebuah manfaat bagi individu maupun masyarakat secara luas.
Islam memiliki pandangan yang khas mengenai masalah harta dimana semua bentuk kekayaan pada hakikatnya adalah milik Allah Swt. Demikian juga harta kekayaan di alam semesta ini yang telah dianugrahkan untuk semua manusia sesungguhnya merupakan pemberian dari Allah kepada manusia untuk dapat dimanfaatkan sebaik-baiknya bagi kesejahteraan seluruh umat manusia sesuai dengan kehendak Allah Swt.
Secara hukum hak milik pribadi merupakan hak untuk memiliki, menikmati dan memindah tangankan kekayaan yang diakui dan dipelihara dalam Islam. Mereka mempunyai kewajiban moral untuk menyedekahkan hartanya karena kekayaan itu juga merupakan hak masyarakat. Hak milik umum meliputi mineral-mineral dan gas termasuk petrolium, besi, tembaga, emas dan sebagainya yang di tanah di perut bumi atau di atasnya. Termasuk juga segala bentuk tenaga dan intensif tenaga serta industri-industri berat. Semua ini merupakan hak milik umum dan wajib diuruskan (dikelola) oleh Daulah Islamiyah (Negara). Manfaatnya wajib dikembalikan kepada rakyat.
Allah Swt berfirman, “…kepunyaan Allahlah kerajaan langit dan bumi dan apa yang ada di antara keduanya, Dia menciptakan apa yang dikehendaki-Nya. Dan Allah Maha Kuasa atas segala sesuatu.” (QS. Al-Maidah: 17)
“Berimanlah kamu kepada Allah dan Rasul-Nya dan nafkahkanlah sebagian dan hartamu yang Allah telah menjadikan kamu menguasainya.” (QS. Al-Hadid: 7)
Kepemilikan Allah merupakan kepemilikan murni dan hakiki. Harta yang dimiliki oleh manusia merupakan titipan yang kelak pasti kembali kepada-Nya. Kendatipun demikian, manusia diberi kebebasan untuk memberdayakan, mengelola, dan memanfaatkan harta henda sebagaimana yang telah disyariatkan.
[Fa]