BPJS Naik, Rakyat Menjerit

Oleh : Eni Mu’ta

(Pendidik, Member CWWH)

 

LensaMediaNews – Rencana kenaikan iuran BPJS Kesehatan yang diusulkan oleh Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati menuai protes. Baik langsung maupun tak langsung. Rakyat mulai menjerit dan mengkalkulasi besaran rupiah yang harus di bayar tiap bulan untuk iuran BPJS. Pasalnya, iuran BPJS akan naik dua kali lipat. Kelas mandiri 1 dari Rp80 ribu jadi Rp160 ribu. Kelas 2 dari Rp59 ribu jadi Rp110 ribu. Kelas 3 dari Rp25.500 menjadi Rp42 ribu. Tinggal dikalikan banyaknya kepala dalam rumah.

Rakyat banyak yang ingin turun kelas, bahkan berhenti dari keanggotaan BPJS. Sebagaimana ungkapan dari Sumiati salah satu peserta BPJS Kesehatan Sidoarjo asal Gedangan mengaku akan ikut iuran kelas lll jika sampai ada kenaikan. “Saya peserta BPJS kelas I karena ada rencana iuran BPJS naik, saya mau turun ke kelas III,” terangnya saat ditemui di kantor BPJS kesehatan Sidoarjo (beritajatim.com, 10/09/2019)

Puluhan aktivis PMII (Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia) Gresik pun bersuara terkait rencana kenaikan iuran BPJS. Mereka melakukan unjuk rasa di Kantor Pemerintahan Kabupaten Gresik dan DPRD Gresik. Menuntut agar pemerintah Kabupaten Gresik dan wakil rakyat menolak rencana kenaikan iuran BPJS.

Dalam unjuk rasa tersebut, para aktivis menilai bahwa pemerintah pusat tak lagi pro rakyat. Tidak serius melindungi kesehatan rakyat. Upaya gotong royong di BPJS tak lagi ada. Buktinya semua dibebankan pada rakyat. “Negara seharusnya mampu menjamin perlindungan kesehatan bagi rakyatnya, tidak malah membebani iuran yang terus naik.” Kata Hamdan Arif, koordinator aksi. Dalam aksi tersebut mereka membawa miniatur suntik bertuliskan, “BPJS membunuhmu”, serta banner bertuliskan, “Tolak Kenaikan Iuran BPJS.” (SURYA.co.id, 10/09/2019)

Koordinator advokasi BPJS Watch Timboel Siregar juga menilai kenaikan iuran tak bisa begitu saja menurunkan defisit BPJS Kesehatan yang sudah terjadi secara menahun. “Kenaikan iuran tidak otomatis menyelesaikan defisit karena defisit dikontribusi juga oleh kegagalan mengendalikan biaya dan menghentikan fraud di RS. Jadi menaikan iuran harus didukung pengendalian biaya khususnya fraud-fraud,” ujar Timboel (Kompas, 29/08/2019).

Persoalan BPJS sebenarnya sudah lama menuai kritik. Menyerahkan urusan kesehatan pada pihak swasta artinya negara lepas tanggung jawab atas urusan rakyat. Padahal dalam Undang-undang Dasar telah dijelaskan, bahwa setiap orang berhak hidup sejahtera lahir dan batin, bertempat tinggal, dan mendapatkan lingkungan hidup yang baik dan sehat serta berhak memperoleh layanan kesehatan. (UUD 1945, Pasal 28H ayat 1).

Jadi, kesehatan merupakan hak rakyat dan kewajiban negara untuk memenuhinya. Kedudukannya setara dengan sandang, pangan, dan papan. Oleh karenanya dalam Islam ini dikatakan sebagai kebutuhan mendasar. Wajib disediakan oleh negara untuk seluruh rakyat tanpa membedakan tingkat ekonominya.

Imam Muslim meriwayatkan bahwa Nabi Muhammad SAW dalam kedudukannya sebagai kepala negara, pernah mendatangkan dokter untuk mengobati warganya, Ubay. Ketika Nabi SAW. mendapatkan hadiah seorang dokter dari Muqauqis, Raja Mesir, beliau menjadikan dokter itu sebagai dokter umum bagi masyarakat (HR Muslim).

Di masa kepemimpinan Islam pasca beliau, masalah kesehatan juga sangat diperhatikan. Saat menjadi khalifah, Khalifah Umar bin al-Khaththab ra. juga menyediakan dokter gratis untuk mengobati Aslam (HR al-Hakim).

Masih banyak nash lainnya yang menunjukkan bahwa negara menyediakan pelayanan kesehatan secara penuh dan cuma-cuma. Lantas darimana dana yang digunakan untuk menjamin biaya kesehatan? Negara dengan sistem Islam memiliki sumber pendapatan yang jelas. Dari pengelolaan sumber daya alam secara optimal cukup untuk membiayai kebutuhan kesehatan rakyat.

Diantaranya dari hasil pengelolaan harta kekayaan umum termasuk hutan, berbagai macam tambang, minyak, dan gas yang dilakukan oleh negara untuk kebutuhan rakyat. Bukan diserahkan pada swasta baik dalam maupun luar negeri. Sumber pendapatan lain dari kharaj, jizyah, ghanimah, fa’i, ‘usyur yang merupakan harta milik negara. Jadi negara tak perlu memungut iuran dari rakyat demi mendapatkan kesehatan, dan kebutuhan yang lainnya.

Jelas berbeda dengan kondisi sekarang. Sumber daya alam Indonesia sudah banyak yang jatuh ditangan asing dan aseng. Pendapatan negara menipis bahkan terancam defisit. Utang tak ketulungan, dampaknya rakyat yang menanggung beban. Tak berlebihan jika butuh ada perombakan sistem yang dijalankan sekarang. Mengadopsi sistem Islam yang sudah terbukti membawa kesejahteraan saat diterapkan secara kaffah.

Wallahu a’ lam biashowab.

 

[LS/Ry]

Please follow and like us:

Tentang Penulis