Kekerasan Berbasis Gender, Blunder?

Oleh: Widi Yanti*

 

 

Menurut Komnas Perempuan dalam CATAHU 2019, terdapat 406.178 kasus kekerasan terhadap perempuan yang dilaporkan dan ditangani selama tahun 2018 (naik dari tahun sebelumnya sebanyak 348.466. Diantara data pengaduan yang langsung ke Komnas Perempuan terdapat fenomena baru kasus kekerasan terhadap perempuan berbasis Cyber atau dunia maya, yang pada Catahu 2018 sebesar 65 kasus, dalam tahun ini bertambah menjadi 97 kasus (www.komnasperempuan.go.id). Seperti melakukan pendekatan untuk menipu (cyber-grooming), pelecehan online (cyber harassment), dan peretasan (hacking). Ada juga kasus konten ilegal (illegal content), pelanggaran privasi (infringement of privacy), ancaman distribusi foto atau video pribadi (malicious distribution), pencemaran nama baik (online defamation), dan rekrutmen online (online recruitmen). Lonjakan kekerasan berbasis gender yang dilakukan secara online (KBGO) ini mendorong SAFEnet menuntut kepada pemerintah dan DPR untuk segera mengesahkan Rancangan Undang-Undang Penghapusan Kekerasan Seksual (RUU PKS).

 

Penyebab kekerasan yang dialami oleh para wanita ini beragam. Desakan kebutuhan ekonomi yang menghimpit memudahkan seseorang untuk menjadi temperamental dan bersikap kasar. Emosi yang kurang terkendali dikarenakan pikiran yang tidak jernih dalam menghadapi berbagai masalah. Adanya kebebasan gaya hidup yang menganggap keinginan sebagai kebutuhan, menyebabkan budaya konsumtif di berbagai kalangan masyarakat. Di tambah dengan kemajuan teknologi melalui media sosial, mempermudah komunikasi meski terpaut jarak yang jauh. Dalam hitungan detik informasi mampu tersebar. Semua transaksi dapat dilakukan dengan cepat. Namun penggunaannya mempunyai dampak positif dan negatif. Tergantung tiap individu pemakainya. Mengikuti tata aturan yang berlaku saat ini.

 

Dengan sistem demokrasi yang berlandaskan asas sekulerisme, mengesampingkan peran Allah sebagai Pengatur alam semesta ini secara keseluruhan. Anggapan bahwa aturan bisa dibuat oleh manusia dalam hal tertentu. Sebagaimana kebijakan yang diambil di dalam RUU PKS. Anggapan bahwa laki-laki dan perempuan mempunyai hak dan kewajiban yang sama dalam menjalani semua lini kehidupan. Sehingga peran wanita di ranah publik harus dimajukan sehingga sejajar dengan laki-laki. Dibalik isi dari (RUU PKS) terdapat kebebasan seksual, ini makin nampak pada pasal 7 ayat (1) yaitu adanya hak mengambil keputusan yang terbaik atas diri, tubuh dan seksualitas seseorang agar melakukan atau berbuat atau tidak berbuat. Artinya kebebasan seksual harus dilindungi. Termasuk ketika memilih seks bebas, kumpul kebo, zina dan seks menyimpang semisal LGBT. Lebih jauh lagi, pada pasal 7 ayat (2) dinyatakan bahwa kontrol seksual sebagaimana yang dimaksud dalam ayat (1) meliputi: a. Pemaksaan menggunakan atau tidak menggunakan busana tertentu;  Maka orang tua tidak boleh mendisiplinkan anaknya berhijab untuk menutup aurat. Karena termasuk kontrol seksual dalam hal busana.

 

Peran masyarakat dan negara tidak bisa dilepaskan begitu saja dalam masalah ini. Kebijakan yang diambil oleh pemerintah untuk memberlakukan hukum sebagai kebijakan yang mampu melindungi seluruh warga negara. Selain itu juga mampu memberi sanksi tegas terhadap pelaku pelanggaran hukum yang berlaku. Sanksi yang mampu membuat jera. Suasana lingkungan yang mendukung pemerintah untuk mengontrol individu, dengan berbagai teguran untuk mengikuti kebijakan yang berlaku.

 

Islam sebagai agama sempurna yang hukum-hukumnya datang dari Allah Sang Pembuat Hukum (Al Mudabbir) telah memberikan penjagaan dan perlindungan terhadap perempuan. Bahkan dalam Alquran terdapat surat khusus perempuan yakni QS. An Nisaa’. Islam memberikan semacam acuan gerakan kolektif dalam menjaga dan melindungi perempuan. Hukum-hukum Allah terkait dengan hubungan laki-laki dan perempuan secara umum dan terkait dengan perempuan secara khusus bertujuan untuk menjaga dan melindungi perempuan.

 

Ayat pertama dari surat An Nisaa’ menekankan pentingnya ketaqwaan dari setiap diri manusia, baik laki-laki dan perempuan. Hakekat ketaqwaan adalah dengan cara selalu menaati seluruh perintah  Allah serta meninggalkan seluruh larangan Allah. Tidak ada pilihan kecuali masuk kedalam Islam secara kaffah (secara keseluruhan). Kekerasan seksual akan terselesaikan tuntas dengan penerapan syariat Islam. Laki-laki dan perempuan diperintahkan menutup aurat (Qs. an Nur: 30-31 dan Qs. al Ahzab: 59) dan juga menundukkan pandangan (Qs. an Nur: 30-31). Sehingga pintu pertama zina sudah tertutup. Islam juga melarang khalwat dan Ikhtilat (campur baur laki-laki dan perempuan) sebagaimana hadis dari Ibnu Abbas RA, Rasulullah Shalallahu ‘Alaihi Wassallam bersabda: ”Janganlah sekali-kali seorang laki-laki bersepi-sepi (berkhalwat) dengan seorang perempuan, kecuali [perempuan itu] disertai mahramnya.” Wallahua’lam bishawab. [RA/WuD]

 

*Praktisi Pendidikan

Please follow and like us:

Tentang Penulis