Saatnya Umat Bangkit dan Berjuang Mewujudkan Sistem Islam
Oleh: Sri Retno Ningrum
LenSaMediaNews– Hasil Pemilihan Umum (Pemilu) 2019 sudah diumumkan, yakni dengan kemenangan pasangan Joko Widodo (Jokowi) dan Ma’ruf Amin sebagai Presiden dan Wakil Presiden periode 2019–2024. Sementara itu, isu koalisi pasca pengumuman Presiden dan Wakil Presiden sangat ramai diperbincangkan para elite politik, khususnya mereka yang haus akan kekuasaan. Sebagai contoh, kabar bergabungnya partai Gerindra ke koalisi pemerintah.
Dilansir dari Tribunnews.com, pengamat politik Roy Rangkuti menilai keinginan partai Gerindra untuk bergabung dengan koalisi pemerintah/jokowi-Ma’ruf terlihat cukup besar. “Jika dibuat persentase, saya kira keinginan bergabung dengan pihak No. 01 bisa mencapai 60 %”, ujar Roy Rangkuti dalam keterangannya, Minggu (21/7 – 2019).
Hal senada juga disampaikan oleh wakil kordinator Bidang penggalangan khusus DPP Golkar. Rizal Mallarangeng menyambut baik pertemuan ketua umum Gerindra dan Joko Widodo. Menurutnya, pertemuan tersebut menunjukkan kematangan demokrasi di Indonesia.
“Bagus (pertemuan Jokowi dan Prabowo) itu kan sebuah cara menunjukkan demokrasi indonesia itu demokrasi yang matang dan segala kelemahan kita yang perbaiki,” kata Rizal di Jakarta, Sabtu (13/7/2019). Ia mengingatkan bahwa, Indonesia adalah Negara Demokrasi terbesar kedua setelah India.
Dengan pertemuan tersebut, Rizal yakin, bahwa demokrasi di Indonesia akan semakin kuat. Sementara itu, sejumlah pihak menilai pertemuan antara Jokowi dan Prabowo membuka peluang Gerindra akan semakin kuat. Sementara itu, sejumlah pihak menilai pertemuan antara Jokowi dan Prabowo membuka peluang Gerindra bergabung ke KIK (Komisi Indonesia Kerja), menanggapi hal tersebut Rizal menilai hal tersebut menjadi kewenangan Jokowi. “Itu di dalam wilayah kewenangan Jokowi. Kan hak prerogatif presiden, untuk partai Golkar, sepi ing pamrih, ramai ing gawe,” kita bekerja, kita membantu, tanpa pamrih, “kata Rizal di Jakarta, sabtu (13/7/2019).
Dengan bergabungnya partai Gerindra (Prabowo Subianto) ke pihak pemerintah, dapat dikatakan bahwa Prabowo telah mengkhianati perjuangan para pendukungnya. Media merekam betapa perjuangan dan dukungan luar biasa untuk Prabowo. Mulai dari mendukung pemenangannya, mencari keadilan atas kecurangan sebelum dan sesudah pemilu 2019 berlangsung, sampai rela mengadakan aksi 21-22 mei 2019 yang tragisnya memakan korban jiwa.
Umat islam masih setia dengan Prabowo dan mengharapkan keadilan untuknya di MK. Namun, yang terjadi justru di luar dugaan. Terbaca dari media, bagaimana manuver politik dalam demokrasi melakukan kompromi. Apabila Prabowo benar-benar bergabung tentu itu hal yang menyedihkan bagi para pendukungnya. Pada akhirnya, umat Islam yang tulus menjadi pendukungnya pun, kembali kecewa.
Namun, terlepas dari itu sebenarnya yang dibutuhkan umat bukanlah integritas seorang pemimpin saja, tetapi yang paling urgen adalah sebuah sistem mampu mensejahterakan seluruh rakyat. Namun, semenjak sistem demokrasi diterpkan di negeri ini bukannya memberikan kebahagiaan untuk rakyat, akan tetapi malah kesedihan dan kesempitan hidup yang didapat.
Padahal, sistem demokrasi yang memiliki semboyan dari rakyat, oleh rakyat, dan untuk rakyat. Seharusnya, demokrasi memberikan kesejahteraan bagi rakyat namun kenyataanya, demokrasi hanyalah alat kapitalisme.
Yang menjadi pijakan dalam sistem tersebut adalah bagaimana tetap mengkokohkan kekuasaannya untuk selama-lamanya. Padahal pemimpin adalah pengurus rakyat sesuai sabda Rasulullah artinya: “Pemimpin adalah pengurus rakyat dan dia bertanggung jawab atas rakyat yang dia urus” (HR. Al–Bukhori).
Sistem demokrasi pada hakikatnya telah menyekutukan keberadaan Allah Swt sebagai yang Maha Pengatur dan yang Maha Pembuat Hukum. Demokrasi menjadikan rakyat tidak lagi berpedoman kepada Al–Qur’an dan As Sunah secara kaffah. Akibatnya, kesempitan hidup yang dirasakan seperti kebutuhan hidup serba mahal, LGBT dibolehkan, maraknya kenakalan remaja dsb. Lalu masihkah kita berharap pada sistem demokrasi yang rusak ini?
Sungguh, tidak ada pilihan lain bagi rakyat selain kembali kepada sistem Islam dalam bentuk Khilafah. Karena Khilafah telah terbukti menyejahterakan seluruh warganya baik muslim dan non muslim selama lebih dari 13 abad.
Untuk mewujudkan kembali sistem Islam dalam kehidupan sehari–hari, dibutuhkan pula dukungan dari/para ahlul quwwah (para pemilik kekuatan dan kekuasaan) hingga kesadaran politik Islam didapatkan. Untuk itu, marilah kita bersama-sama untuk mewujudkannya sehingga kita termasuk umat yang terbaik.
Sebagaimana firman Allah Swt di surah Ali Imron ayat 110 artinya: “Kamu adalah umat yang terbaik yang dilahirkan untuk manusia, menyuruh kepada yang ma’ruf, dan mencegah dari yang munkar, dan beriman kepada Allah. Sekiranya ahli kitab beriman, tentulah itu lebih baik bagi mereka, di antara mereka ada yang beriman, dan kebanyakan mereka adalah orang-orang fasik.”
Wallahu’alam bissowab
[Fa]