Bendera Tauhid Berkibar, Investigasi Digelar

 

Oleh Erwina MA

(Komunitas Penulis Jombang)

 

LenSaMediaNews– Dikisahkan dalam sirah, saat Perang Uhud terjadi, Mushab bin Umair syahid dalam kondisi memeluk bendera tauhid. Keadaan ini berulang dalam Perang Mu’tah. Kali ini Ja’far bin Abi Thalib yang syahid dalam kondisi memeluk bendera tauhid juga. Kedua sahabat ini bangga mempertahankan bendera tauhid ini. Perasaan inilah yang juga merasuk dalam jiwa setiap muslim. Betapa tidak, kalimat tauhid yang tertulis dalam sehelai kain hitam dan putih itu adalah kunci keyakinan tiap muslim akan akidahnya.

Sayangnya, belum setahun berlalu dari peristiwa pembakaran bendera tauhid, kini pengibar bendera tauhid akan diinvestigasi. Berawal dari cuitan seorang Anggota DPR Komisi VIII di twitternya yang menanggapi sebuah foto bendera tauhid berkibar. Dalam cuitannya juga ditautkan ke akun kemenag, maka pusat segera bertindak. (Jogjainside.com, 22-7-2019)

Pengibaran bendera tauhid tersebut berasal dari Madrasah Aliyah Negeri (MAN) 1 Sukabumi. Dilakukan pada Masa Ta’aruf Siswa Madrasah (Matsama), dilakukan oleh sejumlah siswa yang tergabung Keluarga Remaja Islam Majelis Al-Ikhlas atau Karisma. Pihak sekolah membenarkan. Polisi juga sudah menyelidiki aksi pengibaran bendera tauhid oleh siswa MAN ini. Hasilnya, tidak ditemukan keterkaitan dengan Hizbut Tahrir Indonesia (HTI) (Detik.com, 21-7-2019).

Dari motif yang melatarbelakangi pengibaran bendera tauhid diketahui bahwa mereka ingin menarik minat siswa baru untuk masuk kegiatan ekstra kurikuler yang bernuansa religi. Bukankah yang demikian merupakan hal yang positif? Siswa lebih mengenal agamanya, paham ajarannya, nampak dalam kepribadiannya yang dipenuhi akhlakul karimah dan sebagainya. Sayangnya, justru kegiatan positif ini dianggap menyuburkan paham radikalisme. Bahkan akan diinvestigasi.

Penyikapan yang bertolak belakang ketika game online viral pasca debat capres misalnya. Siswa bermain game dianggap aktivitas positif dan difasilitasi serta dikucurkan dana untuk kompetisi. Alih-alih mewujudkan sikap empati dan peduli, yang ada justru sibuk dalam dunia maya.

Demikian pula, ketika kaum pelangi menunjukkan eksistensinya malah masyarakat diminta mengapresiasi dan menoleransi. Padahal jelas suatu aktivitas yang dilaknat Allah Swt. Bahkan telah ada kaum pendahulunya yang dijatuhi azab pedih. Seperti kisah Kaum Sodom di masa Nabi Luth diutus yang disampaikan dalam Alquran.

Belum lagi kasus korupsi yang tak segera berhenti. Tiap saat banyak kepala daerah maupun pejabat yang tertangkap KPK (Komisi Pemberantasan Korupsi). Bukankah ini masalah serius yang butuh solusi dengan segera? Betapa banyak aset dan harta negara yang habis dikeruk para koruptor?

Sungguh logika berpikir yang terbalik. Bendera tauhid diinvestigasi, korupsi dibiarkan terus terjadi. Inilah bias penyikapan ketika standar yang digunakan dalam menilai baik dan buruk disandarkan pada akal manusia. Kebenaran maupun kebaikan menjadi nisbi, tidak mutlak.

Sejatinya standar menilai baik dan buruk hanyalah satu yaitu bagaimana Allah Swt mengajarkan dalam tuntunan ajaran Islam. Baik manakala sesuai dengan syariat Islam dan buruk ketika melanggar syariat Islam. Maka siapapun, dimanapun, kapanpun, penilaian baik dan buruk tetaplah sama tidak berubah.

Maka selama penilaian baik dan buruk disandarkan pada kepentingan rezim, pihak-pihak oposisi yang bisa menggoyahkan kedudukan dan kepentingan rezim akan dianggap buruk. Bahkan dianggap membahayakan. Muncullah kriminalisasi ataupun persekusi. Oleh karena itu, masyarakat wajib memahami standar yang hakiki sehingga jelas memandang dan menyikapi suatu hal.

Bendera tauhid adalah panji Rasulullah Saw, bendera umat Islam. Tidak ada kaitannya dengan paham radikalisme seperti yang dituduhkan. Murni ajaran Islam. Umat jangan menjadi alergi atau Islamophobia. Justru wajib terus mengkaji ajaran agamanya agar memahami standar yang hakiki.

Wallahua’lam bisshowab.

 

[Lm/Hw/Fa]

Please follow and like us:

Tentang Penulis